13 May 2017

Wujudkan Ramadhan Terbaikmu!


Buku yang ditulis oleh Akmal Sjafril ini tipisnya cuma 73 halaman. Tapi isinya nendaaang.  Pas...pas... kena hatiku-lah istilahnya. Hihihi... Buku ini sebenarnya sudah dibaca sejak sebelum Ramadhan tahun lalu. Tapi waktu itu belum sempat nulis di blog. Buku kecil ini tidak dirancang untuk membahas fiqih Ramadhan, meski tetap ada kaitannya. Fokus utama pembahasannya adalah mengembalikan Ramadhan kepada perspektif yang paling sederhana. Sebab kebanyakan orang gagal memaknai Ramadhan, bukan karena kurang paham, tapi justru karena terlalu banyak hal yang menyibukkan dirinya di luar ibadah-ibadah Ramadhan.

Bab pertama menguraikan pokok masalah secara umum. Kesalahan utama dalam memahami shaum adalah kehilangan fokus pada tujuan. Misalnya saja, orang yang sudah belasan bahkan puluhan tahun melaksanakan ibadah shaum, tapi pikirannya masih saja berkisar seputar lapar dan haus, sehingga bekerjanya tanpa gairah, tidurnya lebih banyak, menuntut pulang cepat dan kegembiraan terbesarnya hanyalah mendapat THR di akhir bulan. Jika seharian di rumah, maka kerjanya hanya mencari hiburan lewat TV. Mulai dari bangun sahur nonton lawak, setelah matahari terbit lanjut nonton konser live yang diisi oleh host dan artis yang tetiba pakai baju koko dan hijab. Setelah itu lanjut nonton sinetron yang lain dari biasanya karena disesuaikan dengan bulan Ramadhan. Adapun program taushiyah yang agak serius hanya muncul sekitar 15-30 menit menjelang berbuka. Setelah itu, siklus hiburan berjalan seperti biasa sampai larut malam. Nah, kalau acara hiburannya live, kapan tarawihnya ? 

Bab dua mengajak pembaca untuk meninggalkan segala ‘masalah klasik’ yang membuat shaum menjadi kelihatan lebih rumit dari semestinya. “Don’t sweat it!”, kata orang. Agar bisa fokus pada hal penting, kita harus abaikan hal-hal yang tidak penting. Menjaga shalat dan ibadah lainnya itu penting, sementara nonton sinetron tidaklah penting. Berbuka bersama keluarga itu penting, sedangkan kebiasaan para artis ketika berbuka adalah berita yang tidak penting. Sahur itu penting, nonton acara lawak saat sahur sama sekali tidak penting. Sederhana, kan ? Banyak hal dalam ibadah kita yang justru menjadi runyam karena kita sendiri yang bikin runyam. Kita tidak akan punya cukup waktu untuk menyelesaikan tilawah dan target harian jika waktu kita habis untuk hal-hal yang tidak penting.

Bab tiga dan empat berusaha mendudukkan Ramadhan pada tempatnya. Bahwa ibadah shaum sejatinya tidak pernah dibatasi hanya dengan tidak makan dan tidak minum. Walaupun memang makan, minum dan berhubungan suami istrii adalah tiga hal yang membatalkan shaum. Ketiga hal ini adalah perbuatan halal. Artinya jika tidak sedang shaum, ketiganya halal dilakukan bahkan bisa bernilai ibadah. Tetapi ketiganya dilarang utnuk dilakukan saat shaum dan baru boleh setelah berbuka. Pertanyaan kritisnya : jika yang halal saja ada yang dilarang saat shaum, apalagi yang haram ? Lisan yang berdusta, mata yang tidak ditundukkan, atau telinga yang terus mendengar gosip tetap menuai dosa. Jadi kalau hanya sekedar tidak makan dan tidak minum, anak-anak SD pun bisa. Oleh karena itu, tentu yang sudah lama jam terbangnya bisa lebih dari sekedar menahan lapar dan haus. 

Hal penting lain yang disoroti buku ini adalah interaksi kita dengan Al Qur’an. Sebab salah satu keistimewaan Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al Qur’an, maka cara terbaik menghayati Ramadhan adalah dengan mengakrabi Al Qur’an. Banyak orang bersemangat mengkhatamkan Al Qur’an di bulan Ramadhan. Ada yang hingga dua atau tiga kali, bahkan lebih. Itu semua baik. Target satu juz per hari jelas merupakan cita-cita mulia. Akan tetapi, satu juz per hari itu tidak wajib, sedangkan membaca Al Qur’an dengan tajwid yang benar itulah kewajiban asasi dalam tilawah. Ada yang karena kejar target tilawah, bacaannya pun balap-balapan dan akhirnya belepotan. Padahal Allah memerintahkan kita untuk membaca Al Qur’an secara perlahan-lahan (tartil). Oleh karena itu penting untuk belajar tahsin mulai sekarang, bahkan jauh hari sebelum Ramadhan. 

Bab kelima diberi judul “Playoff”. Bagaikan Playoff dalam sebuah musim kompetisi, umat muslim menjadikan Ramadhan sebagai titik klimaks dalam ibadah setahun. Bab keenam mengajak pembaca untuk bercermin kepada generasi sahabat dan bagaimana Allah men-tarbiyah mereka dengan Ramadhan. Bab ketujuh mengupas hal lain yang mengganggu fokus para pecinta Ramadhan seperti banyaknya riwayat palsu yang menjanjikan hal-hal bombastis kepada mereka yang melakukan amalan-amalan tertentu. Riwayat semacam ini banyak beredar di Indonesia dan tidak sedikit yang percaya. Bab tujuh membahas “Arti Kemenangan”, mengajak pembaca untuk bertanya pada diri sendiri : apakah selama ini kita sudah menang ? Dua bab terakhir menjelaskan bagaimana memilih teman yang baik sebagai rekan seperjuangan di bulan Ramadhan akan sangat menentukan hasil akhirnya. Juga menguraikan cara menjaga diri agar kebaikan-kebaikan yang kita peroleh di bulan Ramadhan tidak menguap begitu saja, sembari menunggu kedatangan Ramadhan berikutnya. 

Yup, demikian rangkuman buku ini. Semoga bisa jadi rekomendasi bacaan terkait bulan Ramadhan. Selamat mempersiapkan diri menyambutnya. Semoga umur kita sampai ke bulan suci tersebut. Aamiinn...
 
;