“Allah mencipta yang Dia kehendaki dan memilih (ciptaan-Nya)
yang Dia kehendaki “, demikian kutipan terjemahan sebuah ayat Al Qur’an.
Sebuah isyarat Allah memilih dari setiap ciptaan-Nya dan menjadikannya
sebagai makhluk paling mulia di sisi-Nya. Sebagaimana Allah telah memuliakan dan melebihkan sebagian
manusia dari yang lainnya,
Rasulullah Shallallahu
‘alaihi Wasallam lebih mulia dari Nabi dan Rasul yang lain, Malaikat Jibril
lebih mulia dibanding malaikat lainnya, hari jumat lebih mulia dibanding hari-hari lain dalam
sepekan, Allah Ta’ala juga telah memuliakan dan memberkahi
bulan Ramadhan dibandingkan bulan-bulan lainnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: "Telah
datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan kepadamu
puasa didalamnya; pada bulan ini pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka
ditutup dan para setan diikat; juga terdapat pada bulan ini malam yang lebih
baik daripada seribu bulan, barangsiapa tidak memperoleh kebaikannya maka dia
tidak memperoleh apa-apa." (HR. Ahmad dan An-Nasa'i)
Beberapa
keutamaan bulan Ramadhan adalah di dalamnya di turunkan Al-Qur'an sebagai
petunjuk bagi umat manusia. Pada bulan ini pintu-pintu Surga dibuka dan
pintu-pintu Neraka ditutup serta syaithan dibelenggu. Dari Abu Hurairah,
Rasulullah bersabda, "Jika datang awal malam bulan Ramadhan,
diikatlah para syetan dan jin-jin yang jahat, ditutup pintu-pintu neraka, tidak
ada satu pintu-pintu yang dibuka, dan dibukalah pintu-pintu surga, tidak ada
satu pintu-pun yang tertutup, berseru seorang penyeru; "Wahai orang yang
ingin kebaikan, lakukanlah! Wahai orang yang ingin kejelekan, kurangilah! Dan
bagi Allah mempunyai orang-orang yang dibebaskan dari neraka, itu terjadi pada
setiap malam" [HR. Tirmidzi dan Ibnu Khuzaimah].
Pada
bulan ini pula disunnahkan shalat tarawih untuk mengikuti jejak Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam dan para sahabat. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa mendirikan shalat malam Ramadhan
karena iman dan mengharap pahala (dari Allah) niscaya diampuni dosa-dosanya
yang telah lalu.” (Hadits Muttafaq ‘Alaih). Bau mulut orang yang berpuasa lebih disukai oleh Allah daripada minyak kasturi
dan do'a orang yang berpuasa mustajab
serta malaikat berdo'a dan beristigfar untuk orang yang berpuasa
hingga mereka berbuka.
Selain
itu, pada bulan ini terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan yaitu
malam Lailatul Qadar. Mereka yang beribadah dan mendapatkan
malam ini, maka ibadah-ibadahnya setara dengan ibadah yang dikerjakan selama seribu bulan
atau 83 tahun 4 bulan. Pada malam ini pintu-pintu
langit dibuka, do’a dikabulkan, dan segala takdir yang terjadi pada tahun itu
ditentukan. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa
mendirikan shalat pada Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala, dari Allah niscaya diampuni dosa-dosanya
yang telah lalu.” (Hadits Muttafaq ‘Alaih).
Setiap
tahun, Ramadhan selalu tampak istimewa. Perubahan drastis terlihat di
mana-mana. Sebagian yang tadinya malas melakukan
kewajiban agama, berubah tunduk dan patuh pada syariat. Mereka rela menahan
lapar dan haus sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Masjid-masjid yang awalnya sepi menjadi sesak oleh jama’ah shalat
tarwih. Namun ternyata masih banyak kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan bahkan
kadang menjadi tradisi selama bulan ramadhan.
Pertama,
menyia-nyiakan waktu dengan main game, nonton sinetron, atau hal-hal lain yang
tidak bermanfaat. Tidak semestinya kita melewatkan
Ramadhan dengan hal-hal yang tidak bermanfaat. Karena sangat mustahil bagi
orang-orang yang tidak mendapatkan manfaat dibulan Ramadhan untuk mendapatkan
manfaat di bulan-bulan yang lain. Puasa
mengajarkan kita bahwa ada saat-saat dimana kita harus belajar meninggalkan
sesuatu yang sebenarnya halal demi meraih yang lebih utama. Meninggalkan yang mubah
karena takut, jika terlalu larut menikmatinya akan terjerumus kepada yang haram
atau kehilangan suatu keutamaan.
Kedua,
Berlebih-lebihan di waktu berbuka dalam hal
makan dan minum. Di antara adab puasa adalah tidak memenuhi perut dengan
makanan tetapi makan sekadarnya saja. Karena tidaklah anak Adam mengisi bejana
yang lebih buruk dari perutnya sendiri. Terlalu banyak makan hanya akan mengundang rasa malas yang
akan berdampak pada tidak optimalnya melaksanakan ibadah karena terlalu
kekenyangan.
Ketiga, menyegerakan makan sahur kemudian tidur kembali padahal
kita disunnahkan untuk mengakhirkan sahur. Dari
Anas, dari Zaid bin Tsabit, ia berkata, “Kami
pernah makan sahur bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian
kami pun berdiri untuk menunaikan shalat. Kemudian Anas bertanya pada Zaid, “Berapa
lama jarak antara adzan Shubuh dan sahur kalian?” Zaid menjawab, ”Sekitar
membaca 50 ayat” Dalam riwayat Bukhari dikatakan, “Sekitar membaca 50 atau 60
ayat.” Ibnu Hajar mengatakan, “Maksud sekitar
membaca 50 ayat artinya waktu makan sahur tersebut tidak terlalu lama dan tidak
pula terlalu cepat.”
Keempat, Hanyut pada maksiat dan dosa seperti saksi palsu,
berdusta, berdebat kusir dan bertengkar. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda: “Barangsiapa yang
tidak meninggalkan perkataan dusta, beramal dengannya, dan tindakan
bodoh, maka Allah tidak membutuhkan usaha dia dalam meninggalkan makan dan
minumnya.” (HR. Al-Bukhari). Maksudnya, jika seorang yang berpuasa tidak
bisa menjaga lisan dan anggota badannya dari ucapan dan perbuatan yang haram,
maka Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak
akan memberikan pahala atas puasanya meskipun selama sehari penuh dia menahan
lapar dan haus. Sebab, adab puasa bukan hanya sekedar menahan lapar dan haus,
namun secara khusus adalah menjaga seluruh anggota badan baik mata, lidah, hati
maupun perbuatan yang diharamkan dan dimakruhkan. Jadi,
upaya untuk memperbanyak amal kebaikan harus beriringan dengan upaya untuk
membersihkan diri dari segala bentuk kemaksiatan. Tidak bisa dipisahkan antara keduanya.
Kelima,
Menyibukkan diri menyambut ledul Fitri dengan membuat kue dan
belanja pakaian di pasar. Umumnya pemandangan yang sering
kita lihat adalah bahwa di hari-hari pertama Ramadhan, animo masyarakat sangat
besar, namun memasuki malam-malam pertengahan sampai akhir, mesjid-mesjid mulai
kehilangan penghuninya. Sebagian orang mulai disibukkan oleh berbagai pesiapan
menjelang iedul fitri seperti membuat berbagai macam masakan dan membeli
pakaian baru. Padahal seharusnya di akhir-akhir Ramadhan adalah saat dimana
kita lebih giat beribadah karena malam Lailatul Qadar yang dicari-cari itu ada
pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.
Dalam Ash-Shahihain disebutkan hadits dari
Aisyah radiyallahu anha, ia berkata,
“Tatkala Nabi Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam memasuki sepuluh hari (yang terakhir pada bulan Ramadhan), maka beliau
mengencangkan kainnya, menghidupkan waktu malamnya dan membangunkan
keluarganya.”. Kita tidak dilarang mempersiapkan diri menyambut iedul fitri
namun hendaknya kita tidak berlebih-lebihan di dalamnya. Jangan sampai
kesibukan tersebut melalaikan kita untuk meraih keagungan Lailatul Qadar.
Bulan
ramadhan bukanlah momen untuk “beristirahat” dari maksiat. Sebagian
orang menjadikan bulan Ramadhan ini sebagai momen untuk “beristirahat” dari
berbagai maksiat yang biasa dia lakukan di luar bulan Ramadhan. Namun, ternyata
di benaknya masih ada niatan untuk mengulangi lagi kebiasaan jelek tersebut
selepas Ramadhan. Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah rahimahullah menjelaskan, “Orang yang meninggalkan maksiat pada bulan
Ramadhan, dan di antara niatnya adalah akan mengulanginya lagi pada selain
bulan Ramadhan, maka dia termasuk orang yang terus-menerus (berbuat maksiat
itu) juga.” Yang demikian itu disebabkan karena di antara syarat
taubat adalah meninggalkan perbuatan maksiat dan bertekad untuk tidak
mengulanginya lagi. Sehingga apabila seseorang telah meninggalkan suatu
perbuatan maksiat, namun masih ada padanya keinginan dan tekad untuk
mengulanginya lagi, maka dia belum dikatakan orang yang jujur dan
sungguh-sungguh dalam taubatnya.
Allah
berfirman, “Dan (juga) orang-orang yang
apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat
akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang
dapat mengampuni dosa selain Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan
kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (Ali ‘Imran: 135). Puasa ramadhan
mengajarkan kita akan hakikat takwa yang paling sempurna. Yaitu suatu sikap
kehati-hatian yang sangat terhadap berbagai hal yang diharamkan atau yang
menjurus kepada yang haram. Maka janganlah meremehkan kebaikan sekecil apapun
untuk mengamalkannya dan janganlah meremehkan keburukan sekecil apapun untuk
menghindarinya.
Sumber :
Minhajul Qashidin
Majalah
Ar Risalah edisi 87 vol.VIII No.3