20 November 2014

Tiga Kuntum Daisy

Lukisan itu bersandar di sudut kamar. Bingkainya berwarna hitam dengan sudut-sudut dilapisi kertas. Berhari-hari kubiarkan seperti itu, hingga debu halus mulai menyelimutinya. Sesekali kupandangi lekat-lekat sambil menyesap teh. Begitu dekat jaraknya dariku, namun begitu jauh dari jangkauanku. Bulan-bulan berlalu, debu mengendap semakin tebal. Kuambil selembar kain, kubersihkan, lalu kumasukkan ke dalam kantong kertas. Kubawa pada seorang kenalan yang akan berangkat ke kota lain. Ia boleh menyimpan atau memberikannya, kataku padanya. Siapapun tak masalah. Kemana pun tak masalah. Heran ia menerima, tapi tak juga berpanjang tanya. Sudut kamarku pun kosong. Lukisan itu sudah tidak ada. Tak perlu lagi kuhabiskan waku menatap begitu lama. Pagi berjalan seperti biasa. Kubuka jendela, kurapikan buku, kusetrika baju, kuseduh segelas teh dan menyesapnya pelan-pelan. Kulirik kembali sudut itu, mengingat jejaknya sewaktu masih ada. Cukup lama. Cukup lama.
 
;