27 September 2011

Bagaimana Jika...

Jika dalam perjalanan pulang kampung atau kembali ke kota saya selalu berharap bahwa jalan raya menjadi lebih panjang sehingga saya bisa lebih lama menikmati alam. Selama di kampung, jika keluar malam untuk membeli sesuatu di toko, saya sering mengambil jalan yang justru menjauhi toko yang saya tuju dan berkeliling sebentar. Sepulangnya pun saya mengambil jalan memutar dan berlama-lama di jalan raya. 

Kalau mengambil jalan memutar, saya paling suka melewati penjual kacang rebus yang duduk lesehan di pinggir lapangan. Penjualnya kebanyakan nenek-nenek. Saya suka melihat pemandangan ini : suasana malam, nenek-nenek dengan sarung menutupi kepala, kacang rebus dan lampu minyak yang tertiup angin. Kalau mampir beli, saya sering nguping pembicaraan mereka. Topiknya bisa pindah-pindah dalam hitungan menit mulai dari topik tentang cucunya yang baru naik kelas, harga cabai yang naik lagi, naiknya jumlah kasus pencurian, naiknya gaji pegawai negeri, naiknya BBM dan berbagai naik-naik yang lain.

Melihat gurat keriput wajah nenek itu saya selalu mengira-ngira seperti apa perjalanan hidup yang telah ditempuhnya. Tapi kupikir itu tidak penting karena yang terlihat saat itu adalah bahwa mereka bahagia meski hanya berjualan kacang rebus. Begitu pula ketika melihat anak-anak yang berlarian bebas di jalan raya. Saya selalu bertanya, seperti apa kehidupan mereka nanti. Atau ketika melihat kedua adik saya yang sibuk mencuci sepeda, saya selalu bertanya seperti apa kehidupan kami nanti. Apa kami akan selalu bersama seperti saudara-saudara ibu yang sampai setua ini tetap tinggal berdampingan satu sama lain. Apa kami akan tetap sedekat ini jika sudah menempuh hidup masing-masing.

Jika mencari alamat rumah, saya selalu bertanya-tanya apakah takdir akan membawa saya pada pemilik rumah atau justru membuat saya semakin menjauh dan akhirnya menyerah karena waktu yang semakin sempit atau karena saya sudah lelah. Dan bagian yang paling menyenangkan adalah sensasi yang muncul ketika kemudian saya dipertemukan dengan orang yang saya cari.

Atau mungkin suatu hari kau hanya iseng-iseng datang ke toko buku karena suntuk dan sesampainya di sana kau dipertemukan dengan buku yang mampu mengubah beberapa hal penting dalam hidupmu. 

Atau ketika suatu waktu kau sedang mengendarai motor, lalu ada dua jalan bercabang di depan. Kau telah memutuskan akan belok kanan, tapi tepat sepersekian detik di persimpangan itu, entah kenapa kau justru memilih belok kiri. Dan setelahnya kau melihat sosok manusia yang sudah lama tidak bertemu dan sangat kau rindukan. Ternyata takdir mempertemukanmu di antara pilihan yang dibatasi sekat waktu yang sangat tipis. Atau bagaimana jika pada suatu malam kau “keluyuran” di dunia maya dan tanpa sengaja membaca tulisan seseorang yang tidak kau kenal dan belum pernah kau lihat dan kemudian menginspirasimu sampai kau mampu melakukan hal-hal sinting dalam hidupmu. 

 Saya selalu berpikir bagaimana jika saya baru saja dilahirkan hari ini, mungkin saya tidak akan pernah mengenal teman-teman seangkatan saya. Atau jika saya dilahirkan di abad ke-19, saya tidak akan pernah tahu kalau suatu saat nanti manusia hanya perlu duduk di hadapan monitor dan dia akan tersambung ke seluruh dunia. Atau umpamanya ayah saya tidak pernah bertemu dengan ibu, maka postingan ini tidak akan pernah ada.

Oh, pembicaraan ini semakin ngelantur saja, maaf telah mengajak kalian berpikir aneh-aneh. Terakhir, takdir itu sangat menakjubkan. Beruntunglah karena kita tidak pernah tahu pasti nasib macam apa yang menunggu di depan dan dengan siapa kita dipertemukan. Sehingga bodohlah orang-orang yang mencela takdir dan mengutuk waktu.
 
;