13 January 2012

Ombak Kesendirian

30 Desember 2011... 

Belakangan ini sore kerap berkomplot dengan mendung. Persekutuan yang membuat bumi diliputi keremangan sepanjang hari. Awan kelabu terlalu tebal bagi matahari untuk membangunkan lazuardi. Akhirnya, tertidurlah ia untuk beberapa waktu yang tak pasti. Hujan pun semakin mempersempit jarak hadirnya. Tak menyisakan ruang bagi cerah. Menghilangkan aroma romansa yang disepakati kebanyakan orang di tempat ini. Apa boleh buat, setelah berhari-hari saling menyapa dengan mendung yang tak mau pergi, kupikir tak masalah jika memandang laut yang berlatar remang langit. Mungkin akan terasa lebih dingin dari biasanya. Dan, di sinilah aku terparkir. Marina, begitulah sebutan tempat ini. Kuacuhkan saja tatapan aneh orang-orang melihat seonggok makhluk terdampar sore hari di tepi pantai beratapkan mendung, sambil mengetik. 

“Berikanlah keberanian pada kami yang berdiri menghadap ombak kesendirian” 

Kalimat pertama yang kuisikan pada lembar microsoft word. Aku ingat karena pernah menemukannya dalam tulisanmu. Belakangan aku tahu kalau itu adalah kalimat penutup sebuah buku yang mendekam di perpustakaan. Kau juga pernah merapalnya berulang kali di Ruang Jingga sambil menatap langit yang baru saja berganti warna. Kini, ombak terhampar hanya beberapa meter dari tempatku berpijak. Lama aku menatapnya. Ombak itu tak sendiri. Mereka ada banyak. Seperti bukit-bukit yang menari. Seperti selendang yang dipermainkan angin. Seperti hempasan tetesan hujan raksasa yang jatuh dari langit. Ada banyak, aku bahkan tak bisa menghitung jumlahnya. Lalu mengapa menyebutnya ombak kesendirian ? Aku bingung. Filosofi-filosofi anehmu sering membuatku sakit kepala. Kubaca kembali kalimat ini. Kutatap laut sekali lagi....
Sekali lagi...
Sekali lagi...
Akhirnya angin kehilangan kesabarannya dan menamparku yang terlalu lambat siuman. Gelombang laut buru-buru menepi dan membisikkan sesuatu.
....
....
Di langit timur selimut malam mulai membentang. Bumi mengabut, seperti kaca yang buram oleh hembusan nafas. Kutinggalkan tempat itu dengan tulisan yang tak juga bertambah. Membiarkannya mengujar pada dingin yang dikirimkan benang-benang perak dari langit ;
“Wahai Sang Pemilik Keabadian, berikanlah keberanian pada kami yang berdiri menghadap ombak kesendirian...
 
;