26 March 2012

Random (1)

Beberapa hari yang lalu saya ke rumah sakit menjenguk ibu seorang teman yang terkena kanker. Sebenarnya saya tidak terlalu suka rumah sakit. Bukan karena takut dokter, jarum suntik atau obat-obatan, tapi rumah sakit identik dengan penderitaan. Jika melewati kamar-kamar pasien, yang terlihat adalah manusia-manusia yang berjuang melawan ganasnya penyakit. Seperti itu pula pemandangan yang saya temui di kamar tempat ibu itu dirawat, erangan kesakitan yang tak putus-putus. Saya terenyuh ketika di sela-sela rasa sakitnya, ibu itu berkata pada teman saya, anaknya, “Tolong ibu, nak”. Teman saya terdiam mendengarnya. Ia menunduk dalam-dalam di sisi ibunya, merenggut seprai, berusaha mengumpulkan kekuatan. Ia lalu mengangkat wajah, membelai kening ibunya dan terus membesarkan hatinya. Setelah beberapa lama akhirnya ibu itu bisa tertidur. Teman saya masih menelungkupkan wajah ke tangan ibunya. Saya menyentuh pundaknya, dan mendapati matanya berkaca-kaca menahan tangis. Di luar, azan ashar berkumandang.

*************************

Kemarin, jam 8 malam saya sudah tepar. Berhubung kegiatan hari itu cukup menguras tenaga, sepulang dari kampus saya langsung mencari bantal dan...zzzzz. Mendekati pukul 12, hp berdering tanda panggilan masuk. Dengan malas saya mengangkat telepon tanpa melihat dari siapa. Ternyata dari seorang teman (ya iyalah). Dia satu tingkat di atas saya tapi kami akrab seperti layaknya teman sebaya. Dia mengabarkan akan menikah bulan depan. Mata saya langsung melebar, kaget mendengarnya. Saya tidak menyangka jodohnya akan datang secepat itu. Saya selalu berpikir dia masih muda dan belum ada tanda-tanda akan menikah. Ternyata yang namanya jodoh memang tidak pandang bulu. Berkurang lagi deh, satu teman yang single. :D Barakallah...barakallah...


*************************

Hari ini, di rumah salah seorang sepupu, saya menikmati sore ditemani sebuah buku. Saya senang membaca di tempat terbuka, jadi saya memilih teras lantai dua. Tapi kesenangan sore itu terusik oleh sepasang manusia yang asyik berpacaran di depan rumah. Saya berusaha mengabaikannya tapi gaya mereka berpacaran justru mengundang perhatian siapapun yang lewat. Jadi saya memilih kembali ke kamar dan melanjutkan bacaan di sana. Ah, semakin hari dunia ini semakin parah.

*************************

Entah kenapa, akhir-akhir ini saya merasa lebih ringan menulis. Seperti ada ikatan yang lepas. Yang membuat saya benar-benar menikmati menulis. Saya senang.
23 March 2012

Harlem Beat (Ending)

"Cuaca sering berubah-ubah ya ? seperti hati."

Kalau tidak salah itu adalah kalimat pembuka salah satu novel karangan Tere-Liye. Lalu apa hubungannya dengan tulisan ini ? Tidak ada. Hanya saja sekarang di luar hujan turun cukup deras. Belakangan ini cuaca sulit ditebak. Sebentar hujan, sebentar terik. Mengingatkan saya akan kalimat pembuka tadi. Sekarang waktu menunjukkan pukul 01.00 am. Di luar hujan turun deras. Segelas teh hangat di samping laptop sudah tandas. Dingin-dingin begini memang paling enak minum teh hangat sambil makan gorengan. Hehehe

Well, kemarin saya baru saja menamatkan serial komik jadul berjudul Harlem Beat. Komik ini adalah salah satu komik favoritku. Pertama kali membacanya waktu masih kelas satu SMA. Tapi waktu itu serialnya tidak lengkap dan baru sekarang saya membaca lanjutannya. Rasanya sedih juga mengatakan Sayonara pada tokoh-tokoh-nya, Naruse, Sawamura, Sakurai, Kiriko, Mizuki, Kobayashi, dll. Terutama si Sawamura.

Sampai akhir, Sawamura, pahlawan street basket ini tetaplah si cuek yang mata duitan. Saya suka penggambaran tokoh Sawamura sebagai orang yang bebas dan tidak terlibat hubungan romansa dengan siapapun. Penulisnya saja bahkan tidak tahu sampai kapan Sawamura akan bertahan di tim basket SMA Johnan mengingat sifatnya yang tidak suka dikekang. Karakter tokoh ini mirip Kirimaru di Ninja Rantaro dan Ma’il di Upin Ipin. Sama-sama cuek, pekerja keras dan tentu saja, mata duitan.




Sakurai (Syu) dan Kiriko telah lulus SMA. Syu masuk universitas jurusan kedokteran dan Kiriko berminat jadi penata rambut (heran juga sama pilihan Kiriko). Hubungan mereka yang kaku akhirnya bisa mencair. Kiriko bahkan menerima ajakan Syu untuk berlibur sementara waktu. Syu, si kapten basket berkacamata yang lembut dan baik hati dan Kiriko, si manajer klub basket yang selalu dijuluki penyihir karena kejahilannya. Ia sering tidak dianggap sebagai perempuan karena kejahilannya yang keterlaluan. Tapi si kapten dan manajer tetap cocok satu sama lain. Meski Syu dkk telah lulus, tim basket Johnan terus beregenerasi. Banyak pemain-pemain baru yang akan melanjutkan perjuangan mereka. Tugas Naruse, Sawamura dan Kobayashi selanjutnya adalah membawa Johnan menjadi pemenang di pertandingan basket nasional.

Terharu juga pas sampai endingnya. Kalau dibandingkan, komik-komik jadul macam Harlem Beat, Slum Dunk, dan Rose Of Versailles masih lebih menyenangkan dibaca dibanding komik-komik yang beredar sekarang. Membaca komik ini selalu mengingatkan masa-masa SMA. Karena sewaktu SMA saya suka sekali baca komik di perpustakaan. Jadi membaca komik ini membuat saya bernostalgi dengan ruang perpus itu.


“Suatu saat nanti, akan tiba waktunya, saat masa muda itu berlalu menjadi sebuah kenangan. Namun perasaan dan impian di masa itu takkan menghilang. Walaupun tertimbun dalam kesibukan sehari-hari yang padat, ia akan terus bersinar di suatu tempat yang isitmewa di hati kita. Jadi, janganlah kamu melupakannya. Di dalam dirimu ada batu permata yang akan selalu bercahaya, kalau kamu merentangkan tangan, ia pasti akan selalu memberimu kekuatan. Di saat hari esok tidak terlihat, ia akan menjadi obor yang akan menunjukkan jalan. Kemudian, kamu pun suatu saat nanti akan jadi pahlawan yang bersinar”  
~Harlem Beat, halaman terakhir~
22 March 2012

in Memorian

“Makanya, kapok-kapoklah menyimpan dua soulmate di tempat yang sama”

Itu adalah nasihat seorang senior setelah saya kehilangan dua soulmate. Sebenarnya sih, tiga. Tapi kebanyakan orang tidak terlalu menganggap yang satunya. Mungkin karena jika diukur dengan rupiah tidak akan sebanding dengan dua lainnya. Tapi bagi saya itu tetap bernilai karena merupakan pemberian. Oh, maaf sebelumnya, yang dimaksud dengan soulmate di sini adalah tiga benda yang selalu menyertai saya kemana-mana yaitu HP (namanya si Ungu), gantungan berbentuk kupu-kupu dan sebuah flash disk. Hp itu adalah hadiah dari ayah tiga tahun yang lalu. Saat itu sangat berkesan karena ayah datang tanpa pemberitahuan, tahu-tahu si Ungu itu sudah nongol di depan mata. Benda kedua adalah gantungan hp berbentuk kupu-kupu yang juga berwarna ungu. Ini pemberian teman, katanya biar si ungu ada yang temani. Dan terakhir sebuah flash disk pemberian adik saya.


Berhubung FD itu berukuran kecil dan akan kerepotan mencarinya jika dibutuhkan, maka saya pun menggantungkannya bersama gantungan kupu-kupu tadi. Jadi boleh dibilang itu adalah FD pertama yang bisa dihubungi karena tinggal telepon hp-nya maka FD itu akan ditemukan juga. Tapi qadarallah, mungkin memang sudah waktunya mereka pergi setelah bertahun-tahun menemani dan membantu segala aktivitas yang behubungan dengan komunikasi dan kirim-mengirim data. Terlebih lagi di FD itu tersimpan folder yang berisi semua tulisan saya mulai dari buletin, puisi, dan tulisan lain yang sudah dan tidak pernah diposting. Sayangnya lagi, saya tidak menyimpan salinan datanya di komputer.  T_T


Pelajaran untuk angkoters sejati, berhati-hatilah di dalam angkot terutama bila anda satu-satunya penumpang saat itu. Jika ada empat atau lima laki-laki naik dari tempat yang tidak berjauhan satu sama lain dan tidak ada satupun dari mereka yang memilih duduk di dekat sopir padahal kursi itu sedang kosong, maka berhati-hatilah. Jika di antara mereka ada yang bertanya “Jam berapa sekarang ?” padahal sudah jelas kau tidak punya jam tangan, maka berhati-hatilah. Jika salah satu dari mereka tiba-tiba muntah padalah sebelumnya tidak nampak tanda-tanda sakit padanya, jangan simpati dulu. Perhatikan baik-baik orang itu, jika hasil dari sikap muntah-muntah tadi hanya berupa cairan ludah, berhati-hatilah. Kecuali jika seluruh isi lambungnya sudah keluar berarti orang itu memang sedang sakit. Hal itulah yang terlambat saya sadari sehingga berakibat hilangnya si Ungu dan kawan-kawannya. Sebagai seorang detektif Kudo, saya merasa gagal (halah).


Sebenarnya alarm di kepala saya sudah siaga satu pada dua detik pertama saat memperhatikan ke empat orang itu. Alarm itu memberitahu bahwa ada yang tidak pada tempatnya. Ada yang tidak biasa. Ada yang tidak beres. Berdasarkan pengalaman membaca komik Detektif Conan, Kudo Shinichi-kun pernah berpesan bahwa petunjuk pertama untuk memecahkan sebuah kasus adalah lihat apa yang menjadi rutinitas. Jika ada yang hilang atau tidak sesuai dengan sebagaimana ia biasanya, maka dari sanalah kau memulai. Pertama, walaupun mereka naik di tempat yang berbeda dan tidak bicara satu sama lain, insting saya berkata bahwa sebenarnya mereka saling mengenal. Kau bisa membacanya lewat mata. Sekali lagi, teori bahwa mata tidak pernah berbohong adalah benar. Pernah ada seseorang yang menyapa saya, dia mengenal saya, tahu beberapa hal tentang saya. Sayangnya memori di otak saya tidak bisa menemukan bayangan orang itu. Saya pun bersikap seolah-olah mengenalnya karena tak ingin dia tersinggung. Tapi kemudian ia berkata, “Sudahlah, sepertinya kau tidak mengenaliku. Bisa kulihat di matamu”. Gubrak. Saya buru-buru minta maaf.


Oke, balik lagi ke masalah yang tadi. Petunjuk kedua, umumnya penumpang laki-laki akan memilih duduk di kursi samping sopir jika kursi itu masih kosong, tapi keempat orang itu tidak. Ketiga, salah seorang dari mereka menanyakan waktu saat itu padahal jelas-jelas, bahkan nenek-nenek pun tahu bahwa kau tidak memakai jam tangan. Lagipula di era teknologi ini, bahkan tukang becak pun punya hp yang bisa digunakan sebagai penunjuk waktu sehingga kau tidak perlu bertanya ke orang lain. Itu adalah trik basi untuk mengetahui di bagian mana kau menaruh hp di tasmu. Keempat, salah seorang dari mereka pura-pura batuk keras dan seperti akan muntah padahal sebelumnya ia sehat-sehat saja bahkan muntahnya pun hanya cairan ludah. lalu temannya yang lain pura-pura panik untuk mengacaukan situasi. Itu hanya kamuflase agar perhatianmu teralih pada orang yang muntah tadi sementara tanpa sadar seseorang yang duduk di sampingmu dengan cepat dan halus telah menarik resleting tasmu dan mengambil sebuah hp di dalamnya.


Tapi petunjuk-petunjuk itu menjadi tidak berguna karena saya terlalu lamban menganggapi situasi. Penampilan mereka terlihat seperti mahasiswa S2 yang mau berangkat kuliah. Sama sekali tidak ada tampang pencopet seperti yang digambarkan dalam sinetron-sinetron Indonesia. Saya lupa petuah abang Ikal bahwa dalam catatan sejarah, pembunuh berdarah dingin yang membantai musuh-musuhnya dan menjadikan tanah banjir darah adalah orang-orang yang berpenampilan rapi, bersikap santun dan  bertutur kata sopan. Alexander Agung dan Cortez adalah contohnya. Sementara mereka yang brewokan, suka pamer tato dan bertampang sangar tak lebih dari begundal kelas teri yang kerjanya hanya mencuri ayam. Mereka bukan tipe orang yang bisa membunuh tanpa melepaskan rokok dari mulutnya.


Begitulah kisah si Ungu dkk yang sudah berpindah tangan. Rasanya sedih juga mengingat ketiga benda itu adalah pemberian. Nilai sebuah pemberian berbeda dengan nominal rupiahnya. Bahkan meski hadiah itu hanya berupa gelang karet hitam yang bisa kau dapatkan sendiri dengan harga lima ribu rupiah. Ini memang terdengar sentimentil, tapi yah begitulah. Malang juga nasib keempat pencuri itu karena mereka hanya mendapatkan hp butut yang tidak akan seberapa jika laku dijual. Beberapa teman sering menyindir untuk meng-upgrade Si Ungu dengan yang baru karena tombol-tombolnya sudah tidak lengkap dan beberapa retakan di badannya. Bahkan jika ada panggilan masuk harus di loudspeaker dulu baru suara si penelpon kedengaran. Dan sepertinya sindiran mereka dikabulkan, meski dengan cara yang tidak menyenangkan. Kalau ada kesempatan bertemu lagi dengan pencurinya, saya ingin bilang begini, “Pak, gak mau sekalian ambil cash hpnya ?”
 
;