23 July 2015

The Hunter (Kogoeru Kiba)


Detektif Takako Otomichi adalah mantan polisi patroli sepeda-motor, salah satu dari sedikit perempuan di departemennya. Ia dihadapkan pada kasus pembunuhan berantai yang pelakunya tampaknya bukan manusia. Untuk memecahkan kasus ini, Takako dipasangkan dengan Takizawa, detektif senior yang sinis dan tak senang mendapat partner detektif perempuan. Penyelidikan mereka mengarah pada penemuan yang mengejutkan. 

The Hunter adalah karya Asa Nonami, penulis Jepang bestseller pemenang penghargaan Japanese Mystery and Suspense Award. The Hunter memenangkan penghargaan Naoki yang bergengsi pada tahun 1996. Novel ini sudah diadaptasi dalam tiga film. Dua film Jepang dan satu film Korea. Tapi baik film Jepang maupun Korea belum ada satu pun yang saya nonton. Tahunya juga baru belakangan, lepas baca novel ini. Nah, berbeda dari kisah detektif yang biasa saya baca dimana pelaku kejahatan adalah tokoh yang sudah muncul sejak awal cerita dan pembaca diajak menebak-nebak di antara sederet nama, hal semacam itu tidak ditemukan dalam The Hunter. Kita ikut arus saja menelusuri keseharian Takako dan partnernya, Takizawa dalam melacak si pembunuh berantai.

“Beginilah cara orang-orang hidup. Bahkan setelah dikhianati suami atau istri atau anak mereka, bahkan setelah diperdaya, mereka terus melanjutkan hidup. Mereka mungkin hidup dengan penuh kesedihan dan mengalami kepedihan, namun mereka terus melanjutkan hidup.” (Takako, hal. 418)

Cerita dibuka dengan pembunuhan di sebuah restoran keluarga. Korban dibunuh dengan cara keji, dibakar hidup-hidup di tengah keramaian. Pelaku menggunakan sabuk berpengatur waktu yang sudah dirancang khusus dengan memasukkan bubuk peroksida benzoyl ke dalamnya (anak kimia akan menyukai novel ini). Kemudian lanjut ke pembunuhan lain yang sepertinya dilakukan hewan bertaring. Sesekali cerita berpindah ke kehidupan pribadi kedua tokoh. Takako yang dikhianati suaminya dan Takizawa yang ditinggal istrinya serta dibuat pusing oleh kelakuan anak laki-lakinya. Betul-betul partner yang sempurna, satu pembenci laki-laki dan satu lagi pembenci wanita. Tapi jangan harap ada drama romantis macam di film-film, karena mereka berkerja secara profesional. Begitu kasus selesai, mereka kembali ke departemen masing-masing. Ini poin penting yang membuat novel ini tidak keluar dari jalur mystery and suspense.

“Bahkan bagi seorang wanita, pernikahan bukan satu-satunya hal penting dalam hidup” (Takako, hal. 535)

Dalam serial Detektif Conan, masalah selesai kalau Shinichi sudah turun tangan. Yang lain cuma jadi figuran. Satu kasus bisa selesai satu, dua atau tiga hari. Nyatanya, satu kasus bisa memakan waktu berbulan-bulan menguras pikiran dan tenaga. Mulai dari otopsi tubuh korban, wawancara saksi mata, investigasi TKP, penelusuran kaitan satu kasus dengan kasus lain dan bantuan para ahli untuk menguak cara pelaku membunuh. Ditambah lagi rutinitas menulis laporan tiap ada penemuan baru. Pekerjaan berat macam itu tidak bisa dikerjakan oleh satu orang saja, tapi melibatkan kerja sama berbagai departemen kepolisian. Ini poin lain yang membuat novel ini tampak realistis jika terjadi dalam dunia nyata.

Sayangnya, saya tidak begitu nge-klik ketika masuk bagian “pelaku yang tampaknya bukan manusia”. Maksudku, okelah anjing serigala bisa dilatih untuk mengenali dan membunuh korban tertentu tanpa repot-repot mengotori tangan tuannya. Okelah anjing serigala bisa percaya pada orang tertentu yang baru pertama kali ditemuinya. Okelah anjing serigala jauh lebih cerdas dibanding anjing biasa. Okelah anjing serigala bisa melacak satu orang selama berhari-hari tanpa ditemani tuannya. Okelah si Topan (nama Hayate diterjemahkan menjadi Topan) digambarkan sebagai anjing serigala yang besar dan gagah dengan bulu perak yang indah. Tapi apa iya Topan bisa semanusiawi itu ? Apa iya anjing serigala bisa punya inisiatif sendiri ? Setahu saya, yang namanya hewan terlatih selalu didahului perintah tuannya semisal “berdiri”, “duduk”, “kejar” atau “ambil”. Dan apa iya anjing serigala bisa memutuskan untuk harakiri ketika misinya telah selesai ? Well, sepertinya saya gagal paham menangkap ikatan emosi antara manusia dan anjing. Penyebabnya tentu saja karena saya tidak punya pengalaman apa pun tentang hewan yang katanya paling setia itu. Jadi hal-hal semacam itu menjadi tanda tanya bagi saya sebagai pembaca.

“Sialan, tidak ada laki-laki pantas di mana pun, tak peduli ke arah mana kau mencari.” (Takako, hal. 536)
 
;