25 September 2011

Menemukanmu Kembali

Kau lihat ? Kita memang tak pernah, tak pernah sekalipun berjalan di arah yang sama. Saat itu kupahami, inilah yang mengikat kita. Perbedaan inilah yang membuat kita betah saling menebak pikiran. Kau adalah pengembara malam. Melintasi kolong langit pekat. Melayang di atas embun dan diasuh rembulan.

Inilah sisi lain darimu yang tak pernah bisa kupahami. Sisi lain yang tak mampu kugali. Yang tak mampu kumaknai dengan definisi apapun. Kau yang mengupas hatimu lapis demi lapis dan merobeknya menjadi potongan terkecil. Membiarkannya terbawa angin utara. Kau yang terlahir dari barisan kata dan kau pun hampir terbunuh olehnya.

Kau adalah bait puisi yang menyentuh walau dengan rima yang tak beraturan. Kau adalah denting angin yang menyayat. Kau selalu memilih berada di kolong langit malam. Kau memilih rumah di antara sekat-sekat tergelap. Menghabiskan waktumu bermain-main di lorong-lorong labirin. Dan aku tak mampu menarikmu dari liku labirin yang semakin membingungkan. Kita tak pernah berdiri di waktu yang sama. Kita telah memilih masing-masing waktu setengah lingkar bumi.

Tapi di sini aku selalu merindukanmu. Aku bisa mendengar tawamu. Masih mendengar suara nafasmu yang teratur. Seakan ia dekat sekali. Aku selalu membisiki kabut agar membelai gendang telingamu. Aku ingin membeli waktu yang dibuang manusia untuk bertemu denganmu. Aku ingin mencuri syair-syair terindah untuk merayumu kembali. Aku menunggumu, meski pagi tak kunjung menjemput malam. Dan malam semakin dingin, mengubah denting angin menjadi kelengahan yang mematikan.

Kau adalah tembang yang terus terdengar di tengah lolongan jiwa-jiwa liar. Kau adalah teriakan yang berontak dari kedalaman hutan. Kau adalah musafir yang rindu rumah namun memilih pergi menjauh.

Waktu berlalu. Tak pernah lagi kutemukan raut wajah yang sama. Tak pernah lagi kudengar tawa yang sama. Semuanya hilang disedot malam. Tapi aku masih disini, masih percaya bisa menemukanmu kembali.
 
;