Lukisan itu bersandar di sudut kamar. Bingkainya berwarna
hitam dengan sudut-sudut dilapisi kertas. Berhari-hari kubiarkan seperti itu, hingga
debu halus mulai menyelimutinya. Sesekali kupandangi lekat-lekat sambil
menyesap teh. Begitu dekat jaraknya dariku, namun begitu jauh dari jangkauanku.
Bulan-bulan berlalu, debu mengendap semakin tebal. Kuambil selembar kain, kubersihkan,
lalu kumasukkan ke dalam kantong kertas. Kubawa pada seorang kenalan yang akan
berangkat ke kota lain. Ia boleh menyimpan atau memberikannya, kataku padanya. Siapapun
tak masalah. Kemana pun tak masalah. Heran ia menerima, tapi tak juga berpanjang
tanya. Sudut kamarku pun kosong. Lukisan itu sudah tidak ada. Tak perlu lagi kuhabiskan
waku menatap begitu lama. Pagi berjalan seperti biasa. Kubuka jendela, kurapikan
buku, kusetrika baju, kuseduh segelas teh dan menyesapnya pelan-pelan. Kulirik kembali
sudut itu, mengingat jejaknya sewaktu masih ada. Cukup lama. Cukup lama.