Kuharap aku tidak terlambat. Semoga aku bertemu Shadow. Semoga
aku bertemu Poet juga, tapi terutama Shadow. Cowok yang melukis dalam
kegelapan. Melukis burung-burung yang terperangkap di tembok bata dan
orang-orang yang tersesat di hutan hantu.
Malam ini aku harus bertemu dengannya.
Apapun yang terjadi.
Graffiti Moon adalah judul asli novel ini, yang entah kenapa dalam versi terjemahan diganti menjadi Under The Blue Moon. Padahal dilihat dari isinya, Graffiti Moon adalah judul yang benar-benar pas. Covernya juga keren binggo (lihat gambar di bawah). Sementara Blue Moon,
setahu saya, adalah istilah untuk fenomena alam ketika purnama muncul
dua kali dalam sebulan. Seingatku, di tahun ini pernah terjadi Blue Moon, tapi lupa bulan berapa.
“Kata Mom, ketika keinginan bertabrakan dengan pemenuhan, itulah momen kebenaran.” (Lucy)
Sebenarnya saya tidak tahu kenapa tiba-tiba beli novel ini. Tapi
mungkin saja karena graffiti mengingatkan pada tembok di sepanjang jalan
Pettarani di Makassar. Dulu lukisannya bagus-bagus, tapi kemudian
dihapus dan diganti dengan lukisan baru yang lebih payah (sorry).
“Itulah yang kusukai dari seni, yaitu apa yang kau lihat
terkadang lebih menyangkut siapa dirimu daripada apa yang terpampang di
tembok. Aku memandang lukisan ini dan memikirkan betapa semua orang
menyimpan rahasia.” (Lucy)
Edward Phil(omena) Skye dan Leopold Green bersahabat sejak kecil. Ed
menyukai seni tapi memiliki masalah dalam baca-tulis. Sementar Leo suka
puisi dan tulisan tangannya sangat bagus. Leo selalu membantu menuliskan
tugas-tugas Ed. Mereka berdua menyamar menjadi Shadow dan Poet yang
melukis dinding-dinding kota. Shadow yang melukis dan Poet membubuhkan
kata-kata dalam lukisan itu. Saya suka bagian ini karena apa dilukis
Shadow tidak harus sesuai dengan kata-kata Poet. Artinya lukisan dan
kata-kata dalam adalah dua persepsi yang berbeda. Seperti ketika Shadow
melukis seekor burung yang telentang menghadap langit, Poet membubuhkan
kata Damai dalam lukisan itu. Tapi Shadow tak merasa demikian dalam lukisannya.
Lucu rasanya, dua orang bisa menatap hal yang sama tapi
melihatnya dengan cara yang berbeda. Aku tidak menemukan kedamaian
ketika melihat burung itu. Aku melihat masa depanku, dan kuharap masa
depanku cuma sedang tidur. (Ed/Shadow)
Sementara Lucy yang menghabiskan waktunya di studio pengrajin kaca,
terobsesi oleh sosok Shadow dan Poet. Terutama Shadow. Ia sangat ingin
bertemu dengannya. Hingga suatu malam menjelang akhir kelas 12, Lucy
mengajak dua sahabatnya, Jazz dan Daisy serta tiga lainnya yaitu Ed, Leo
dan Dylan untuk mencari sosok Shadow. Di sini masalahnya, karena Ed dan
Leo harus berpura-pura ikut mencari sosok misterius yang tak lain
adalah diri mereka sendiri. Ed dan Lucy kenal satu sama lain, tapi ada
pengalaman tak menyenangkan dua tahun sebelumnya yang membuat Lucy
mematahkan hidung Ed.
“Namun, itu tidak kulakukan, karena definisi gila adalah
melakukan sesuatu yang hampir sama dua kali dan mengharapkan akhir yang
berbeda” (Ed/Shadow)
Novel ini mengambil sudut pandang yang berganti-ganti antara Lucy Ed,
dan kadang-kadang Leo. Tapi bagian Leo semuanya diisi oleh bait-bait
puisi. Saya suka karakter tokoh-tokohnya. Tidak ada kesan karakter
laki-laki ditulis oleh perempuan. Selain itu pemilihan kata-kata
penulisnya keren. Untuk menggambarkan malam saja penulisnya membuat
seolah-olah malam itu bola raksasa yang gelap. Sisanya, saya begong
saja, karena bukan anak seni jadi banyak yang tidak saya pahami. Tentang
proses pembuatan kaca, tentang pemilihan warna cat atau tokoh-tokoh
seni yang tidak saya kenal.
“Jika terlalu dingin, ia akan pecah. Terlalu panas, bentuknya
akan berubah. Ketahuilah sifat-sifat kaca, dan kau bisa membentuknya
menjadi apa pun yang kau inginkan.” (Al)
Satu-satunya kekurangan (jika bisa disebut kekurangan), adalah tidak
ada visualisasi yang mendukung. Saya penasaran seperti apa
lukisan-lukisan Shadow yang dideskripsikan dalam novel. Atau seperti apa
model huruf buatan Poet yang beri nama empty itu. Tidak adanya
visualisasi membuat saya sulit konsentrasi. Sepertinya kata-kata yang
saya baca berhamburan keluar sebelum sempat saya cerna.
“Mimpi adalah satu-satunya cara pergi ke tempat mana pun.” (Ed/Shadow)
Terakhir, ada dua puisi Poet yang yang saya suka berjudul Mungkin dan Detak di Dalam. Puisi Mungkin sebenarnya datar-datar saja, tapi entah kenapa seperti tidak asing kubaca.
Mungkin
Mungkin kau dan aku
Mungkin kau dan aku
Mungkin kau dan aku
Tapi mungkin tidak
Mungkin aku akan melupakan dia
Mungkin aku akan melupakan dia
Mungkin aku akan melupakan dia
Tapi mungkin tidak
Detak di Dalam
Di dalam tubuhnya ada pagar kawat
Dan di balik pagar kawat itu ada anjing
Dan di balik anjing itu ada pencuri-pencuri
Dan di balik pencuri-pencuri itu
Ada segerombolan mimpi buruk
Dan di balik mimpi-mimpi itu
Jika kau bisa melewati mimpi-mmpi itu
Ada hal-hal yang membuatnya berdetak
Tak, tak, tak