16 December 2016

Buku-buku Yang Pernah Saya Baca, dan Saya Menyukainya

Singkatnya, buku-buku favorit versi saya. Tentu saja tergantung seberapa banyak buku yang sudah dibaca. Favorit itu kadang subjektif. Bisa jadi kita suka tapi orang lain tidak, dan sebaliknya. Buku favorit versi saya mungkin bisa diibaratkan kemudi. Saya menyukai bacaan yang mampu mengubah sesuatu dalam diri saya atau minimal menggerakkan kemudi itu. Membuat saya tidak lagi sama seperti sebelum membacanya. Kadang ada buku yang tidak begitu dikenal atau tidak laku di pasaran sampai-sampai harganya dibanting semurah mungkin, tapi ternyata saya menyukainya. Dan kadang ada buku yang terjual jutaan copy bahkan sudah difilmkan tapi saya merasa biasa saja. Dalam arti tidak juga suka, dan tidak juga tidak suka.

Jika membaca bagi para kutu buku adalah passion mereka, saya membaca hanya saat mood. Jika kutu buku mampu menamatkan puluhan bahkan ratusan buku dalam setahun, saya hanya membaca buku dalam hitungan jari. Jadi buku yang saya baca sangatlah sedikit. Meski begitu, inilah 27 daftar bacaan favorit versi saya :

Kategori Fiksi

Semua novel karangan Andrea Hirata
Pertama kali baca Laskar Pelangi waktu baru lulus SMA. Waktu itu belum ada label best seller-nya. Belum dilirik orang. Novel ini menjadi titik awal perubahan selera baca saya yang perlahan-lahan mulai meninggalkan teenlit. Setelah itu berturut-turut muncul Sang Pemimpi, Edensor, Maryamah Karpov, Sebelas Patriot, Dwilogi Padang Bulan dan Cinta dalam Gelas serta Ayah

Novel karangan Haruki Murakami
Dengarlah Nyanyian Angin, Norwegian Wood, IQ84 jilid 1 sampai 3, dan Dunia Kafka. Saya berharap tuan-tuan penerbit akan menerjemahkan novel Murakami yang lain. Murakami identik dengan keterasingan. Jika diminta merekomendasikan novel, saya tidak akan memasukkan Murakami dalam daftar. Saya sangat suka tulisannya. Hanya saja, mungkin saya akan lebih bahagia jika tidak pernah membaca novelnya. Mirip dengan paradoks terhadap kampung halaman. Ingin selamanya tinggal di sana, sekaligus ingin pergi sejauh-jauhnya dari sana.

Novel komedi hitam yang banyak memparodikan tokoh politik dunia. Berawal ketika seorang kakek memutuskan kabur dari panti jompo menjelang ulang tahunnya yang ke-100. Karya penulis asal Swedia ini masuk kategori best seller dan sudah diterjemahkan ke berbagai bahasa. Novelnya yang kedua berjudul The Girl Who Saved The King of Sweden. Tapi saya lebih suka yang pertama.

Burial Rites karangan Hannah Kent
Karya fiksi yang didasarkan pada kisah nyata Agnes Magnusdottir, orang terakhir yang dijatuhi hukuman mati atas peran sertanya dalam pembunuhan Natan Katilsson dan Petur Jonsson pada tahun 1828 di Illugastadir, Islandia Utara.

If I Stay karangan Gayle Forman
If I Stay, Where She Went, Just One Day, Just One Year, dan I Was Here adalah novel mbak Forman yang sudah diterjemahkan. Saya suka semuanya. Tapi paling suka If I Stay karena banyak bercerita tentang kehangatan keluarga.

Hector And The Search For Happiness karangan Francois Lelord 
Perjalanan seorang psikiater yang berkeliling dunia mencari arti kebahagiaan. Selama ini ia melihat banyak pasien yang tidak puas atau tidak bahagia dengan hidup mereka. Perjalanannya itu menghasilkan sederet daftar tentang kebahagiaan.

Kesetiaan Mr. X karangan Keigo Higashino
Salah satu seri Detektif Galileo. Dalam novel ini, detektif Yukawa sang pakar fisika beradu kecerdasan dengan teman semasa kuliahnya, Ishigami, sang genius matematika. Ishigami berjuang melindungi Yasuko, tetangga kamarnya yang menjadi tersangka pembunuhan mantan suaminya sendiri. 

Paper Towns karangan John Green
Secara umum, saya suka semua novel John Green. Khas remaja. Hidup, penuh petualangan dan lucu. Tapi Paper Towns adalah yang terbaik. Sayangnya, adaptasi filmnya mengecewakan. So, don’t judge a book by its movie.

Dwilogi Samurai (Kastel Awan Burung Gereja dan Jembatan Musim Gugur) karangan Takashi Matsuoka
Novel yang kurang terkenal tapi bikin saya book hangover berhari-hari.

The Catcher in The Rye karangan JD. Salinger
Disebut sebagai 100 buku terbaik sepanjang masa. Sikap kenak-kanakan Holden memang menjengkelkan (umurnya baru 16 tahun), tapi caranya memandang hubungan antar manusia membuatnya seperti sudah hidup puluhan tahun. Bagian yang paling menyentuh adalah saat adiknya terseok-seok membawa koper karena ingin ikut kemana pun Holden pergi. 

The Rosie Project karangan Graeme Simsion
Tentang ahli genetika yang membuat proyek istri untuk mencari pendamping hidup ideal. Manis, ringan, menjengkelkan dan lucu.

Klub Film karangan David Gilmour
Diangkat dari kisah nyata sang penulis yang mengizinkan putranya berhenti sekolah dengan syarat mereka menonton 3 film setiap pekan.

Alex karya Pierre Lemaitre
Novel kriminal asal Perancis. Berbeda dengan The Girl on The Train-nya Paula Hawkins dan Gone Girl-nya Gillian Flynn, novel ini tidak mengandalkan twist yang memukau. Tapi ada sesuatu di dalamnya yang membuat saya tersentuh. Sesuatu yang biasanya tidak disajikan oleh genre semacam ini.

Aurora karangan Machito Satonaka
Apa komik bisa digolongkan sebagai buku ?
Sebenarnya ada banyak komik yang membekas dalam ingatan kanak-kanak saya, yang menyenangkan maupun yang menyedihkan. Sebut saja Rose of Versailles, Harlem Beat, Slam Dunk, Pengantin Demos, One Thousand Years of Love Song, Samurai Kyo, Samurai X, Yasha, Detective Conan, Detective Q, dll. Tapi di antara semua itu, Aurora yang paling kuat jejaknya. Entah cerita dalam komik itu yang terus teringat, atau kenangan ketika membaca komik itu yang tidak mau hilang. 

Kategori Non Fiksi 

Sirah Nabawiyah karya Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri
Kisah hidup Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam dari lahir hingga wafat. Buku ini saya tamatkan setelah lulus SMA, minjam punya sepupu. Buku ini mendapat predikat sirah terbaik yang diselenggarakan oleh Rabithah Al-Alam Al-Islami.

Knight Templar Knight Of Christ karya Rizki Ridyasmara
Saya masih kelas satu SMA waktu baca buku ini. Dan lagi-lagi minjam dari sepupu. Bacaan sepupu saya memang kece. Mulai tahu sedikit tentang konspirasi, Freemasonsry, zionis, dll lewat buku ini.

Buku-buku karya ustadz Salim A. Fillah
Kalau yang ini sudah tidak diragukan lagi. Karya-karya beliau selalu jadi best seller. Bukunya yang pertama kali saya baca kalau tidak salah adalah Jalan Cinta Para Pejuang.

Buku-buku karya Akmal Sjafril
Bagi yang tertarik dengan tema perang pemikiran tanpa membuat jidat berkerut, buku-buku karya beliau patut jadi bacaan. Seperti Islam Liberal 101 dan Islam Liberal Ideologi Delusional.

Taman Orang Jatuh Cinta karya Ibnu Qayyim Al Jauziyah
Membahas seputar cinta tidak akan ada habisnya. Ada ribuan bahkan jutaan buku yang membahas tema ini dari berbagai sudut pandang. Tapi dari sudut pandang agama sepertinya tidak banyak. Salah satunya buku ini. Serba-serbi cinta dalam padangan islam dibahas lengkap oleh Imam Ibnu Qayyim al-Juziyah. 

Lost Islamic History karya Firas Alkhateeb
Buku ini mencoba menyambungkan benang sejarah Islam dari masa kenabian sampai ke masa kini. Dan sesuai dengan judulnya, banyak kejadian penting dalam sejarah islam yang mungkin saja tidak diketahui kebanyakan muslim. Penulis juga meluruskan bias sejarah yang sering ditemukan dalam tulisan para orientalis. Serta tidak lupa menghidupkan kembali kontribusi besar para pemikir dan ilmuwan muslim yang kerap diabaikan buku-buku sejarah.

Enjoy Your Life karya Dr. Muhammad al-'Areifi
Pada dasarnya buku ini mirip dengan buku-bukunya Dale Carniege yang berisi seni berinteraksi dengan sesama manusia. Bedanya, penulis memasukkan kisah-kisah inspiratif dari kehidupan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam sebagai contoh. Buku ini banyak menolong saya dalam bersosialisasi dengan orang lain.

Melacak Kekafiran Berfikir karya Muhammad Thalib
Masih tema perang pemikiran. Buku ini bermaksud meluruskan aqidah dan membersihkan pemahaman tauhid generasi muda. Ada sebelas kerangka berpikir yang dikritisi oleh penulis yaitu paham relativisme, paham zaman sebagai ukuran, manusia sebagai penguasa alam, sikap sains, asumsi sebagai aqidah, budaya kilowatt, personifikasi dalam sastra, positivisme, ideologi emansipasi, prinsip pragmatisme dan, paham plurlisme agama.

Waras di Zaman Edan karya Prie GS
Prie GS adalah pengamat dan perangkai kata yang mengesankan. Ada-ada saja hikmah yang dipetik dari setiap kejadian. Tak banyak orang yang bisa seperti itu.

Buku-buku yang ditulis Malcolm Gladwell
Sejauh ini bukunya yang saya baca baru tiga : Blink, The Outliers dan What The Dog Saw. Dan sejauh ini saya menyukai ketiganya.

Think Like A Freak karya Steven D. Levitt & Stephen J. Dubner
Dua penulis aneh yang membahas tentang cara berpikir ala orang aneh. Yang menarik bahwa orang aneh itu bukanlah orang yang berpikir rumit atau berpikir besar. Mereka hanya berpikir sederhana, dan terkadang seperti anak-anak.

The Geography of Bliss karya Eric Weiner
Ada 3 buku Eric Weiner yang sudah diterjemahkan : The Geography of Bliss, The Geography of Faith dan The Geography of Genius. The Geography of Faith sedikit mengecewakan. The Geography of Genius lumayan. Dan The Geography of Bliss adalah yang terbaik.

Trilogi Titik Nol karya Agustinus Wibowo
Kisah perjalanan Agustinus Wibowo ke berbagai negara. Selimut Debu menceritakan kisahnya selama beberapa tahun tinggal di Afganistan. Garis Batas bercerita tentang perjalanannya menjelajahi negeri-negeri “Stan” di Asia Tengah. Dibanding Selimut Debu dan Garis Batas, Titik Nol menjadi yang paling nyaman dibaca. Gaya bahasanya berkembang pesat di buku ini. Yang saya suka dari penulis ini adalah bahwa ia bukan pelancong yang hanya tinggal satu atau dua minggu di suatu tempat kemudian menulis kisah perjalanannya. Tapi ia tinggal bertahun-tahun di Afganistan sehingga benar-benar memahami kultur masyarakat di negara itu. Begitulah seharusnya traveler sejati.
01 December 2016

Klub Film


Ketika anak laki-laki David Gilmour yang berusia lima belas tahun, Jesse, mulai keteteran dalam semua mata pelajaran di sekolah, ayah yang satu ini menawarkan perjanjian yang tidak lumrah: Jesse boleh berhenti sekolah –tidak bekerja, tidak membayar sewa rumah–tapi dengan satu syarat. Dalam seminggu, Jesse harus menonton tiga film yang dipilih ayahnya. Maka, minggu demi minggu, ayah dan anak duduk bersebelahan menonton film-film terbaik (dan kadang terburuk) di dunia –serta mengobrol tentang film dan kehidupan. Kemudian, ketika klub film mereka hampir mencapai akhir yang membahagiakan sekaligus menyedihkan, tapi tak terelakkan, Jesse membuat keputusan yang membuat semua orang terkejut, termasuk ayahnya…

Boleh berhenti sekolah asal mau nonton 3 film tiap minggu ? Wow, sungguh Ayah yang anti mainstream. Secara garis besar buku ini berisi memoir sang penulis, David Gilmour, selama tiga tahun membuat klub film sebagai ganti pendidikan anaknya. Semua nilai mata pelajaran Jesse anjlok. Yang lebih parah, ia sudah kehilangan minat terhadap sekolah. Jadi Ayahnya menawarkan kesepakatan : Jesse boleh berhenti sekolah, tidak perlu kerja, tidak perlu bayar uang sewa, tapi ia harus nonton tiga film yang dipilih ayahnya setiap minggu. Selain itu Jesse dilarang memakai obat-obatan. Jika dilanggar maka kesepakatan batal.

Ada buku yang hanya akan dibaca kalau diharuskan. Itu seninya pendidikan formal. Orang dituntut membaca banyak hal yang biasanya tidak pernah mereka gubris. (hal. 32)

Jesse tinggal bersama ayah dan ibu tirinya, Tina. Ini karena Maggie, ibu kandungnya, beranggapan bahwa remaja laki-laki sebaiknya tinggal bersama laki-laki dewasa. David dan Maggie sudah lama berpisah. Meski begitu mereka rutin berkomunikasi terutama jika menyangkut perkembangan Jesse. Bahkan saat David mendapat pekerjaan baru, ia mengajak Maggie dan Jesse liburan ke Kuba. Di sisi lain, Tina, istri David yang sekarang, adalah wanita yang sangat pengertian. Pembaca tidak akan menemukan drama istri-cemburu-pada-mantan istri. Atau ibu tiri jahat ala Cinderella. Tidak ada hal semacam itu. Tina boleh dibilang cukup dekat dengan Jesse. Ketika Jesse terpuruk karena patah hati, Tina mampu menjadi orang yang menyenangkan untuk diajak bicara oleh anak tirinya.

Memilih film bagi orang lain adalah urusan serius. Seperti halnya menulis surat untuk seseorang, hal itu bisa mengungkap jati diri kita. Hal yang menunjukkan pola pikir kita, menunjukkan apa yang menggugah perasaan kita, bahkan terkadang hal itu bisa menunjukkan pendapat kita tentang bagaimana cara dunia memandang kita. (hal 212)

Minggu demi minggu mereka lewati dengan nonton film. Kadang-kadang film terbaik, kadang-kadang film terburuk, kadang-kadang film horror, film sakit jiwa sampai film-film romantis. Mereka membahas banyak hal seperti adegan terbaik di setiap film, aktor dan aktris terbaik menurut pendapat masing-masing, mengapa aktor A begitu melegenda, siapa saja sutradara dan penulis skenario di balik film-film sukses, sampai pada kehidupan pribadi para aktor dan sutradara. Pembaca akan disuguhi daftar panjang film, tahun produksi, penjelasan singkat kehidupan sang aktor atau aktris dan apa saja yang terjadi di balik layar pembuatan film. 

Kebanyakan film-film yang mereka tonton adalah film klasik, produksi tahun 80-an ke bawah. Kadang-kadang disinggung juga beberapa film era 90-an. Di sela-sela pembahasan tentang film itulah David menyisipkan pelajaran untuk anaknya, yang biasanya diambil dari cerita film. Misalnya saat mereka menonton film pertama mereka, The 400 Blows, David pelan-pelan membimbing Jesse untuk mencari persamaan situasi antara tokoh utama dengan kehidupan Jesse sendiri. Film adalah hal yang dikuasai oleh David. Jadi dia mendekati anaknya lewat satu-satunya hal yang ia kuasai. David sudah berpengalaman mewawancarai berbagai selebriti dan public figure di acara TV bahkan menjadi penulis di sebuah majalah atau surat kabar (lupa yang mana) sebagai kritikus film. Tapi hebatnya, ia tidak pernah menggurui jesse atau menguliahinya tentang makna dari film-film yang mereka tonton. David hanya menjelaskan uraian singkat sebagai pengantar dan selebihnya mereka diskusikan bersama.

David menyadari bahwa sekolah bisa membuat seseorang menjadi pembohong dan licik. Ia menemukan berlembar-lembar tugas sekolah yang disembunyikan di kamar anaknya. Jesse takut dimarahi ayahnya, tapi di satu sisi ia juga tidak mampu mengerjakan tugas itu. Jadi ia menyembunyikannya dan berkata bahwa tidak ada tugas sekolah. Licik, bukan ? Tapi buku ini tidak sedang mengajak orangtua untuk menarik anak mereka dari sekolah. Bagaimana pun, David sendiri mengalami pergulatan batin yang hebat. Ia memikirkan bagaimana jika ternyata keputusannya menyuruh Jesse berhenti sekolah adalah kesalahan besar ? Bagaimana jika di masa depan anaknya akan hidup tanpa pekerjaan dan kecanduan obat-obatan. Tapi ia mengenal anaknya. Jesse bukan tipe orang yang bisa dipaksa, menakut-nakutinya hanya akan membuat anak itu membangun kastil yang tidak bisa dimasuki siapapun. Jadi David bersabar. Ia bicara jika perlu dan tidak memperpanjang kata-kata. Ia tidak akan memaksa masuk ketika ada saat Jesse menutup kastilnya. Malah kadang kupikir David ini begitu hati-hati terhadap anaknya. Seolah-olah anaknya terbuat dari kaca yang rapuh, yang jika disentuh sembarangan akan pecah berantakan. Ketika Jesse sedang kacau karena masalahnya, David biasanya memberi nasihat singkat misalnya kurang lebih seperti ini : Jesse, bagaimana pun kacaunya kau saat ini, saranku jangan pakai obat-obatan. Kokain hanya akan membuatmu semakin buruk. Saat ini mungkin tidak, tapi ketika terbangun nanti kau akan merasa seperti di neraka. Nah, berapa banyak orangtua yang bisa sesabar itu menghadapi anaknya ? Berapa banyak orangtua yang tetap diizinkan keluar masuk kastil anaknya ketika pelan-pelan anak-anak itu mulai dewasa dan menarik diri ?

Di satu sisi, Jesse membuat saya sedikit jengkel. Yah, sebenarnya anak ini manis. Sungguh. Lihat saja fotonya di halaman terakhir. Hehehe. Oke maksudnya bukan begitu. Maksudnya adalah dialog antara Jesse dan ayahnya yang heartwarming. Misalnya “Apa Ayah menyayangiku ? Karena aku menyayangi ayah.” atau “Apa Ayah marah ?” atau “Bagaimana, Yah ? Tidak jelek, bukan ?” Ayah-anak bisa saling terbuka dan mengungkapkan cinta satu sama lain itu benar-benar menyentuh. 

Tapiiiii (i-nya sampai lima)…yang lebih mendominasi masalah Jesse ternyata adalah soal pacar. Sebut saja Rebecca Ng atau Chloe Stanton McCabe. Polanya selalu berulang, Jesse naksir si cewek tapi si cewek suka orang lain, dan si orang lain itu malah tidak peduli sama si cewek . Begitu terus sampai negara api menyerang. Yah, sebenarnya tidak persis begitu juga. Rebecca meninggalkan Jesse awalnya karena sibuk mengejar karir, ingat, Jesse tidak sekolah dan pekerjaannya hanya mencuci piring di sebuah resto. Tapi dia kembali lagi dan pelan-pelan mulai tertarik pada Jesse. Ujung-ujungnya malah Jesse yang memutuskan Rebecca. 

Kau tahu apa yang dikatakan Lawrence Durell, Jesse ? Kalau kau ingin melupakan seorang wanita, jadikanlah dia tulisan.” (hal. 181)

Yang paling parah adalah sewaktu putus dengan Chloe, lagi-lagi (kalau tidak salah) Jesse yang memutuskan, tapi malah dia sendiri yang terpuruk. Akhirnya David memberi saran agar Jesse menulis lagu, kebetulan hobi sampingan Jesse adalah rap. Ia dan sahabatnya, Jack, punya group bernama Corrupted Nostalgia. Jesse pun menulis lagu berjudul Angels. Lagu itu itu adalah ungkapan patah hatinya pada Chloe. Mereka bahkan membuat video klip-nya. Dan tebak, siapa perempuan dalam video klip itu ? Yep, Chloe sendiri pemirsahhh… Karena artis yang seharusnya jadi model sedang sakit (atau apalah) sehingga Chloe dipilih jadi pengganti. Ajaib, kan ? Karena penasaran, saya pun melacak video klip itu di Youtube. Hahaha…

“Anak-anak menghabiskan masa kecilnya untuk bersiap-siap meninggalkan kita.”
“Iya, tetapi pernahkah mereka sepenuhnya meninggalkan kita ?” (hal. 258)

Setelah tiga tahun, klub film mereka hampir berakhir. Mereka sudah jarang nonton. Jesse sudah keluar dari rumah, itu hal yang wajar bagi anak usia 19 tahun untuk hidup mandiri dan menghidupi dirinya sendiri. Ini yang saya suka dari pendidikan mereka. Keputusan Jesse di akhir membuktikan bahwa klub film selama tiga tahun tidaklah sia-sia. Setidaknya ia sudah menemukan apa yang ia inginkan. Kupikir inilah yang paling penting. Terkadang kita hanya melaju terus tanpa benar-benar memahami apa yang kita lakukan. Atau untuk apa. Tapi ada orang-orang yang memilih berhenti dan merenungkan semuanya. Merenungkan mengapa mereka harus mengambil jalan itu. Mereka memang akan terlambat dibanding yang lain. Tapi ketika mereka menemukan jawabannya, mereka akan melesat dan tidak lagi bisa dihentikan. 

Ketika duduk di ranjang itu aku sadar bahwa dia tidak akan pernah kembali lagi sebagai sosok yang sama. Mulai sekarang, dia adalah tamu. Tetapi masa itu, masa tiga tahun dalam kehidupan seorang pemuda di mana biasanya dia akan mulai mengunci diri dari orangtuanya, sungguh merupakan sebah anugerah tak terduga yang menakjubkan dan langka. (hal. 264)
 
;