11 March 2013

Cerita Kemarin

Kemarin, langit sore berwarna kelabu, tidak jingga seperti selalu. Dalam perjalanan pulang, pikiran saya masih tertinggal di sebuah ruang pertemuan berdinding putih pucat. Sehari sebelumnya saya berkeliaran di Grahamedia mencari buku yang dipesan adik. Tanpa sengaja mata saya tertumbuk pada salah satu buku yang duduk berdampingan dengan novel Dewi Lestari. Sebuah buku renungan. Tak perlu berpikir lama untuk membawa buku itu ke meja kasir. 24 jam berikutnya, siapa sangka, penulisnya sudah duduk di depan saya. Selama pertemuan berlangsung saya lebih banyak diam. Sesekali menjawab jika ditanya. Dan lebih sering garuk kepala yang tidak gatal.

Sepulangnya saya mengambil rute yang berbeda dari biasa. Berjalan pelan. Terlalu pelan malah, sambil menendang kerikil yang berserakan. Rasanya ingin lebih lama berada di jalan. Dari jauh segerombolan anak berkerumun di dekat perempatan. Salah satu di antaranya, anak laki-laki dengan tinggi tak sampai sepinggang dan usia berkisar 5 atau 6 tahun tiba-tiba berlari mengampiri. Dia mengelus-elus ujung jilbab yang sudah kusut saya pakai. Mungkin dia ingin bertanya atau mengatakan sesuatu, ternyata tidak. Setelah itu dia malah berbalik menuju kawanannya sambil tersipu-sipu. Saya kembali garuk kepala yang tidak gatal.
 
;