Jalan
raya adalah area yang menyelipkan bahaya di
setiap jengkalnya. Baik
karena kondisi jalan yang rusak atau pengendara yang tidak
mematuhi aturan
lalu lintas. Di jalan raya, seorang pengendara kadang hanya berjarak 3 inchi dari
malapetaka. UGD rumah sakit pun tidak
pernah absen dari pasien kecelakaan. Fakta
ini membuat ayah dan ibu menerapkan peraturan yang aneh, yaitu saya dibebaskan
mengendarai motor selama di kampung tapi tidak di Makassar. Jangankan
mengendarai, hanya diantar pakai motor pun tidak boleh. Karenanya setiap kali
pulang ke rumah, saya selalu membawa misi yang sama : diizinkan bawa motor
sendiri. Dan butuh waktu setahun lebih sebelum berhasil membujuk mereka.
Angkot
dan motor masing-masing punya kelebihan dan kekurangan. Angkot melindungi
penumpang dari hujan dan matahari, bisa membaca buku, bisa
lebih
leluasa memperhatikan
sekitar dan bahkan bisa tidur.
Kekurangannya adalah terlalu lama menunggu, terlebih bila sedang macet. Perjalanan yang
normalnya hanya satu jam bisa menjadi lebih
lama dua kali lipat. Selain itu, sudah
menjadi kebiasaan supir untuk menunggu penumpang
sampai angkot penuh. Sementara mengendarai
motor
membuat kita lebih efisien dengan
waktu. Lebih cepat sampai di tujuan dibanding angkot. Namun tidak memungkinkan untuk membaca dan beristirahat. Kalau
hujan turun, harus menepi dulu dan
menunggu hingga
reda. Saya tidak suka pakai jas hujan. Pun kalau jalan kaki tidak suka pakai
payung.
Setelah
beberapa waktu
malang melintang sebagai pengendara
amatir, ada satu hal yang menyita perhatian saya. Padatnya jalan raya membuat
pengendara motor terbiasa
menyelip di antara deretan mobil. Kebiasaan nyelip-nyelip itu mengharuskan
pengendara seteliti
mungkin melewati celah tanpa menyentuh apalagi meninggalkan goresan di badan mobil. Sering saya dapati
pengendara motor berusaha menyalip
di antara dua mobil. Dalam pandangan saya,
jarak antara dua mobil itu tidak memungkinkan untuk dilewati motor. Kalau pun bisa, akan menabrak kaca spion mobil. Tapi ternyata
saya salah, pengendara itu
dengan santainya melajukan motornya.
Sesaat sebelum menyentuh spion mobil, dia menginjak
rem.
Momentum ketika motor direm, yang hanya memakan waktu dua detik itulah dia meliukkan badannya ke
kiri dan ke kanan untuk menghindar kaca spion mobil yang berada di ke dua sisinya.
Saya terkagum-kagum
melihat kejadian
dua detik itu. Sering saya berpikir untuk nekat mencobanya. Tapi
kekhawatiran saya ternyata lebih besar. Bisa runyam masalahnya kalau sampai
ada mobil yang tergores. Saya sudah pernah menyerempet mobil orang. Saat
itu sepupu yang bawa motor. Beruntungnya, orang itu tidak marah dan memaafkan
kecerobohan kami.