Animal Farm
Penulis : George Orwell
Penulis : George Orwell
Penerbit : Bentang
Halaman : 142
Novel ini sudah lama masuk dalam daftar buku yang ingin dibeli. Tapi
baru terealisasi setelah dipanas-panasi oleh Yoru. Ceritanya kami beritiga,
Yoru, saya dan Aie meet up di sebuah rumah makan. Reunian alumni Pondok
Istiqamah jaman kuliah. Waktu itu Yoru membawa novel ini, dan terus menerus
berkicau tentang betapa bagusnya novel ini. Ah, menjengkelkan sekali. Baiklah
akan kubeli juga. Ternyata kicauannya benar. Novel klasik yang tipis ini memang
bagus.
Animal Farm merupakan metafor
politik yang berlatar di sebuah peternakan bernama Peternakan Manor. Para
binatang di peternakan itu berencana melakukan pemberontakan terhadap manusia
dan mewujudkan sebuah dunia di mana binatang dapat berkuasa atas dirinya
sendiri. Setelah kekuasaan manusia digulingkan, tampil dua pemimpin baru,
Snowball dan Napoleon. Dua babi yang merupakan binatang paling cerdas di antara
seluruh binatang di peternakan. Tapi di mana-mana pemimpin itu hanya satu.
Tidak boleh ada dualisme kepemimpinan. Jika ada dua, maka salah satunya harus
disingkirkan. Tujuan yang awalnya ingin memerdekakan diri dari perbudakan
manusia, pelan-pelan bergeser menjadi tujuan untuk merebut kekuasaan. Setelah
satu pemimpin disingkirkan, maka penguasa berikutnya akan melakukan apa
saja…apa saja untuk melanggengkan kekuasaannya.
Novel ini mengingatkan saya pada kata-kata Jonas Jonasson dalam The 100-Year-Old Man Who ClimbedOut of The Window and Disappeared bahwa balas dendam itu seperti
politik, satu hal akan diikuti hal lain sehingga yang buruk menjadi lebih buruk
dan yang lebih buruk akan menjadi paling buruk. Persis seperti yang menimpa
para binatang di peternakan itu. Mereka memang sudah bebas dari perbudakan oleh
manusia. Tapi mereka tidak lepas dari perbudakan sesama binatang. Dan kehidupan
mereka tidak jauh lebih baik dibanding sebelum revolusi.
Ketika
Malaikat Tak Bersayap
Dipnjam dari teman. Tapi karena sudah dikembalikan, saya lupa nama
pengarang dan penerbitnya. Buku ini berisi puluhan kisah manusia penuh hikmah
mulai dari kisah para Nabi, Rasul maupun orang-orang saleh di masa dahulu dan
masa sekarang. Di setiap akhir kisah disertakan poin-poin pelajaran yang bisa
diambil.
The Great of
Two Umars
Penulis : Fuad Abdurrahman
Penulis : Fuad Abdurrahman
Penerbit : Zaman
Halaman : 316
Buku ini sudah beberapa kali pindah tangan sebelum akhirnya bisa
membacanya. Dibeli sewaktu pulang kampung beberapa bulan lalu. Ternyata orangtua
di rumah tertarik membacanya. Bahkan kadang-kadang mereka rebutan membaca
ketika ada waktu senggang di sore hari. Keduanya punya bookmark yang berbeda di
buku ini, tergantung sejauh mana bacaannya. Usai membaca biasanya mereka
menceritakan ulang kisah-kisah di dalamnya. Rasanya senang sekali ketika
orangtua ikut membaca buku-buku kita.
Sesuai judulnya, buku ini becerita tentang kehidupan dua orang khalifah,
yaitu Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz. Keduanya masih satu garis
keturunan. Pada suatu malam, seperti biasa Umar bin Khattab berkeliling
memeriksa rakyatnya. Ketika sampai di salah satu rumah, ia mendengar percakapan
antara seorang ibu dan putrinya. Ibu tersebut memerintahkan putrinya untuk
mencampurkan susu dengan air agar mereka mendapatkan keuntungan berlipat. Apalagi
tidak ada seorang pun yang melihat. Namun gadis tersebut menolak karena takut
kepada Allah, bukan kepada khalifah. Keesokan harinya Umar bin Khattab mengajak
anak laki-lakinya yang belum menikah bernama ‘Ashim untuk menemui Ibu gadis
tersebut dan melamarnya untuk anaknya. Dari mereka berdua lahir anak perempuan.
Anak perempuan itulah yang kelak melahirkan Umar bin Abdul Aziz.
Buku ini dipecah menjadi dua bagian. Bagian pertama memuat kisah-kisah
Umar bin Khattab baik sebelum maupun setelah menjadi khalifah, sedangkan bagian
kedua memuat kisah-kisah Umar bin Abdul Aziz. Di tulisan ini saya akan lebih
fokus pada kisah Umar bin Abdul Aziz, sebab insya Allah kebanyakan dari kita
sudah mengenal mengenal sosok Umar bin Khattab, Sang Pembeda yang terkenal
dengan ketegasannya, dan bahwa wilayah Islam berkembang pesat di bawah
kepemimpinan beliau. Kalau tidak salah beliau juga masuk dalam salah satu dari
100 tokoh paling berpengaruh menurut Michael H. Hart.
Umar bin Abdul Aziz tumbuh di Madinah. Sejak kecil ia gemar menuntut
ilmu dari para syekh Madinah. Kebiasaannya yang menonjol adalah ia sering duduk
bersama para sesepuh Quraisy dan jarang sekali duduk bersama para pemuda. Ia
diasuh oleh pamannya, Abdul Malik bin Marwan, yang kala itu menjabat sebagai
khalifah. Kemudian Umar dinikahkan dengan putri khalifah sendiri, Fatimah binti
Abdul Malik.
Umar adalah satu-satunya keturunan Bani Umayyah yang tidak mencerca Ali
bin Abi Thalib. Cercaan itu berlatar dari perseisihan antara Ali bin Abi Thalib
dengan Mu’awiyah bin Abu Sufyan. Sehingga pada masa kekhalifahan Bani Umayah, para
gubernur gemar mengutuk Ali dalam berbagai kesempatan termasuk saat khotbah
Jumat. Tapi sejak Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi gubernur, kemudian
menjadi khalifah, beliau menyurati semua gubernur agar tidak lagi mengutuk Ali
bin Abi Thalib di setiap khotbah Jumat.
Sebelum masa kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz, ada beberapa keturunan
Abdul Malik yang menjabat sebagai khalifah yaitu Al-Walid bin Abdul Malik dan
Sulaiman bin Abdul Malik. Sejak pemerintahan Mu’awiyah bin Abu Sufyan,
kekhalifahan memang tidak lagi dipilih berdasarkan ketaqwaan seseorang, tapi
berubah menjadi kekuasaan yang diwariskan. Sementara itu, Umar bin Abdul Aziz
bukanlah keturunan Abdul Malik. Meski demikian, khalifah yang menjabat saat
itu, yaitu Sulaiman bin Abdul Malik sangat dekat dengan Umar bin Abdul Aziz.
Beliau diangkat sebagai menteri dan penasihat Khalifah. Berbeda dengan
pendahulunya, Al-Walid bin Abdul Malik, khalifah Sulaiman bukanlah orang yang
sombong dan egois. Ia juga tidak mudah dipengaruhi oleh para bawahannya.
Ketika khalifah Sulaiman merasa bahwa ajalnya semakin dekat, ia
berunding dengan penasihatnya, Raja bin Haiwah, tentang siapa yang akan menjadi
penggantinya. Akhirnya diputuskan bahwa Umar bin Abdul Aziz yang akan menjadi
khalifah berikutnya. Namun mengingat bahwa akan terjadi kekacauan jika ia tidak
mengangkat salah seorang anak-anak Abdul Malik, maka dalam surat keputusan
tersebut ditambahkan bahwa Yazid bin Abdul Malik akan menjadi khalifah setelah
Umar bin Abdul Aziz. Di tempat yang berbeda, Umar mulai gelisah, ia khawatir
jika dirinya ditunjuk sebagai khalifah. Anak-anak Sulaiman pun harap-harap
cemas siapa di antara mereka yang akan ditunjuk sebagai khalifah. Sesaat setelah
Sulaiman wafat, Raja bin Haiwah mengumpulkan Umar bin Abul Aziz dan seluruh
keluarga Sulaiman. Ia kemudian mengumumkan bahwa khalifah berikutnya adalah
Umar bin Abdul Aziz. Tentu saja keluarga Sulaiman tidak terima keputusan
tersebut. Tapi Raja bin Haiwah membentak dan mengancam akan mengeksekusi jika
mereka tidak taat pada keputusan tersebut. Ini pentingnya peran penasihat yang
tegas dan amanah. Akhirnya, mereka pun membaiat Umar. Ketika dibaiat, Umar mengucapkan
“Innalillahi wa innaa ilaihi raaji’un”
sebab ia diberi perkara yang tidak disukainya. Baru kali ini saya membaca ada
pemimpin yang ketika diberi kekuasaan justru menanggapnya sebagai ujian. Nah,
bagaimana kerja-kerja beliau selama menjabat sebagai khalifah ?
“Kalian merugikan diri sendiri! Kalian menikah dengan
anak cucu Umar bin Khattab, tetapi hanya Umar bin Abdul Aziz yang meneladaninya.” (Bibi Umar
bin Abdul Aziz)
Kerja pertama Umar bin Abdul Aziz sebagai khalifah adalah menjual semua
fasilitas khalifah yang diberikan kepadanya dan uangnya dimasukkan ke dalam
Baitu Mal. Ia juga menolak tradisi khalifah sebelumnya yang semua pakaian dan
wewangian diwariskan kepada khalifah sesudahnya. Umar memasukkan semua warisan
itu ke Baitul Mal. Kemudian ia mengembalikan satu per satu harta orang-orang
yang dirampas secara zalim di masa pemerintahan sebelumnya. Ia memutus
pemberian hadiah kepada Bani Umayah, mengambil harta mereka dan
mengembalikannya ke Baitul Mal serta membatalkan kaveling-kaveling tanah yang
dibagikan untuk mereka. Ia menolak segala bentuk hadiah yang diberikan
kepadanya. Baginya perbedaan besar hadiah pada zaman Nabi dengan zamannya
adalah bahwa hadiah pada zaman itu tetap
disebut hadiah, namun di masanya hadiah itu bisa jadi bentuk suap. Ia memecat gubernur
dan pejabat yang zalim dan menggantinya dengan orang yang paling taat beragama.
Seringkali ia melakukan tes terhadap calon pejabat yang akan diangkatnya. Umar
juga menolak permintaan kenaikan tunjangan para Amir dan mempermudah urusan
birokrasi. Suatu hari ia mengirim surat kepada salah satu gubernurnya :
“Aku tahu jika aku menyuruhmu menyembelih kambing dan
membagikan dagingnya kepada fakir miskin, kau pasti akan mengirim surat padaku
menanyakan kambing betina atau jantan. Dan jika kujawab, kau akan bertanya
lagi, ‘Besar atau kecil ?’ Jika kujawab lagi, kau akan kembali bertanya, ‘Apa
warnanya ?’ Jika aku mengirimimu surat berisi perintah, kerjakan saja, asal
tidak menyalahi prinsip kebenaran. Tak perlu banyak tanya.”
Bandingkan dengan ribetnya birokrasi saat ini.
“Pergilah ke rumah yang bernama al-makas (retribusi),
robohkan rumah itu, dan buang rerntuhannya ke laut.” (Surat Umar
bin Abdul Aziz kepada Abdullah bin Auf)
Umar bin Abdul Aziz juga mengembalikan hak-hak para mawali. Mawali
adalah orang-orang Nashrani, Yahudi dan Majusi yang memeluk Islam. Sebelum masa
Umar, mereka dizalimi dengan kewajiban bayar pajak. Begitupun terhadap ahli
dzimmah (warga non muslim yang ada dalam perlindungan pemerintahan islam).
Sebelum masa Umar, mereka diperlakukan tak semestinya. Nilai pajak mereka dua
kali lipat dari seharusnya. Khalifah Umar kemudian menghapus kebijakan itu.
Umar juga menghapus retribusi. Baginya, zakat dan jizyah sudah cukup. Umar juga memerintahkan salah satu
gubernurnya untuk memperbaiki bagunan gereja yang dirobohkan demi perluasan
Masjid Umayyah. Ia tidak ingin membangun masjid yang dilandaskan rasa benci.
Namun akhirnya minoritas Nashrani merelakan gereja mereka setelah mendapat
ganti gereja yang bernilai lebih dan megah.
Yang menarik, selama masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, penggembala
kambing pun merasakan kesalehan sang pemimpin, meski tidak pernah bertemu
dengannya. Diceritakan bahwa suatu ketika, Hasan al-Qashshar melewati seorang
penggembala dengan kambing-kambingnya. Dan di antara gerombolan kambing itu ada
sekitar tiga puluh serigala. Tetapi tidak ada seekor kambing pun yang diganggu.
Pengembala tersebut berkata bahwa bila pemerintahan dipegang oleh seorang
khalifah yang saleh, serigala tidak akan mengganggu kambing-kambing mereka lagi.
Lalu pada suatu malam, serigala menyerang seekor kambing. Gembala tersebut
berkata bahwa mungkin khalifah saleh itu telah meninggal dunia. Ternyata benar,
keesokan harinya Umar bin Abdul Aziz telah wafat.
Salah satu sisi yang menyentuh dari kisah Umar bin Abdul Aziz yaitu
kehidupannya bersama sang istri, Fatimah binti Abdul Malik. Jika membaca
kisahnya, kita akan melihat bahwa mereka berdua romantis dengan cara yang
berbeda dari definisi romantis yang kita pahami. Pada hari pertama menjabat
khalifah, Umar memberi kebebasan istrinya untuk memilih, apakah tetap menjadi
istri khalifah dengan risiko menanggung pekerjaan berat namun penghasilan
pas-pasan, ditambah berkurangnya perhatian kepada anak dan istri. Atau, memilih
masa berpisah. Dan Fatimah memilih mendampingi suaminya. Sebelum Umar menjadi
khalifah, Fatimah memiliki bayak emas dan batu mulia warisan pemerintahan
ayahnya. Namun setelah suaminya menjadi khalifah, ia disuruh memilih :
mengembalikan semua harta itu ke Baitul Mal atau ia berpisah dengan Umar.
Lagi-lagi Fatimah memilih suaminya. Bahkan kelak, setelah suaminya wafat dan ia
ditawari untuk mengambil kembali semua perhiasan itu, Fatimah tetap menolaknya.
Justru Yazid bin Abdul Malik, khalifah pengganti Umar yang mengambil dan
membagi-bagikan harta itu untuk keluarganya sendiri. Menjelang wafat, ketika
Umar meminta semua orang keluar kerena ia tidak ingin didampingi siapapun,
Fatimah tetap tak keluar, ia hanya diam di ruangan yang berbeda yang dipisahkan
oleh sebuah pintu. Sampai berkaca-kaca saya membaca kisah ini. Sosok Fatimah
bin Abdul Malik sebagai seorang istri benar-benar luar biasa. Semoga kita bisa
meneladani pribadi beliau.
Sejak menjadi khalifah, Umar hanya punya satu baju. Ia kerap menangis
jika berbicara tentang mati dan akhirat. Ia tak pernah lagi terlihat tersenyum.
Tubuhnya semakin kurus dan kulitnya menjadi kusam. Seorang budak bahkan sempat
mengira ia tukang batu karena penampilannya yang serba kekurangan. Keluarga
Umar juga sering kelaparan. Anak-anak perempuannya pernah hanya makan bawang
untuk menghilangkan lapar. Atau kadang mereka hanya makan kacang adas. Padahal kekayaan umat Islam berlimpah ruah pada masa itu. Tapi Umar
sangat menjaga keluarganya dari harta zalim dan menjaga perut keluarganya dari makanan yang bukan hak mereka. Saat wafat pun Umar tidak meninggalkan harta untuk anak
istrinya. Tapi ia meninggalkan banyak kebaikan yang kelak akan terlihat
manfaatnya.
“Wahai Mughirah, sesungguhnya ada orang-orang yang
shalat dan puasanya lebih banyak daripada Umar, tetapi aku sama sekali tidak
pernah melihat orang yang lebih banyak mengingat Allah daripada Umar.” (Fatimah
binti Abdul Malik)
Semua kebijakan Umar jelas membuat geram Bani Umayah. Mereka sakit hati
dan merasa disingkirkan. Berbagai jalan ditempuh untuk menjatuhkan Umar. Puncaknya
ketika mereka menjadi otak di balik pembunuhan sang khalifah. Mereka
mengintimidasi pelayan Umar untuk mencampur racun dalam minuman beliau. Tanpa curiga
Umar meminumnya. Racun tersebut membuatnya jatuh sakit. Umar tahu bahwa ia
diracun. Ia juga tahu siapa pelakunya dan juga tahu siapa dalang dibalik
kejahatan itu. Tapi ia memilih memaafkan pelayannya dan memerintahkannya untuk
pergi ke tempat yang tak seorangpun bisa menemukannya. Umar bin Abdul Aziz
kemudian wafat pada Jumat, 20 Rajab 101 Hijriah setelah bergelut dengan
penyakit akibat racun selama dua puluh hari.
Masa kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz sangat singkat, yaitu hanya 2
tahun 5 bulan dan 4 hari, namun ia berhasil menghidupkan kejayaan Islam
sebagaimana pendahulunya. Ia membuat prestasi dan kebijakan yang menguntungkan
rakyat, mengembalikan fungsi Baitul Mal, memperbaiki birokrasi, meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, menghapus pajak-pajak tambahan dan retribusi, mengadakan
uji kelayakan bagi calon gubernur atau pejabat negara dan masih banyak lagi.
Kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz adalah bukti sejarah yang membantah anggapan
bahwa negara yang menerapkan hukum dan syariat Islam rentan terhadap problem
dan krisis.
Selain sebagai pemimpin, beliau juga adalah ahli fikih, hafidz dan
mujtahid. Sejarawan menyebut beliau sebagai pembaharu. Diriwayatkan dalam
sebuah hadits bahwa pada setiap seratus tahun Allah mengutus orang yang akan
memperbaiki persoalan agama ini. Dan Imam Ahmad melihat bahwa pembaharu pada
masa seratus tahun pertama adalah Umar bin Abdul Aziz.
Perbedaan
utama pemerintahan Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz adalah bahwa ketika
Umar bin Khattab menjadi khalifah, masih banyak sahabat Rasul yang siap
membantu menegakkan kebenaran. Sementara Umar bin Abdul Aziz hidup pada masa
yang jauh dari masa sahabat, sehingga sedikit sekali yang akan menolongnya
dalam menegakkan kebaikan. Maka di sinilah pentingnya mentarbiyah masyarakat. Sebab
bahkan para Nabi dan Rasul pun membutuhkan pengikut bukan hanya dari segi
jumlah tapi juga kualitas keimanan, sehingga akan lahir orang-orang yang siap membantu perjuangan.