Musibah yang menimpa sepupu saya beberapa hari yang lalu membuat saya semakin menyadari betapa menakutkannya jadi calon ibu. Sepupu saya sedang hamil muda dengan usia kehamilan sekitar 5 minggu. Beberapa hari sebelum masuk rumah sakit, ia sempat melakukan USG dan dokter mengatakan kandungannya baik-baik saja. Tapi dua hari setelah USG, ia mengalami pendarahan. Karena semakin lama perutnya semakin sakit, akhirnya ia dilarikan ke rumah sakit Ibu dan Anak.
Saat itu suaminya sedang ada proyek di luar kota jadi yang menemaninya hanya adiknya, saya dan seorang sepupu lainnya *yeah, jumlah kami sesepupuan memang bisa bikin dua tim sepak bola*. Sementara orangtuanya baru berangkat menuju Makassar setelah kami kabari. Berhubung dokter yang biasa memeriksanya sedang ke luar kota, jadi pemeriksaan digantikan oleh asisten. Saya terus menemaninya selama pemeriksaan tapi sibuk tutup mata dan telinga karena takut. Asisten dokter mengatakan bahwa jalan lahir belum mengalami pembukaan sehingga pemeriksaan dilanjutkan dengan USG. Saat USG, saya dibolehkan untuk melihat janinnya di monitor. Tapi yang terlihat hanya bulatan kecil.
Setelah beberapa lama, asisten dokter tersebut mengerutkan kening dan bergumam sendiri, “Seharusnya usia segini sudah kelihatan...” Saya kembali melihat monitor tapi tetap tidak mengerti apa-apa. Setelah USG selesai, asisten dokter kemudian menjelaskan masalahnya bahwa janin sepupu saya tidak berkembang. Rasa sakit yang timbul itu karena janin sudah mendekati jalan lahir dan secara alaimah tubuh akan mendorong janin keluar. Tapi karena janinnya tidak keluar, jadi pilihannya adalah harus dikuret. Mendengar kata kuret saya langsung menoleh ke sepupu saya dan melihatnya mematung, raut wajahnya berubah. Kecewa. Ia lalu meminta waktu sendiri untuk menghubungi suaminya. Dari jauh saya bisa lihat sepupu saya sedang menangis. Ini adalah kehamilan pertamanya, pengalaman pertamanya menjadi calon ibu. Sayangnya nasib berkata lain.
Menjelang maghrib, orangtuanya tiba di rumah sakit. Proses kuret membutuhkan persetujuan dari suami, Tapi karena suaminya masih dalam perjalanan, jadi yang menandatangani adalah ayahnya. Saya pernah mendengar kata kuret dan setahu saya ini adalah pengobatan yang menyakitkan. Setelah kejadian ini saya jadi tambah takut menjadi ibu. Saat melahirkan, seorang ibu mempertaruhkan nyawanya. Disebutkan pula bahwa sebelah kakinya telah berada di gerbang kematian. Ibu pernah bercerita bahwa saat melahirkan saya, prosesnya berjalan lancar. Saya tidak banyak menyusahkannya. Saya bahkan mbrojol sebelum bidannya datang. Semoga saya benar-benar bisa jadi anak yang berbakti dan tidak menyusahkan orangtua. Aamiin...