21 June 2013

Bukan Bulan Biasa


Allah mencipta yang Dia kehendaki dan memilih (ciptaan-Nya) yang Dia kehendaki “, demikian kutipan terjemahan sebuah ayat Al Qur’an. Sebuah isyarat Allah memilih dari setiap ciptaan-Nya dan menjadikannya sebagai makhluk paling mulia di sisi-Nya. Sebagaimana Allah telah memuliakan dan melebihkan sebagian manusia  dari yang lainnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam lebih mulia dari Nabi dan Rasul yang lain, Malaikat Jibril lebih mulia dibanding malaikat lainnya, hari jumat lebih mulia dibanding hari-hari lain dalam sepekan, Allah Ta’ala juga telah memuliakan dan memberkahi bulan Ramadhan dibandingkan bulan-bulan lainnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: "Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan kepadamu puasa didalamnya; pada bulan ini pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan para setan diikat; juga terdapat pada bulan ini malam yang lebih baik daripada seribu bulan, barangsiapa tidak memperoleh kebaikannya maka dia tidak memperoleh apa-apa." (HR. Ahmad dan An-Nasa'i) 

Beberapa keutamaan bulan Ramadhan adalah di dalamnya di turunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi umat manusia. Pada bulan ini pintu-pintu Surga dibuka dan pintu-pintu Neraka ditutup serta syaithan dibelenggu. Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, "Jika datang awal malam bulan Ramadhan, diikatlah para syetan dan jin-jin yang jahat, ditutup pintu-pintu neraka, tidak ada satu pintu-pintu yang dibuka, dan dibukalah pintu-pintu surga, tidak ada satu pintu-pun yang tertutup, berseru seorang penyeru; "Wahai orang yang ingin kebaikan, lakukanlah! Wahai orang yang ingin kejelekan, kurangilah! Dan bagi Allah mempunyai orang-orang yang dibebaskan dari neraka, itu terjadi pada setiap malam" [HR. Tirmidzi dan Ibnu Khuzaimah].

Pada bulan ini pula disunnahkan shalat tarawih untuk mengikuti jejak Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa mendirikan shalat malam Ramadhan karena iman dan mengharap pahala (dari Allah) niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Hadits Muttafaq ‘Alaih). Bau mulut orang yang berpuasa lebih disukai oleh Allah daripada minyak kasturi dan do'a orang yang berpuasa mustajab serta malaikat berdo'a dan beristigfar untuk orang yang berpuasa hingga mereka berbuka. 

Selain itu, pada bulan ini terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan yaitu malam Lailatul Qadar. Mereka yang beribadah dan mendapatkan malam ini, maka ibadah-ibadahnya setara dengan ibadah yang dikerjakan selama seribu bulan atau 83 tahun 4 bulan.  Pada malam ini pintu-pintu langit dibuka, do’a dikabulkan, dan segala takdir yang terjadi pada tahun itu ditentukan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa mendirikan shalat pada Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala, dari Allah niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Hadits Muttafaq ‘Alaih).

Setiap tahun, Ramadhan selalu tampak istimewa. Perubahan drastis terlihat di mana-mana. Sebagian yang tadinya malas melakukan kewajiban agama, berubah tunduk dan patuh pada syariat. Mereka rela menahan lapar dan haus sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Masjid-masjid yang awalnya sepi menjadi sesak oleh jama’ah shalat tarwih. Namun ternyata masih banyak kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan bahkan kadang menjadi tradisi selama bulan ramadhan. 

Pertama, menyia-nyiakan waktu dengan main game, nonton sinetron, atau hal-hal lain yang tidak bermanfaat. Tidak semestinya kita melewatkan Ramadhan dengan hal-hal yang tidak bermanfaat. Karena sangat mustahil bagi orang-orang yang tidak mendapatkan manfaat dibulan Ramadhan untuk mendapatkan manfaat di bulan-bulan yang lain. Puasa mengajarkan kita bahwa ada saat-saat dimana kita harus belajar meninggalkan sesuatu yang sebenarnya halal demi meraih yang lebih utama. Meninggalkan yang mubah karena takut, jika terlalu larut menikmatinya akan terjerumus kepada yang haram atau kehilangan suatu keutamaan. 

Kedua, Berlebih-lebihan di waktu berbuka dalam hal makan dan minum. Di antara adab puasa adalah tidak memenuhi perut dengan makanan tetapi makan sekadarnya saja. Karena tidaklah anak Adam mengisi bejana yang lebih buruk dari perutnya sendiri. Terlalu banyak makan hanya akan mengundang rasa malas yang akan berdampak pada tidak optimalnya melaksanakan ibadah karena terlalu kekenyangan. 

Ketiga, menyegerakan makan sahur kemudian tidur kembali padahal kita disunnahkan untuk mengakhirkan sahur. Dari Anas, dari Zaid bin Tsabit, ia berkata, “Kami pernah makan sahur bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian kami pun berdiri untuk menunaikan shalat. Kemudian Anas bertanya pada Zaid, “Berapa lama jarak antara adzan Shubuh dan sahur kalian?” Zaid menjawab, ”Sekitar membaca 50 ayat” Dalam riwayat Bukhari dikatakan, “Sekitar membaca 50 atau 60 ayat.” Ibnu Hajar mengatakan, “Maksud sekitar membaca 50 ayat artinya waktu makan sahur tersebut tidak terlalu lama dan tidak pula terlalu cepat.” 

Keempat, Hanyut pada maksiat dan dosa seperti saksi palsu, berdusta, berdebat kusir dan bertengkar. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan  dusta, beramal dengannya, dan tindakan bodoh, maka Allah tidak membutuhkan usaha dia dalam meninggalkan makan dan minumnya.” (HR. Al-Bukhari). Maksudnya, jika seorang yang berpuasa tidak bisa menjaga lisan dan anggota badannya dari ucapan dan perbuatan yang haram, maka Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak akan memberikan pahala atas puasanya meskipun selama sehari penuh dia menahan lapar dan haus. Sebab, adab puasa bukan hanya sekedar menahan lapar dan haus, namun secara khusus adalah menjaga seluruh anggota badan baik mata, lidah, hati maupun perbuatan yang diharamkan dan dimakruhkan. Jadi, upaya untuk memperbanyak amal kebaikan harus beriringan dengan upaya untuk membersihkan diri dari segala bentuk kemaksiatan. Tidak bisa dipisahkan antara keduanya. 

Kelima, Menyibukkan diri menyambut ledul Fitri dengan membuat kue dan belanja pakaian di pasar. Umumnya pemandangan yang sering kita lihat adalah bahwa di hari-hari pertama Ramadhan, animo masyarakat sangat besar, namun memasuki malam-malam pertengahan sampai akhir, mesjid-mesjid mulai kehilangan penghuninya. Sebagian orang mulai disibukkan oleh berbagai pesiapan menjelang iedul fitri seperti membuat berbagai macam masakan dan membeli pakaian baru. Padahal seharusnya di akhir-akhir Ramadhan adalah saat dimana kita lebih giat beribadah karena malam Lailatul Qadar yang dicari-cari itu ada pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan. 

Dalam Ash-Shahihain disebutkan hadits dari Aisyah radiyallahu anha, ia berkata, “Tatkala Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memasuki sepuluh hari (yang terakhir pada bulan Ramadhan), maka beliau mengencangkan kainnya, menghidupkan waktu malamnya dan membangunkan keluarganya.”. Kita tidak dilarang mempersiapkan diri menyambut iedul fitri namun hendaknya kita tidak berlebih-lebihan di dalamnya. Jangan sampai kesibukan tersebut melalaikan kita untuk meraih keagungan Lailatul Qadar. 

Bulan ramadhan bukanlah momen untuk “beristirahat” dari maksiat. Sebagian orang menjadikan bulan Ramadhan ini sebagai momen untuk “beristirahat” dari berbagai maksiat yang biasa dia lakukan di luar bulan Ramadhan. Namun, ternyata di benaknya masih ada niatan untuk mengulangi lagi kebiasaan jelek tersebut selepas Ramadhan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjelaskan, “Orang yang meninggalkan maksiat pada bulan Ramadhan, dan di antara niatnya adalah akan mengulanginya lagi pada selain bulan Ramadhan, maka dia termasuk orang yang terus-menerus (berbuat maksiat itu) juga.” Yang demikian itu disebabkan karena di antara syarat taubat adalah meninggalkan perbuatan maksiat dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi. Sehingga apabila seseorang telah meninggalkan suatu perbuatan maksiat, namun masih ada padanya keinginan dan tekad untuk mengulanginya lagi, maka dia belum dikatakan orang yang jujur dan sungguh-sungguh dalam taubatnya. 

Allah berfirman, “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (Ali ‘Imran: 135). Puasa ramadhan mengajarkan kita akan hakikat takwa yang paling sempurna. Yaitu suatu sikap kehati-hatian yang sangat terhadap berbagai hal yang diharamkan atau yang menjurus kepada yang haram. Maka janganlah meremehkan kebaikan sekecil apapun untuk mengamalkannya dan janganlah meremehkan keburukan sekecil apapun untuk menghindarinya.

 Sumber :
Minhajul Qashidin
Majalah Ar Risalah edisi 87 vol.VIII No.3
 
;