02 September 2015

Trilogi Takhta

The False Prince
 

 Empat anak laki-laki diculik. Empat anak yang penampilannya sangat mirip. 
Sage, salah satu di antara mereka, membongkar fakta di balik penculikan itu –bahwa ada yang akan dipilih untuk berperan menjadi pangeran yang hilang –ia tahu bahaya sekarang menghadang. Sage sadar hanya ada satu cara supaya bisa bertahan dalam permainan penuh kebohongan dan kelicikan ini. Ia harus menjadi sang pangeran, atau ia akan dibunuh.

The Runaway King
 

Kerajaan yang nyaris hancur. Raja yang hilang. Siapa yang akan bertahan ?
Beberapa minggu setelah Jaron naik takhta, ada yang berusaha membunuhnya. Desas-desus bahwa sebentar lagi pecah perang pun merebak di balik dinding-dinding istana, dan Jaron merasa suasana di Carthya makin lama makin tegang. Dalam waktu singkat, ia sadar bahwa kepergiannya dari Carthya mungkin merupakan satu-satunya cara untuk menyelamatkan kerajaan itu. Namun, Jaron kemudian bertanya-tanya apakah tindakannya tidak terlalu jauh. akankah ia bisa pulang lagi ? Atau apakah ia harus mengorbankan nyawa demi menyelamatkan kerajaannya ? 

Berlatar negeri fiksi bernama Carthya, beredar desas-desus bahwa Raja Eckbert, Ratu Erin dan pewaris takhta satu-satunya –pangeran Darius telah meninggal akibat diracun. Takhta raja kosong. Para regen masih membicarakan siapa yang akan menduduki posisi itu. Pangeran Darius punya adik laki-laki bernama Jaron. Berbeda dengan kakaknya yang mendedikasikan hidupnya untuk menjadi penerus Raja Carthya, Jaron suka memberontak, tidak suka dikekang aturan istana, suka membuat masalah dan selalu menentang ayahnya. Ratu Erin dan Darius menyayangi Jaron, tapi Raja Eckbert yang malu dengan kelakuan putra bungsunya mengirim Jaron ke tempat yang jauh untuk belajar. Di tengah perjalanan, kapal yang ditumpangi Jaron diserang bajak laut. Jaron dikabarkan tewas bersama seluruh penumpang dalam serangan tersebut. 

“Ayahku berkata orang bisa berpendidikan dan tetap bodoh, dan orang bijak bisa tidak berpendidikan sama sekali.”

Latamer, Roden, Tobias dan Sage, empat remaja laki-laki yang tampilan fisiknya sangat mirip satu sama lain. Nasib mereka juga mirip, dibeli dari panti asuhan oleh seorang bangsawan bernama Bevin Conner kemudian dibawa paksa ke desa Farthenwood. Conner menyatakan tujuannya membawa keempat anak laki-laki itu. Mereka akan dilatih untuk berperan menjadi pangeran Jaron. Conner ditemani oleh dua bawahannya yaitu Cregan dan Mott. Mereka berdua yang akan melatih keempat anak itu. Hanya satu yang akan terpilih, sisanya kemungkinan besar akan dibunuh untuk menjaga rahasia. Conner membual bahwa semua itu dilakukan untuk menyelamatkan negeri Carthya. Kenyataannya, ia hanya ingin diangkat menjadi salah satu regen utama dalam pemerintahan dan mengendalikan raja di balik layar.

“Jika kau tidak bisa memberi siapa pun penderitaan, maka kau juga tidak akan bisa memberi mereka sukacita.”

Latamer dibunuh oleh Cregan di tengah perjalanan ketika menyatakan mundur dari permainan. Tersisa Tobias, Roden dan Sage yang harus bersaing menjadi pangeran atau berakhir seperti Latamer. Novel ini diceritakan dari sudut pandang Sage, yang sifatnya mirip sekali dengan Jaron yang tidak suka diperintah. Berkali-kali ia berusaha kabur tapi selalu tertangkap. Karena itu ia sering dihukum. Ada beberapa tokoh lain seperti Imogen dan putri Amarinda yang punya peran penting dalam cerita. Tidak banyak yang bisa saya tuliskan, nanti jadi spoiler. Tapi twist-nya benar-benar lihai. Saya sudah menebak-nebak dan tetap saja hasilnya di luar dugaan. 

“Kurasa kau pasti menyukai rasa sakit, karena kau terus-terusan membuat orang kesal sampai mereka menyakitimu.”

Setelah Jaron naik takhta, ada yang berusaha membunuhnya. Belakangan diketahui pelakunya adalah anggota bajak laut dari Avenia. Carthya berada di ambang peperangan. Letaknya yang berada di tengah-tengah daratan dan tak memiliki lautan menjadikan Carthya sasaran empuk negara tetangga. Ada Gelyn di utara dan barat, Mendenwal di timur dan Avenia di Selatan. Semuanya berusaha mengambil alih Carthya. Apalagi melihat fakta bahwa Raja Carthya masih sangat muda untuk memerintah kerajaan. Yang paling berpeluang menyerang Carthya adalah Avenia yang bersekutu dengan perompak. Jaron melihat bahwa satu-satunya cara menyelamatkan Carthya dari Avenia adalah dengan menaklukkan para perompak itu. Jika mereka tunduk, Avenia tidak akan berani menyerang Carthya. The Runaway King menceritakan petualangan Jaron menyusup ke markas bajak laut.

“Ketika kau ada dalam posisiku, kau menjadi sadar betapa sedikitnya orang yang bisa dipercaya.”

Ada tambahan tokoh baru dalam The Runaway King. Senangnya lagi, sekuel karya Jennifer A. Nielsen ini lebih baik dibanding buku pertama. Karakter Jaron berkembang pesat. Kagum dengan kemampuannya berdebat, pemilihan kata-katanya yang cerdas dan sifatnya yang keras kepala luar biasa. Ternyata si penulis menciptakan tokoh ini dengan meminjam sifat dua murid yang pernah diajarnya di kelas debat SMA. Jaron mungkin pemberontak, tapi dia tidak pernah lari, bahkan ketika situasi memungkinkan. Dia selalu menghadapi masalah secara langsung. Orang-orang mungkin menganggapnya ceroboh tapi dia selalu punya pemikiran sendiri. Dengan karakternya yang unik ini, Jaron sudah mampu memimpin Carthya.

“Akan selalu ada pergolakan. Hanya alasan dari pergolakan itu yang berubah.”

Karakter Imogen dan putri Amarinda juga diberi porsi lebih banyak dibanding buku pertama. Imogen adalah pelayan yang sebelumnya bekerja di rumah Conner. Sementara Amarinda adalah putri yang sejak kecil terikat perjanjian dengan Carthya bahwa ia akan menikah dengan siapa pun yang menjadi penerus takhta kerajaan. Kerajaan Amarinda adalah satu-satunya sekutu Carthya. Mulanya ia ditunangkan dengan Darius. Tapi setelah kematian Darius, adiknya, Jaron diangkat menjadi raja. Jaron mungkin lebih dulu bertemu dengan Imogen dibanding Amarinda. Dan Amarinda mungkin masih menyukai Darius. Biasanya saya tidak suka karakter putri dalam novel-novel. Tapi kali ini saya berharap Jaron akan didampingi Amarinda jika kelak memerintah Carthya. 

Terkhusus Jaron, kata-katanya membuat saya meleleh di lembar-lembar terakhir. Hahaha… Sebenarnya dialog antara Jaron dan Amarinda lebih tepat disebut perjanjian antara partner kerja dibanding antara calon raja dan ratu, tapi dengan cara tertentu dialog mereka berdua terasa sangat romantis. Porsi yang hanya disisakan di penghujung buku itu malah membuat saya berulang-ulang membacanya. Penulis sangat jeli menempatkannya di akhir. Bagaimana pun keras kepalanya Jaron, dia juga bisa bersikap manis. Kata-katanya sederhana tapi cerdik, khas pendebat. Saya yakin Amarinda kena panas dingin mendengarnya. Ngehehe…

“Apakah kau membenciku, karena aku bukan Imogen, karena kau harus menikahiku suatu hari ?” (Amarinda)

“Apakah kau membenciku ? Karena aku bukan Darius, dan karena kau harus menikah denganku suatu hari ?” (Jaron)

“Aku melepasnya. Dan aku memintamu untuk melepaskan kakakku juga.” (Jaron)

Carthya sudah di ambang peperangan. Gelyn dan Mendenwal mulai melancarkan serangan dari arah utara dan timur. Bersama orang-orang kepercayaannya, Jaron siap berperang.
Sayangnya, pembaca harus bersabar dulu sementara waktu karena seri terakhir belum diterbitkan.
 
;