10 December 2014

Zankyou no Terror

 

“Itulah sebabnya kau menerima kasus ini. Karena kau tidak bisa memaafkan penjahat yang bermain-main dengan senjata nuklir”
~Kurahashi, Zankyou no Terror~

Terorisme tanpa korban jiwa, adakah ? Ada. Tapi hanya di dunia anime. Lagi-lagi, hal-hal bagus sering ditemukan secara tak sengaja. Saat berkunjung ke rumah teman untuk suatu urusan, tetangganya yang ternyata penggemar anime bercerita sekilas tentang anime ini. Kedengarannya menarik, lagipula kalau hanya 11 episode berdurasi 23 menit, kenapa tidak ?

Umumnya anime bercerita dari sudut pandang sang pahlawan. Tapi anime ini sebaliknya, bercerita dari sudut pandang si teroris. Berawal dari pencurian Plutonium di Aomori yang dilakukan oleh dua remaja bernama Nine (Kokonoe Arata) dan Twelve (Hisami Touji). Enam bulan sejak peristiwa itu, rangkaian teror bom mulai bermuculan di berbagai tempat di wilayah Tokyo. Sehari-harinya, kedua remaja ini menyamar sebagai siswa di sebuah sekolah tinggi. Selain mereka, ada pula tokoh lain bernama Mishima Lisa, gadis yang punya banyak masalah terutama menyangkut ibunya. Lisa menggambarkan senyum Twelve seperti matahari di musim panas dan mata Nine yang dingin seperti es.

Dalam setiap aksinya, mereka rutin mengunggah video ke internet sebagai teka-teki yang mengarah ke lokasi target bom. Dalam rekaman video, mereka memakai topeng Spinx, sejenis monster yang muncul dalam kisah mitologi Yunani, Oedipus Rex. Tragedi Oedipus dimulai ketika ayah Oedipus diberitahu oleh peramal bahwa ia akan dibunuh oleh putranya sendiri. Oleh karena itu sang ayah membuang Oedipus ke hutan tepat setelah kelahirannya. Namun Oedipus berhasil bertahan hidup dan tumbuh dewasa. Entah bagaimana ceritanya Oedipus memang akhirnya membunuh sang ayah tanpa tahu bahwa orang itu adalah ayahnya. Ia lalu berkunjung ke negeri ayahnya dan menikah dengan ibunya sendiri. Setelah tahu bahwa ia membunuh ayah dan menikah dengan ibu kandungnya, Oedipus pun mencongkel matanya dan menjadi buta.

Aksi Nine dan Twelve bukan sekadar remaja yang cari perhatian. Atau remaja yang bosan lalu membom berbagai tempat untuk menghilangkan kebosanan Aksi teror yang mengadopsi mitologi Oedipus Rex itu adalah sejenis pesan terkait apa yang mereka alami bertahun-tahun sebelumnya. Pesan yang berhubungan dengan proyek penelitian rahasia yang dilakukan oleh pemerintah terhadap 26 anak panti asuhan. Pesan yang tidak dapat mereka sampaikan hanya dengan melapor langsung ke polisi. Ibaratnya seperti teriakan kecil di tengah keributan, teriakan itu akan hilang sebelum sempat didengar oleh siapapun. Uniknya, aksi mereka direncanakan sedemikian matang hingga tak sampai menimbulkan korban jiwa.

Episode terakhir mengingatkan kita pada masa perang dunia kedua ketika bom atom menelan ribuan korban. Tapi bagi dua remaja ini, ada cara meledakkan bom nuklir tanpa melukai siapapun. Endingnya betul-betul menguras emosi. Lagi-lagi dibuat menangis oleh tokoh fiktif dan cerita rekaan. Perasaan mengambang menggantung lama bahkan setelah anime berakhir. Dari segi gambar, empat jempol untuk anime ini *angkat `jempol kaki*. Grafisnya mendetail, mirip dengan yang asli. Tata kota, pohon, jalan raya, kereta, hujan dan langitnya mirip dengan yang nyata. Seperti grafis anime Kotonoha no Niwa. Oleh karena itu dengan mantap saya nobatkan anime ini sebagai anime terbaik yang saya tonton sepanjang tahun 2014.

"Ingatlah jika kami pernah hidup” 
~Nine~
 
;