Lanjutan dari sini
Nah itu tadi kisah yang pertama. Kisah yang kedua terjadi pada malam hari sekitar jam 11. Saat itu teman saya yang gampang kaget sedang asyik online di depan laptopnya. Ia duduk lesehan sambil bersandar di dinding dan sesekali tersenyum (kadang juga tertawa) melihat layar monitor. Sepertinya, begitulah kondisi orang-orang yang baru saja hijrah dari dunia nyata ke dunia maya. Karena kamarnya yang agak panas, saya berniat cari angin di luar. Saya berjalan melewatinya yang masih lincah menekan tombol-tombol keyboard.
Nah itu tadi kisah yang pertama. Kisah yang kedua terjadi pada malam hari sekitar jam 11. Saat itu teman saya yang gampang kaget sedang asyik online di depan laptopnya. Ia duduk lesehan sambil bersandar di dinding dan sesekali tersenyum (kadang juga tertawa) melihat layar monitor. Sepertinya, begitulah kondisi orang-orang yang baru saja hijrah dari dunia nyata ke dunia maya. Karena kamarnya yang agak panas, saya berniat cari angin di luar. Saya berjalan melewatinya yang masih lincah menekan tombol-tombol keyboard.
Sebelum mencapai gagang pintu, tangan saya berhenti di udara karena terdengar bunyi pagar yang diguncang dengan keras. Bunyinya seperti bunyi pagar yang dirusak oleh demonstran ketika melakukan aksi di depan kantor DPR. Bunyi itu terdengar berulang-ulang, sepertinya pelaku benar-benar berniat merusak pagar depan. Karena penasaran, saya buru-buru memutar gagang pintu. Ketika pintu baru terbuka sedikit, tiba-tiba sebuah tangan terulur di atas tangan saya. Dengan gerakan kilat tangan itu mendorong lagi pintu sampai tertutup. Kemudian terdengar bunyi kunci yang diputar dua kali.
Tentu saja saya kaget dan langsung menoleh, ternyata empunya tangan adalah teman yang tadi sedang online. Saya ternganga melihatnya. Lincah amat orang ini. Tadi dia masih online di tempat duduknya. Jarak antara tempat duduk dan pintu ada sekitar 2,5 meter. Dan hanya sepersekian detik waktu yang ia butuhkan untuk berlari mencapai pintu. Hebat betul, saya terbengong-bengong melihatnya. Sementara itu, ia telah berubah menjadi cecak, menempel di pintu dan merekatkan telinganya, menunggu lanjutan keributan tadi. Kelihatan di matanya ia sangat cemas.
“Jangan keluar”, katanya.
“Kenapa ?”
Ia tidak menjawab, hanya memegang gagang pintu kuat-kuat seolah-olah itu adalah warisan terakhir yang ia punya. Saya memutar bola mata. Ya ampun anak ini, yang benar saja. Saya menyingkirkan tangannya, memutar kunci kemudian menghambur keluar. Di luar kamar, sudah berdiri Kakak Pertama (sebutan untuk penghuni kos yang paling tua) yang terlihat santai memandang sumber kegaduhan sambil menyeruput Teh Gelas.
Setelah ditanya, Kakak Pertama menjawab bahwa keributan itu adalah karena petugas PLN yang sedang bekerja. Saya mengangguk paham. Dan seperti teringat sesuatu, saya langsung menoleh ke teman saya tadi. Ia terlihat mengenaskan dengan bahu yang melorot, tangan yang memeluk tiang, mata yang terpejam dan napas yang dihembuskan kuat-kuat pertanda bahwa dirinya sangat lega. Saya tertawa sampai terbungkuk-bungkuk melihatnya. Yeah, kecemasannya memang keterlaluan.
Demikianlah kejadian-kejadian lucu yang terjadi pada teman saya yang gampang kaget itu. Apa kalian menangkap kelucuannya ? Kalau tidak, ya kan saya sudah bilang di awal tadi kalau cerita ini memang tidak akan selucu jika dilihat langsung.