Bismillah...
Nampaknya ini pertama kali lagi saya agak ‘serius’ menulis sejak terakhir mencorat-coret blog beberapa tahun lalu. Tahun 2017, tahun terakhir menulis di blog ini. Memang ada satu tulisan tahun 2020 kemarin, yang dipicu oleh rasa frustasi karena tidak bisa pulang kampung menjenguk ibu yang sedang sakit. Saat itu semua transportasi laut dan darat dihentikan karena wabah. Jadi untuk mengobati kesedihan, saya menulis sedikit tentang ibu. Tulisan yang buru-buru dan tanpa proses editing. Yang lebih ditujukan sebagai wadah untuk melepaskan keresahan dan mengobati overthinking.
Beberapa tahun belakangan, isu kesehatan mental mulai sering dibicarakan, terutama setelah pemberlakuan social/physical distancing maupun PSBB atau PPKM. Ketika sebagian besar orang terpaksa bekerja dan beraktivitas di rumah selama berhari-hari bahkan berbulan-bulan, masalah mental pun bermunculan. Beberapa pakar menganjurkan untuk mencoba aktivitas baru yang tetap bisa dilakukan meski di rumah semisal merajut, merangkai bunga, menggambar, atau menulis. Saya memilih yang terakhir, yang tidak bisa disebut “mencoba aktivitas baru”. Lebih tepatnya, mengembalikan kebiasaan lama.
Menulis bagi beberapa orang ibarat obat, yang mereka lakukan saat sedang “sakit”, dan mereka tinggalkan setelah pulih kembali. Bagi saya menulis itu semacam kegemaran, kesukaan, mungkin juga obat, atau entah apa namanya. Namun, kegemaran ini hilang beberapa tahun terakhir. Sejak tulisan terakhir, saya tidak pernah menulis apa-apa lagi. Maksudnya menulis kegiatan sehari-hari atau hasil perenungan. Entah karena saya dalam fase yang disebut “menikmati hidup berumah tangga”, sesuatu yang cukup ditakuti sebelum menikah, dan setelah dijalani tidak semenakutkan yang saya kira. Demikianlah rumah tangga, disebut sebagai ibadah seumur hidup, maka dijalani pula sebagai proses belajar seumur hidup. Belajar mengenali sifat dan karakter pasangan, belajar memperbaiki dan memahami gaya komunikasi pasangan, hingga menyatukan visi misi rumah tangga.
Namun, apakah itu yang membuat saya jeda menulis ? Mungkin ya, mungkin tidak. Mungkin hanya karena malas, atau mungkin karena kesibukan pekerjaan, yang dua tahun terakhir bergeser ke ranah digital. Segalanya nyaris serba online. Ngajar online, rapat online, seminar online, konsultasi mahasiswa online, kelola jurnal online, belanja pun online. Lelah menatap layar seharian, tak terpikir lagi memperlama aktivitas di depan layar untuk menulis. Tapi meski tidak sempat, bila itu merupakan minat atau kegemaran seseorang, ia akan akan mencari cara untuk melakukannya. Mungkin ini faktor utamanya. Bahwa saya bukan hanya tidak punya waktu, tapi juga tidak mau. Sempat terpikir apakah ini semacam kehilangan minat setelah mengalami tragedi. Sebab sejak ayah wafat dalam peristiwa kapal karam tiga tahun lalu, yang juga menewaskan puluhan orang, saya kehilangan minat terhadap banyak hal, termasuk pada hal yang dulunya merupakan kegemaran. Saat ini saya masih berupaya mengembalikan ritme hidup, dan menyesuaikan dengan ritme baru, terlebih setelah saya dan suami ganti pekerjaan. Semoga tulisan ini jadi momentum untuk memulai kembali hal-hal yang dulu saya sukai.