02 January 2015

Random (7)

I was really there. And that was enough to make me feel infinite. I feel infinite.” 
~Charlie, The Perks of Being Wallflower~ 

Pukul delapan malam itu, saat Oshin, sebut saja begitu karena orang-orang pun nyaris lupa nama aslinya, mengajakku ke dermaga. Kami berlari ke kolong rumah mengambil sepeda dan mengayuh cepat-cepat, takut bertemu nenek di jalan. Saat melewati masjid, dari jendela kaca kulihat nenek masih duduk bersama jamaah lain. Kebiasaan beliau selepas shalat Isya adalah berlama-lama cerita dengan temannya. Jantungku serasa mau lompat karena takut bercampur senang. Itu pelarian paling mendebarkan yang pernah kualami. Karena setelahnya nenek mengerahkan para sepupu dan tetangga ke seantero kota Benteng untuk mencari dua bocah perempuan yang keluar malam tanpa pamit. Padahal kami mengunjungi dermaga yang letaknya hanya dua blok dari rumah. 

Saat itu langit cerah, ribuan bintang memadati langit. Seperti serpihan kaca. Kami menggotong sepeda turun ke pantai. Oshin bersepeda menyusuri garis pantai. Sementara aku berguling-guling di atas pasir, mirip Enola dan Helen di film Waterworld yang begitu girang ketika akhirnya menemukan Dryland. Bunyi ombak, suara Oshin yang tertawa, semilir angin laut, pantai yang gelap dan langit malam yang kutatap. Di momen itu, untuk pertama kalinya aku merasa bebas. 

“Walaupun tinggal serumah dengan bulan dan matahari namun hati tidak tentram, maka itu bukan sumber kebahagiaan” 
~Ibu~ 

Aku terkagum-kagum pada kalimat itu sampai-sampai kucatat agar tidak lupa. Diucapkan dalam bahasa Selayar dan menurutku lebih mengena dibanding bahasa Indonesia. Tapi kira-kira seperti itulah terjemahannya. Siang itu aku membantu mengetikkan tugas-tugas ibu. Lalu sepupu ibu datang berkunjung. Mereka pun terlibat diskusi serius tentang berita yang mencuat belakangan ini. Tak disangkal jika materi dan kedudukan adalah dua dari sekian indikator kebahagiaan. Ada orang yang memiliki berbagai materi yang hanya bisa diimpikan orang lain. Bolak-balik plesiran ke luar negeri seperti layaknya bolak-balik ke toilet. Serta punya kedudukan tinggi dalam pekerjaan. Karena itulah disebut “tinggal serumah dengan bulan dan matahari”. Tetapi rumah yang punya segala materi itu tak bisa memberi ketentraman batin. Masalah di dalamnya membuat penghuni lebih betah berada di luar dibanding di rumah. Dan lebih nyenyak tidur di kantor dibanding di kamar. “Mereka telah menjadi lebih kaya, mereka bekerja jauh lebih sedikit, mereka memiliki hiburan lebih panjang, mereka lebih sering mengadakan perjalanan, mereka hidup lebih lama, dan mereka lebih sehat.” Kata Richard Layard, professor dari London School of Economics, “Namun, mereka tidak lebih bahagia.”  Bagaimana menurutmu ? 

Oh ya, pemateri dalam seminar yang kuikuti kemarin memberi tips bahwa bila ingin merasakan ketenangan, maka sering-seringlah memeluk ibu, sebab pelukan ibu membawa ketenangan sebagaimana ketenangan dalam rahim. 

Selamat tidur, semoga angin memelukmu kembali dalam sejuk dan harum di awal pagi.
 
;