29 May 2012

Kabut di Atas Air

Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh. Ohisashiburi ne, minna >_<. Genki ? Haa, atashi ? Hai...hai...genki desu, shimpai shinai de.

Hmm...judul di atas macam judul sinetron jaman dulu ya? Tapi postingan ini tidak ada hubungannya dengan sinetron. Juga bukan kiasan atau puisi. Sebagaimana yang tertulis, tentang Kabut di Atas Air. Ngomong-ngomong, inilah yang selalu menjadi masalah saya dalam menulis, kesulitan mencari judul. Ketika sedang menulis postingan, saya akan menulisnya sampai selesai tanpa disertai judul. Kalau sudah selesai, baru kembali lagi ke awal dan mulai kebingungan menentukan judul yang tepat. Berdasarkan saran menulis yang sering saya baca, katanya judul tulisan itu harus semenarik mungkin. Judul yang bisa membuat orang penasaran dengan isi tulisan. Inilah yang agak sulit, karena itu kebanyakan tulisan yang saya posting judulnya hanya memuat satu kata. Kalau sudah begitu jangankan orang lain, saya sendiri pun malas membacanya. Ah, saya benar-benar bingung masalah judul.

Tapiiiiii....kenapa pula kita membahas judul tulisan ? Bukankah yang mau dibicarakan, eh ditulis itu tentang kabut di atas air ? Gomenasai...
Yosh, jadi begini ceritanya. Selama di sini, setiap pagi saya dibebankan tugas keliling kota berburu kue jajanan. Donat adalah kue favorit saya sementara penghuni lain sukanya roti kaya. Dan donat yang paling enak di kota ini -menurut saya-, ada di wilayah Senggol sana (bukan promosi). Berhubung agak jauh, perjalanan ke sana harus ditempuh dengan naik motor. Sebenarnya saya lebih suka naik sepeda, tapi adik saya sangat pelit untuk barang yang satu itu. Dia merawat sepedanya seperti merawat bayi, sangat hati-hati. Dalam perjalanan kesana saya sering lewat jalur pinggir pantai. Jalur ini semakin bagus setelah dibangun pembatas. Sebelumnya semua terlihat biasa saja. Hingga belakangan ini langit sering mendung di pagi hari. Cuaca yang dingin membuat laut masih berkabut ketika jam sudah menunjukkan pukul 6 pagi. Inilah yang saya maksud dengan judul di atas. Mungkin terlihat biasa, tapi di mata saya, pemandangan kabut yang melayang di atas air itu apa ya...ehm...mengagumkan. Yup, Samting laik dat-lah.

Kabut yang melayang di atas air itu menyamarkan daratan di baliknya. Dan seperti selendang putih yang membungkus permukaan laut. Saya selalu dilanda De javu setiap kali melihatnya. Kabut di atas air dan dingin yang menusuk mengingatkan pada mitos dan cerita orang-orang tua dulu tentang lelembut yang berasal dari laut. Juga tentang lorong waktu yang tersembunyi  di balik kabut seperti cerita di buku yang pernah saya baca. Kesannya juga mirip suasana laut dalam film Pirates of Caribean. Seakan-akan, monster laut bisa muncul kapan saja dari balik kabut itu. Teman sekampung saya pernah cerita bahwa di laut terdalam pulau ini bersembunyi gurita raksasa yang besarnya sepanjang pulau. Tapi itu cuma mitos, ya...mitos (menenangkan diri).  Sepulang dari beli kue saya lewat jalur ini lagi. Kalau tidak ingat di rumah ada anak-anak yang kelaparan menunggu kue, saya dengan senang hati singgah sebentar dan menunggu sampai kabut itu menghilang dihapus cahaya matahari.
27 May 2012

Kaseifu no Mita, Pengurus Rumah Tangga Yang Misterius


“Apa kau tidak punya hati ?”
“Tidak, aku telah kehilangannya di suatu tempat.” 
-Kaseifu no Mita-

Dorama ini adalah hasil rekomendasi teman yang sering download film dan dorama Jepang. Katanya rating dorama ini menembus angka 40% di tahun 2011 (wow, sugooii...). Kaseifu no Mita menceritakan seorang pengurus rumah tangga (Kaseifu) bernama Mita yang bekerja di rumah keluarga Asuda. Keluarga ini baru saja kehilangan sosok ibu karena tenggelam di sungai. Keluarga ini terdiri dari lima orang, seorang ayah dan keempat anaknya. Sang Ayah bernama Asuda Keichii. Secara berurut anak-anaknya adalah Asuda Yui (17 tahun, perempuan), Asuda Kakeru (14 tahun, laki-laki), Asuda Kaito (12 tahun, laki-laki) dan Asuda Kii (5 tahun, perempuan).

Sebagai pengurus rumah, Mita sangat pintar memasak, selalu tepat waktu, cerdas dan sangat patuh. Kepatuhannya bahkan mencapai level yang mengkhawatirkan karena ia akan melakukan apapun yang diperintahkan sang majikan termasuk melukai atau membunuh orang lain. Selain itu, Mita tidak pernah tersenyum dan tidak pernah mengungkapkan pendapatnya. Ia tidak pernah berkomentar dan tidak peduli masalah pribadi pemilik rumah. Kalimat khasnya jika ia dimintai pendapat adalah, “Itu adalah hal, yang kalian memutuskan.

Mita memiliki masa lalu yang merenggut senyumnya. Sewaktu kecil, Ayahnya tewas tenggelam saat berusaha menyelamatkannya. Sejak saat itu, di dalam hati ibunya tersimpan rasa benci kepada Mita. Ibunya kemudian menikah lagi dan punya anak, sehingga seluruh kasih sayang tercurah hanya untuk adik tirinya. Kebencian ibunya semakin besar melihat suaminya mulai menunjukkan rasa sayangnya pada Mita. Yang selalu menghibur Mita saat itu hanya pengurus rumahnya. Setelah dewasa, Mita menikah dan melahirkan seorang putra bernama Jun. Setelah itu, adik tiri Mita mulai memasuki kehidupan rumah tangganya. Adik tirinya jatuh cinta pada Mita dan selalu menguntitnya. Mengetahui hal ini, suami Mita memperingatkan adik tirinya. Adik tirinya kalap dan membakar rumah Mita beserta suami dan anaknya, setelah itu ia juga ikut bunuh diri. Dalam upacara pemakaman, mertua Mita yang marah mengatakan bahwa Mita tidak perlu meminta maaf, tetapi dia tidak boleh tersenyum seumur hidupnya. Karena senyumnya selalu membawa penderitaan bagi orang lain. Sejak saat itu, Mita tidak pernah lagi tersenyum.

Keluarga Asuda yang menjadi tempat Mita bekerja pun tidak lepas dari tragedi. Anak-anak mengira ibu mereka meninggal karena tenggelam di sungai. Hingga kemudian terungkap bahwa kematian sang ibu bukan karena kecelakaan tapi karena bunuh diri. Dan penyebabnya adalah Keiichi, ayah mereka sendiri. Tanpa sepengetahuan anak-anak, sehari sebelum istrinya bunuh diri, Keichii menyodorkan surat perceraian untuk ditanda tangani. Ternyata selama setahun belakangan, Keichii menjalin hubungan dengan salah satu bawahannya di kantor. Istrinya lalu meninggalkan sebuah pesan tertulis bersama surat perceraian itu bahwa jika Keichii meninggalkannya, ia akan mati. Dari sinilah masalah mulai bermunculan.

Secara keseluruhan, dorama ini adalah gambaran perjuangan ayah dan anak-anaknya merekatkan kembali keluarga mereka setelah ditinggal sosok ibu. Juga perjuangan seorang Mita mengobati trauma masa lalunya. Di akhir cerita, Mita meninggalkan keluarga Asuda dan bekerja di rumah tangga lain. Tokoh Mita diperankan oleh Matsushima Nanako, yang juga berperan dalam dorama romantis Forbidden Love bersama Hideaki Takizawa. Tokoh ayah, Asuda Keiichi diperankan oleh Hasegawa Hiroki. Akting anak-anak juga diperankan dengan baik oleh Kutsuna Shiori sebagai Yui, Nakagawa Taishi sebagai Kakeru, Ayabe Shuto sebagai Kaito dan Honda Miyu sebagai Kii. Ngomong-ngomong Kii ini menggemaskan sekali. Anaknya imut dan lucu. Saya paling suka alisnya.

Samurai : Jembatan Musim Gugur

“Mengetahui masa depan dan mengetahui masa lampau adalah dua hal yang bermakna sama. Apa bedanya mengetahui hal yang tak terelakkan dengan mengetahui 
apa yang telah terjadi ?” 
-Aki-no-Hashi (1434)-

Buku ini adalah lanjutan buku pertama, Samurai : Kastel Awan Burung Gereja. Berbeda dengan sebelumnya, buku ini mengambil plot yang melompat-lompat. Dimulai dari tahun 1960, awal kedatangan tiga misionaris (Zephaniah, Emily dan Stark) ke Jepang, lalu melompat ke tahun 1311, tahun 1281 bahkan kadang jauh ke depan, tahun 1953. Buku ini lebih banyak menceritakan sejarah klan Okumichi sebagai klan yang memiliki kemampuan melihat pertanda atau meramal masa depan.

Berawal dari tahun 1281 ketika Lord Masamune (klan Okumichi pertama) membantu Gengyo, Lord dari Hakata untuk menahan serangan bangsa Mongol. Di antara pasukan Mongol ada sekelompok suku Nurjhen yang dipimpin oleh seseorang bernama Eroghut. Dalam pertempuran itu, kelompok Nurjhen berbalik menyerang pasukan Mongol. Lord Masamune yang terluka parah oleh tusukan pedang diselamatkan oleh Eroghut. Hanya Eroghut yang selamat dalam pertempuran. Adik dan sepupu-sepupunya serta saudara sedarahnya tewas semua. Eroghut yang juga terluka parah dirawat oleh Lord Masamune. Karena orang Jepang sulit melafalkan kata Eroghut, maka ia kemudian dipanggil dengan nama “Go”. Sejak saat itu, ia tinggal di Jepang dan menyandang gelar Lord.

Ibu Go sebenarnya adalah seorang penyihir keturunan Tangolhun yang legendaris, sang penyihir yang dikisahkan memerintahkan Attila yang Agung untuk mengikuti matahari ke arah barat menuju tanah air yang ditakdirkan bagi kaum Hun. Kaum Hun dan Nurjhen adalah musuh bebuyutan Mongol. Go merupakan orang terakhir dalam garis keturunannya. Setelah melewati bebeapa peperangan bersama Masamune, Masamune kemudian memberikan selirnya kepada Go untuk diperistri. Dari pernikahan itu lahir seorang putra yang diberi nama Chiaki. Istri Go pernah melahirkan seorang putri sebelum Chiaki dan dua putri sesudahnya, tetapi Go membunuh ketiga bayi perempuan itu begitu mereka terlahir. Ini karena kutukan penyihir warisan ibunya hanya berlaku pada wanita. Walau sedih, istrinya tidak pernah menanyakan alasan Go. Go menyimpan rapat-rapat kutukan darah penyihir leluhurnya.

Lord Masamune kemudian terbunuh di tanjung Muroto dan putranya yang masih hidup bernama Hironobu terpaksa menjadi Bangsawan Agung Akaoka. Hironobu kemudian dididik oleh Go. Suatu hari, dalam pesta perayaan kemenangan Hironobu, Go bertemu dengan seorang Lady berusia 14 tahun bernama Lady Nowaki. Sepulang dari perayaan itu, Lady Nowaki hamil. Atas saran istri Masamune -Lady  Kiyomi-, ayah Lady Nowaki membangun sebuah kuil di utara agar mereka terhindar dari pergunjingan. Di tempat inilah Lady Nowaki melahirkan seorang putri yang diberi nama Shizuka (yang berarti Diam) karena bayi ini begitu diam saat dilahirkan.

Darah penyihir warisan ibu Go menurun pada Shizuka. Go pun menunggu sambil menyusun rencana untuk membunuh Shizuka. Saat berusia 16 tahun, Shizuka diselamatkan oleh Hironobu dan dibawa ke kastel Awan Burung Gereja sebagai mempelainya. Di tempat itulah Shizuka bertemu Lord Kiyori untuk pertama kalinya, seorang Lord yang baru akan lahir 500 tahun kemudian. Lord Kiyori adalah kakek Genji yang juga bisa melihat pertanda.
Saat Shizuka mengandung janin yang berusia 7 bulan, Hironobu terbunuh karena pengkhianatan Go. Go berniat menghabisi seluruh garis keturunan penyihirnya. Di lantai tujuh kastel Awan Burung Gereja, Go berusaha membunuh Shizuka. Chiaki, putra Go datang menyelamatkan Shizuka dan membunuh ayahnya. Sebelum meninggal, Shizuka melahirkan anaknya yang kemudian diberi nama Lady Sen. Lady Sen inilah yang menurunkan klan Okumichi pada Lord Kiyori.

Lord Kiyori mempunyai dua orang putra. Putra pertama bernama Yorimasa dan putra kedua bernama Shigeru. Setelah keduanya beranjak dewasa, Kiyori mengumumkan bahwa mereka tidak akan menjadi bangsawan Agung Akaoka. Anak Yorimasa-lah nantinya yang akan menggantikannya sebagai Daimyo dan juga mewarisi kemampuan meramal masa depan. Yorimasa yang kecewa melampiaskan rasa sakitnya dengan mabuk-mabukan dan menyiksa para geisha. Oleh Lord Kiyori, Yorimasa kemudian dinikahkan dengan Lady Midori. Setelah menikah dengan Midori, Yorimasa akhirnya berubah. Dari mereka berdua, terlahir bangsawan Agung Akaoka terakhir, Genji Okumichi.

Tahun 1867 adalah masa-masa terakhir kekuasaan Shogun di Jepang, serta awal masuknya pengaruh barat. Dan juga berarti telah enam tahun berlalu Emily tinggal di Jepang. Genji berniat menikahkan Emily dengan Robert Farrington atau Charles Smith, dua orang asing yang bersaing memperebutkan Emily. Hal ini dilakukan karena ia tidak ingin Emily mati. Dalam pertandanya, jika Genji yang menikahi Emily, perempuan itu akan mati saat melahirkan anak mereka. Tetapi akhirnya Genji menyerah pada takdir.

Dua puluh tahun berlalu, Jepang banyak berubah baik dari segi pakaian maupun hal lainnya. Tidak ada lagi samurai, tidak ada lagi shogun. Genji yang telah beranjak tua kedatangan seorang tamu dari Amerika bernama Makoto Stark. Anak dari Matthew Stark, salah satu misionaris yang dulu datang ke jepang bersama Emily dan Zephaniah. Makoto kabur dari ayahnya di Amerika untuk mencari tahu siapa orang tua sebenarnya. Ibunya adalah Heiko, mantan Geisha Genji. Tetapi setelah melihat bahwa antara dirinya dan Matthew Stark tidak punya kesamaan secara fisik, ia mulai curiga. Setelah peperangan di kuil Mushindo, Genji mengirim Heiko ke Amerika bersama Matthew Stark. Heiko sedang mengandung anak Genji yang berusia empat bulan saat dalam perjalanan menuju San Fransisco. Sesampainya di sana, ia meninggal setelah melahirkan Makoto karena pendarahan yang parah.

Setelah mengetahui bahwa Matthew Stark bukan ayah kandungnya, Makoto pergi ke Jepang untuk menemui Genji Okumichi. Di sana ia juga bertemu adik tirinya, Shizuka. Di sinilah akhir dari keseluruhan cerita. Genji telah bertemu anaknya dari Heiko dan masih harus menunggu beberapa tahun hingga pertanda terakhirnya terwujud, yaitu saat dirinya dibunuh oleh tusukan pedang dan meninggal dalam pelukan Shizuka. Kata-kata terakhir yang ia dengar dari Shizuka adalah, “Kau akan selalu menjadi My Shining Prince” 

Kesan yang ingin saya katakan, bahwa novel terakhir ini sukses membuat mata saya berkaca-kaca. Saya suka penggambaran ceritanya yang rumit dan mendetail. Plot yang melompat-lompat membuat saya tegang menebak-nebak kejutan apa lagi yang muncul nanti. Banyak misteri yang terungkap di sini, seperti siapa pembunuh Lord Kiyori, Siapa sebenanrnya Lady Shizuka yang muncul dalam pertanda Genji, serta beberapa pengkhianatan yang dilakukan oleh bawahan Genji.

Secara keseluruhan buku ini sangat menghibur dengan kalimat-kalimat bijak dan permainan emosinya. Saya kasihan pada Heiko yang harus meninggal jauh dari kampung halamannya. Awal-awal membaca, saya tidak suka tokoh ini, karena profesinya sebagai Geisha yang penuh kepura-puraan, tipu muslihat dan manipulasi. Tapi pengorbanannya pada Genji membuat saya terharu. Tokoh laki-laki favorit saya adalah Genji dan Matthew Stark. Kehidupan Matthew Stark yang penuh tragedi dan sikapnya yang pahlawan membuat saya simpati pada tokoh ini. Sementara untuk tokoh perempuan, saya suka Emily dan Heiko. Emily karena kelembutannya dan Heiko karena keberaniannya.

Genji yang digambarkan selalu menyunggingkan senyum tipis, entah kenapa, tiba-tiba mengingatkan saya pada tokoh utama film “God of Gambler”, om Chow Yun Fat. Kalau saja buku ini difilmkan dan seandainya saja Chow Yun Fat masih berusia 24 tahun, dia pasti cocok sekali memerankan tokoh Genji sebagai bangsawan atau raja seperti di filmnya yang berjudul “Anna and The King”.
18 May 2012

Samurai : Kastel Awan Burung Gereja


Pengetahuan bisa menghambat. Ketidaktahuan justru membebaskan. Tahu kapan untuk tahu dan kapan untuk tak tahu, sama pentingnya dengan pedang yang tajam 
-Suzume-no-Kumo (1434)-

Novel ini berlatar zaman Edo tahun 1861 ketika klan Tokugawa masih menguasai shogun. Genji Okumichi adalah seorang Bangsawan Agung (Daimyo) Akaoka dan merupakan keturunan terakhir klan Okumichi. Keturunan klan ini terkenal dengan kemampuannya meramal masa depan. Genji juga mewarisi kemampuan itu. Cerita bermula dari kedatangan Zephaniah Cromwell, Emily Gibson dan Matthew Stark –tiga misionaris Kristen- ke Jepang. Pada masa itu terjadi pergolakan zaman dan perbenturan budaya Timur dan Barat. Kedatangan misionaris telah menimbulkan gerakan anti asing di Jepang. Di Jepang, rakyat setiap daerah mengikuti agama yang dianut bangsawan agung pemimpin mereka. Jika bangsawan tersebut menganut salah satu sekte Buddha, rakyatnya juga akan menganut sekte itu. 

Ieyasu, sang Shogun pertama, telah melarang agama Kristen. Dia mengusir pendeta asing dan menyalib puluhan ribu rakyat yang memeluk agama Kristen sehingga lebih dari 200 tahun Kristen tak berhasil masuk Jepang. Pada zaman Edo, agama Kristen secara resmi masih dilarang tapi dalam hukum tak lagi setegas itu. Kedatangan Zephaniah, Emily dan Stark di wilayah Edo disambut baik oleh Genji. Zephaniah adalah pimpinan misionaris. Matthew Stark bergabung dengan rombongan tersebut hanya agar bisa masuk ke Jepang. Tujuan sebenarnya adalah membalas dendam pada Ethan Cruz, orang yang telah membantai istri dan anak-anaknya. 

Sementara Emily adalah seorang gadis yang trauma dengan masa lalunya. Tak seorang pun siswa di sekolah yang menyukai Emily. Hanya kepala sekolahnya, Zephaniah Cromwell yang selalu melindunginya. Zephaniah kemudian mengajak Emily untuk menjadi misionaris di Jepang. Sebelum berangkat ke Jepang, Emily bertunangan dengan Zephaniah. Sayangnya Zephaniah meninggal akibat luka parah setelah ditembak ketika ia baru saja menginjakkan kakinya di wilayah Edo. 

Genji Okumichi berbeda dengan bangsawan pada umumnya, ia tidak suka terikat etiket kuno yang kaku dan mengikat. Meski dari perawakan Genji terlalu halus untuk disebut pejuang, namun ia memiliki ketajaman membaca orang-orang di sekitarnya sehingga ia tahu siapa saja yang akan berkhianat. Genji mendapat pertanda bahwa suatu saat ia akan diselamatkan oleh orang asing dalam sebuah upaya pembunuhan. Selain itu, dalam pertandanya Genji melihat sosok wanita misterius bernama Lady Shizuka. Genji mempunyai seorang paman bernama Lord Shigeru yang juga memiliki kemampuan meramal masa depan. Bedanya, pertanda yang dialami Genji hanya berupa potongan-potongan dan sewaktu-waktu, sementara Lord Shigeru mampu melihatnya secara lengkap dan tanpa jeda. 

Musuh Genji yang bernama Kawakami adalah seorang komandan polisi rahasia Shogun. Dendamnya pada Genji berlatar peperangan Sekigahara yang terjadi pada tahun keempat belas kekaisaran Go-Ieyasu yang melibatkan nenek moyang mereka. Perang tersebut berhasil mempertahankan posisi klan Tokugawa sebagai Shogun selama beratus-ratus tahun. Genji juga memiliki seorang Geisha bernama Mayonaka no Heiko yang berarti Keseimbangan Malam. Heiko sebenarnya adalah Ninja pembunuh yang dikirim oleh Kawakami. Ia siap membunuh Genji kapan saja jika Kawakami memerintahkannya. Genji telah mengetahui hal itu namun tetap bersikap biasa. 

Genji yang memperlakukan ketiga misionaris tersebut dengan baik mengundang protes dari bawahannya. Namun, ramalan bahwa suatu saat Genji akan diselamatkan oleh orang asing akhirnya terbukti. Emily menyelamatkan nyawanya dalam sebuah penyerangan ketika mereka berangkat menuju Kastel Awan Burung Gereja. Sebelum terjadi peperangan antara Kawakami dan Genji di Kuil Mushindo, Kawakami mengungkap alasan mengapa ia menyusupkan Heiko ke istana Genji. Sebuah kenyataan yang bahkan Heiko pun tak mengetahuinya. 

Sementara itu, Stark akhirnya menemukan Jimbo atau Ethan Cruz. Mereka bertemu dan berduel pistol. Jimbo kalah, ia tewas setelah wajahnya hancur diserbu peluru-peluru Stark. Dendam Stark terbalaskan. Ketika Stark berniat kembali ke San Fransisco, Genji menyuruh Heiko ikut bersamanya. Sementara itu Emily tetap tinggal di Jepang dan menjadi penerjemah gulungan teks Suzume-no-Kumo. 

Lewat novel ini, sang pengarang, Takashi Matsuoka menggugat sejarah kelam bangsa Jepang yang menutup diri selama ratusan tahun. Di saat orang-orang asing mempelajari ilmu pengetahuan, orang jepang masih terus berperang karena dendam pertempuran dua abad lalu. Banyak unsur yang terlibat di dalamnya, norma, dogma, agama, kehormatan, kemanusiaan, kesetiaan, dendam sampai cinta terlarang. Mengenai tokoh-tokohnya, menurut saya tidak ada tokoh yang benar-benar baik selain Emily. Saya sudah menebak-nebak hubungan antara Genji dan Emily sejak kebersamaan mereka dalam perjalanan menuju Kastel Awan Burung Gereja. Di bagian akhir saya agak kaget dengan sebuah tindakan sadis yang dilakukan Genji. Padahal sejak awal, Genji bukanlah sosok yang suka menumpahkan darah.
16 May 2012

Random (2)

Assalamu’alaikum warahmatullah wabaraktuh

Postingan kali ini akan membahas tentang apa saja yang terjadi setelah hampir sepekan saya berada di kampung. Tidak penting memang, tapi saya rasa perlu untuk mempublikasikannya kepada teman wartawan sekalian. Oke deh, prolog nggak usah panjang-panjang. Let’s bekicot.
  1. Pertama-tama izinkanlah saya jengkel sejenak. Kejengkelan ini saya bawa sejak masih di Makassar. Bukan apanya, Supermoon sudah dua kali muncul tapi penampakannya yang superbesar itu tidak pernah kelihatan di atas langit rumah dan mungkin juga di seluruh kawasan Indonesia. Padahal seumur-umur, salah satu obsesi saya adalah bisa melihat bulan yang super besaaaaarrr, seperti yang digambarkan dalam anime Inuyasha. Tapi yah apa boleh buat, saya cuma bisa lihat gambarnya di internet. Dari beberapa gambar yang dimuat, yang paling bagus adalah gambar yang diambil di Yunani, kalau nggak salah di reruntuhan Acropolis. Bulannya besar sekali, merah pula. Huhuhu...pengen nangis rasanya. Tapi nggak apa-apalah, setidaknya masih bisa lihat efek ‘halo’. Itu lho, yang seperti lingkaran pelangi di sekeliling bulan. 
  2. Terjadi paradoks waktu di sini. Biasanya, selama di kampung waktu serasa berjalan lambat karena kesibukan lebih sedikit dibanding saat di Makassar, jadi kebanyakan santainya. Tapi kali ini sebaliknya. Waktu cepat sekali berlalu. Kalau di Makassar, porsi ngulet-ngulet setelah bangun pagi bisa makan waktu beberapa menit, tapi selama di sini hampir tidak pernah lagi ngulet-ngulet. Pokoknya begitu mata melek, kucek-kucek sebentar, langsung deh serbu kamar mandi.
  3. Cuaca di sini kacau, tidak bisa ditebak. Sepuluh menit cerah, menit berikutnya hujan. Lalu cerah lagi, lalu hujan lagi. Cerah lagi, hujan lagi, cerah lagi, hujan lagi. Cerah lagi, hujan lagi. Cerah lagi, hujan lagi. Cerah lagi, hujan lagi. Cerah lagi, hujan lagi. Kalian pasti capek membacanya, apalagi saya yang menulis dan mengalami langsung. Pernah saat lagi khusyuk-khusuknya di atas motor menyebar polusi pagi-pagi untuk berburu kue, cuaca masih cerah. Matahari masih kelihatan. Tapi baru separuh perjalanan, belum sampai ke penjual kuenya, eh tiba-tiba mendung. Tidak sampai lima detik kemudian saya sudah basah kuyup di atas motor sambil terbengong-bengong. Kemarin malam hujan deras, mati lampu dan kilat melukis langit (tsaah...bahasanya dong, melukis langit). Kalau kilat muncul, ruang tamu jadi terang benderang. Cocok banget syuting film horor saat itu. Atau adegan sinetron yang pelakonnya menampilkan ekspresi terkejut karena mendengar berita kecelakaan. Biasanya adegannya seperti ini : Pelakon 1 : "Mama..Mama...gawat, papa kecelakaan. Mobilnya masuk jurang.".  Pelakon 2 : "APAAAAAA???!!!" (diiringi backsound jreng...jreng...jreng...plus suara petir dan cahaya kilat. Wajah pelakon 2 dishoot lebih dekat)
  4. Selama di sini saya jarang keluar rumah. Paling cuma ke perpus, mini market atau hunting kue jajanan kalau pagi. Selebihnya, bertapa di rumah. Padahal biasanya di hari kedua berada di kampung, saya sudah mengukur jalan pakai penggaris 30 cm (nggak ding). Maksudnya, saya mulai menyantroni rumah teman-teman semasa SMA, menjarah apa saja yang ditemui di sana. Tapi kali ini, sudah hampir sepekan berlalu dan saya belum mengunjungi siapapun. Prok...prok...prok...ini rekor buat saya. Nah, tahukah kalian apa musababnya ? Semua itu adalah ulah benda mini ini. Apakah itu ? Jreng jreng jreng...Modem. Yep, benda mini yang bisa membawa saya main sepatu roda -bukan berselancar- di dunia maya ini adalah tersangka utamanya. Selengkapnya, baca point lima.
  5. Saya adalah penikmat fasilitas gretongan. Ada beberapa titik di kota ini yang menyediakan hotspot gratis, salah satunya Perpustakaan Pusat. Saya bisa berjam-jam menghabiskan waktu membaca buku baru sambil internetan di tempat ini. Tapi di sinilah dilemanya. Main ke perpus berarti harus meninggalkan rumah. Meninggalkan rumah berarti meninggalkan pekerjaan rumah. Meninggalkan pekerjaan rumah berarti melalaikan amanah. Melalaikan amanah berarti dosa. Jadi main ke perpus itu sama dengan dosa. Samakah ? Ah, tidak usah diambil pusing. Intinya, karena tidak memungkinkan bagi saya untuk selalu berkunjung ke perpus jadi saya ambil jalan tengah, beli modem. Modem adalah solusi mutakhir permasalahan saya. Dengan adanya modem, saya bisa internetan sambil nyapu, ngepel, masak atau sambil cuci piring. Bisa posting tulisan kapan aja kayak sekarang ini. Sementara untuk baca bukunya, tinggal pinjam di perpus. Hanya butuh waktu kurang dari 15 menit. Caranya : Ngebut ke perpus, isi buku tamu, langkahi dua-dua anak tangga ke lantai atas, langsung ke rak buku bertuliskan “Sastra”, ambil dua atau tiga buku, bukunya dicatat di bagian peminjaman, loncati lagi dua anak tangga ke lantai bawah dan ngebut pulang. Yup, masalah saya bisa diatasi dengan modem. Karena itu sebelum pulang kampung saya bela-belain beli modem yang bikin dompet tambah tipis. Anyway, saya puas.
  6. Walau sudah berada di rumah, saya jarang nonton TV. Ini karena saya pulang dengan membawa setumpuk buku dari Makassar. Selain agar tidak mati gaya, saya juga kasihan melihat buku-buku itu menumpuk karena belum dikhatamkan. Jadinya, di saat senggang saya lebih memilih berkhalwat dengan mereka. Kalau pun nonton, acara TV yang saya ikuti hanya seputar berita terkini jatuhnya pesawat Sukhoi dan serial animasi Shaun The Sheep.
  7. Kalau diperhatikan, cara remaja naik motor di kota ini belum berubah sejak saya masih SMA, masih invalid. Jadi begini, ada semacam gaya atau tren naik motor yang menurut saya aneh. Mereka mengendarai motor dengan membengkokkan pinggangnya ke salah satu sisi, biasanya ke sisi kiri. Sehingga badan pengendaranya terlihat tidak seimbang kiri dan kanan. Pernah saya tanyakan ke salah satu teman yang juga mengadopsi gaya invalid ini dan dia menjawab bahwa mengendarai motor dengan gaya itu membuat angle-nya terlihat keren.
  8. Saya menemukan lagi sebuah blog yang lumayan seru. Biasalah, kalau lagi keluyuran di dunia maya, saya paling suka baca blog-blognya orang walau jarang meninggalkan jejak di sana. Nah, kemarin malam saya nyasar ke blognya dia. Awalnya cuma baca satu postingan, tapi lama-lama jadi tertarik baca tulisannya yang lain. Desain blognya paduan warna hitam-merah. Dark banget kelihatan, mengingatkan pada game vampire yang pernah saya mainkan dulu. Tapi isi blognya tidak sesuram desainnya. Sebaliknya, tulisannya seru dan informatif. Kebanyakan tulisannya membahas seputar Jepang gitu. Mulai dari dorama, viskei, anime sampai kehidupan sehari-hari. Pssttt...selain itu sepertinya kami punya satu persamaan. Apakah itu ? Kami sama sama......apa coba ?? Ah...lupakan saja. *Botol-botol melayang*
  9. Saya tambah sering memamah emping dan kripik pisang. Soalnya di rumah cuma itu camilan yang tersedia. Apalagi kalau sudah khusyuk di depan laptop, tanpa terasa toples empingnya sudah kosong.
  10. Pagi-pagi buta saya dapat sms dari salah satu personil istiqomers. Sepertinya pagi hari telah menjadi waktu paten sms curcol masuk ke hape saya. Dia sms kalau dia itu shock karena baru tahu si Kibo -kucing peliharaan Istiqomers- telah berpulang beberapa pekan lalu. Katanya dia sampai nangis pagi-pagi mengingatnya. Kibo adalah kucing yang kami pelihara karena si Mika -ibunya- tidak mau mengurus anaknya. Kucing ini akhlaknya baik, tidak suka menggarong seperti kucing luar. Dan karena terbiasa dengan manusia, bagian hitam matanya jadi bulat penuh, tidak runcing seperti mata kucing pada umumnya. Mata hitam yang bulat penuh menandakan kucing itu merasa aman. Luculah pokoknya si Kibo. Sebenarnya saya bukan penyuka binatang, tapi si Kibo adalah pengecualian. Rest in peace, Kibo-chan...!
  11.  Langit di kota ini keren. Bintangnya lebih banyak dibanding yang ada di makassar.
  12. Terakhir, terima kasih telah sudi membaca postingan ini, walau isinya cuma selusin curcol nggak penting. Well, see you in the next post. Salam Ultraman. Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh

Petualangan Yang Sesungguhnya

Entah kenapa saya berharap bisa hidup seperti dalam game Final Fantasy
Err…memang seperti apa kehidupan di dalam game itu ?” 

Terakhir kali saya main game kalau tidak salah waktu kelas satu SMA, saat rumah nenek masih jadi rental PS. Itu pun masih jaman PS 1. Game yang sering saya mainkan adalah Street Fighter, Harvest Moon, Tenchu, balap-balapan dan tentang petualangan monster yang saya lupa namanya. Kalo main game saya selalu duet bareng adik saya yang masih SD. Setelah PS itu dimuseumkan, saya juga pensiun disusul selembar uang lima ribu rupiah sebagai pesangon yang dipotong karena lebih banyak main gamenya dibanding jaga warung. Setelah itu saya tidak lagi tahu menahu perkembangan dunia game.

Suatu hari saya mengutak-atik hape seorang teman dan tertarik dengan tema yang ia gunakan. Tema itu bergambar kartun 3D yang sangat mirip manusia (saya tidak tahu istilahnya). Pahatan wajahnya juga boleh dibilang sempurna. Dengan menggabungkan ras kaukasia dan asia, maka terbentuklah karakter-karakter berwajah tampan dan cantik. Gambar itu berlatar hutan yang dipenuhi cahaya-cahaya putih temaram, mengingatkan saya pada hutan yang menjadi rumah para peri dalam film The Lord Of The Ring. Waktu saya tanya, dia bilang itu berasal dari game Final Fantasy. Saya cuma ngangguk-ngangguk walau tidak paham game macam mana yang dimaksud.

Tapi yang menarik setelah itu adalah pernyataannya bahwa ia ingin hidup di dunia seperti yang digambarkan dalam game. Bahwa akan sangat menyenangkan jika benar-benar ada dunia fantasi dibandingkan dengan dunia yang menjemukan ini. Lebih banyak petualangan, katanya. Mendengar itu saya jadi teringat artikel yang memuat berita seorang laki-laki yang menikah dengan salah satu tokoh anime yang sangat ia sukai. Gambar di artikel itu memperlihatkan mempelai pria sedang tersenyum sambil menggandeng boneka yang akan menjadi istrinya menuju altar. Sekali lagi, sebuah BONEKA. Masya Allah, apa yang ada di kepala orang itu ? Saya juga sudah sering membaca kegilaan yang diakibatkan oleh cinta, tapi artikel itu membuat saya mufakat dengan Andrea Hirata bahwa jika ada sesuatu yang paling absurd di dunia ini, itu adalah cinta. Artikel itu diakhiri dengan pernyataan sang lelaki bahwa ia ingin hidup dengan “istrinya” sampai akhir hayat. Happily ever after ? Dunno.

Setelah itu saya memandang cemas ke arah teman saya dan berharap dia tidak mempunyai pikiran yang aneh-aneh. Kalau yang ia cari adalah kisah petualangannya, Final Fantasy memang menginspirasi dengan segala atributnya yang keren. Tapi di dunia realita, entah di sekitar kita atau di belahan bumi lain, sudah terlalu banyak hal-hal fantastis yang terjadi setiap harinya. Tidak ada hal yang lebih gila dari seorang suami yang membawa istrinya sendiri ke tempat pelacuran. Kerusakan moral, kriminal, bunuh diri, bencana alam, perjuangan hidup, kaum marginal, Rasisme, Penjajahan, orang-orang sukses, orang-orang yang berakhir tragis, gemerlap hidup dunia kelas atas hingga gelapnya kantong-kantong kemelaratan di kolong jembatan adalah layar hidup petualangan yang silih berganti kita temui sepanjang hari, setiap menitnya.

Final Fantasy memang game petualangan yang fantastis. Salah satu produk imajinasi yang dihasilkan otak manusia. Tapi ia hanyalah sebuah game. Game yang sedikit mengalihkan dunia kita dari petualangan yang sesungguhnya, realita. Dan menghadapi realita jauh lebih berguna dibanding berjam-jam main game di depan TV sambil berangan-angan dan mengutuk dunia
12 May 2012

Yang Tertinggal

“Kita kembali ke tempat ini untuk mencari suasana kekeluargaan, 
kenangan yang tertinggal  dan menetralisir individualisme. Mungkin itu yang selalu mengikat sebagian hati kita di sini”
-Seseorang-

Ada dua hal di kota ini yang tidak pernah saya dapatkan di tempat lain. Yang membuat saya wajib melihatnya setiap kali kembali kesini. Yang pertama adalah bulan. Yang kedua, Ruang Jingga. Yang pertama pasti terdengar konyol karena bulan bisa ditemukan di belahan bumi manapun. Tapi seperti kalimat tadi, “ Mencari kenangan yang tertinggal, yang mengikat sebagian hati kita disini”. Beberapa orang pasti bosan dengan ini karena baik di gambar profil, wallpaper laptop, tema hp, film dan buku kesukaan sampai tulisan atau puisi yang pernah diposting pasti selalu berhubungan dengan bulan.

Ah, bulan. Kenapa saya suka novel Tere-Liye yang berjudul “Rembulan Tenggelam di Wajahmu” ? Karena tokoh utamanya, Ray, adalah seorang penyuka bulan. Ia sering berbaring di atap rumah dan tidur di sana saat bulan purnama penuh. Ray yang bisa tenang hanya dengan memandang bulan. Inilah persamaan saya dengan tokoh itu. Kenapa saya sampai menangis saat nonton dorama Tsuki no Koibito walau sebenarnya tidak terlalu paham hubungan antara bulan, furniture dan cinta ? Karena setiap adegan sedih ataupun adegan bahagianya selalu memperlihatkan bulan. Seorang teman bahkan pernah menyebut selera saya kaku dan suram setelah melihat layar laptop yang hanya bergambar bulan biru tertutup awan. Katanya hidup saya tidak berwarna. Kuanggap itu sebagai cobaan yang harus saya jalani dalam hidup ini (halah). Bulan memang punya dua sisi. Sisi gelap dan terang. Saya bisa merasakan kesedihan dan ketenangan di saat yang sama hanya dengan memandangnya. Bagi saya bulan adalah sosok penyendiri dan misterius. Maha Besar Allah yang telah menciptakan makhluk menakjubkan ini.

Nah, bulan di kota ini, bagaimanapun -bagi saya- tidak sama dengan bulan yang saya temui di tempat lain. Karena di sini saya bisa mengiris bulan dan mengukirnya menjadi dua bulan sabit. Satunya saya biarkan di langit dan satunya lagi digantung di jendela kamar. *plaakk* aduh, maaf...maaf...tulisannya malah jadi ngawur begini. Lupakan kekonyolan tadi. Eh, ngomong-ngomong masalah kekonyolan, saya sempat melongok ke twitter dan seorang teman sedang berteriak-teriak konyol setelah melihat foto-foto hyde saat L’Arc~en~ciel konser di Jakarta. Ckckck, itu masih fotonya, bagaimana kalau ketemu orangnya langsung. Saya pastikan anak itu akan kejang-kejang kayak orang kena ayan.

Kembali ke dua hal tadi. Ruang Jingga adalah tempat saya sering menghabiskan sore sejak SMP. Kenapa saya menyebutnya Ruang Jingga ? Karena di sore hari, tempat ini terang benderang oleh warna jingga. Ruangan ini menghadap ke laut, ke arah matahari terbenam. Ruangan ini penuh buku dan dikelilingi jendela yang tertutup kaca. Jika seseorang berdiri menghadap matahari di jendela itu, kemudian memasukkan kedua tangannya ke saku celana dan memandang lurus ke laut tanpa ekspresi, orang itu akan terlihat keren (jangan tanya kenapa saya tahu). Kedua bola matanya akan terlihat lebih kecokelatan dan rambutnya jadi lebih terang. Atau jika seseorang tidur bersandar di sisi jendela dengan buku menutup wajahnya. Bayangan yang terbentuk selalu mengingatkan saya akan gambar terakhir manga “Umi no Aurora”. Di sinilah saya sering menghabiskan waktu sepulang sekolah hingga senja tiba atau hingga petugas mengetuk pintu tanda sebentar lagi ruangan akan ditutup.

Sensasi Pulang Kampoeng

Perjalanan pulang kampung selalu menghadirkan sensasi yang menyenangkan meski telah berulang kali dilakukan. Rasanya tenang sekali ketika perlahan-lahan roda berputar menjauhi kota Makassar. Setelahnya, tinggal duduk di atas bus yang melaju sambil melihat tempat-tempat yang dilalui. Hamparan sawah seperti selendang hijau yang ditiup angin, lembut dan menggelitik. Puluhan kilo ditempuh melewati Gowa, Takalar, Jeneponto dan istirahat sebentar di Bantaeng untuk shalat sambil wisata kuliner. Selesai makan, perjalanan dilanjutkan sampai Bira. Dari sini bus akan naik ke kapal ferry kemudian berlayar ke pulau seberang.

Sesampai di seberang, hari sudah gelap. Tapi perjalanan belum selesai karena kapal merapat di titik paling ujung pulau. Jadi bus masih harus menempuh setidaknya dua jam perjalanan menuju kota. Dan di dua jam inilah pucak paling menyenangkan dari keseluruhan perjalanan. Alam menjadi gelap setelah matahari ditelan horizon, meninggalkan siluet dan hawa dingin. Saya paling suka melihat siluet semak belukar dan pohon-pohon yang berlatar langit senja berwarna kemerahan. Ada kegelapan yang menenangkan di sana. Terlebih jika lampu di dalam bus dipadamkan, pemandangan di luar semakin jelas terlihat lewat kaca. Di saat seperti ini suasana dalam bus biasanya jadi hening. Sebagian karena tertidur dan sebagiannya lagi seperti saya, menikmati siluet.

Setelah beberapa lama satu dua rumah mulai terlihat. Saya suka mengamati sekilas aktivitas para penghuni rumah yang terlihat dari pintu atau jendela yang terbuka. Ada yang bersiap ke masjid, ada yang membaca, menonton TV, mengaji, main kartu, minum kopi, berbaring, tertawa, memandang langit, sampai pada dua remaja yang berasal dari planet berbeda –satu dari Mars dan satu lagi dari Venus- terlihat malu-malu satu sama lain. Makhluk dari Mars sibuk menggaruk kepalanya –yang saya yakin tidak gatal- sambil tersenyum dan makhluk dari Venus menunduk terus seolah-olah uang recehnya jatuh ke tanah.

Saya suka malam karena ada bulan. Saya suka malam karena gelap membuat rumah-rumah seperti titik cahaya dari kejauhan. Itu terlihat seperti bintang-bintang yang melancong ke bumi dan berenang di sana. Setelah dua jam, sampailah bus di terminal kota. Dari sini, para penumpang menyebar ke rumah masing-masing. Perjalanan selesai.
10 May 2012

Ruang Fatamorgana

Hujan turun lagi, seperti sore itu
Melemparku melangkahi waktu
Ke sudut tempat kerap kubisik namamu
Dalam keterasingan sepenggal mimpi
Yang mengejar hingga batas terjauh

Lentera jingga memudar
Meninggalkan dongeng pengantar tidur
Mengurai kisah yang baru saja usai
Luruh bersama tetesan hujan

Dan semua menjadi tak sama
Takkan lagi sama
Sesederhana pengertianmu
Dan serumit pemahamanku

Kau yang indah
Yang selalu indah
Walau bukan pada kekinian
Dan tak juga pada lembar kenangan
Meringkuk di sudut tak bertuan
Memeluk kefanaan

Aku masih merindukanmu
Di sini
Selalu
 
;