29 June 2013

Random (6)

“Ketika ilmu dijauhkan dari tuntunan wahyu, ketika ilmu diabadikan untuk memenuhi hawa nafsu, maka bencana kemanusiaan tak mungkin terhindarkan”
~Harun Yahya~

Petang kemarin, salah satu stasiun TV menyiarkan berita kekacauan yang terjadi di puncak acara miss waria yang diadakan di Peru. Bermula ketika runner up menyerang juara pertama yang berujung pada perkelahian. Kekacauan tersebut disinyalir karena kesalahan juri saat membacakan nama pemenang. Si Runner up dan Juara Pertama terlibat baku hantam layaknya laki-laki biasa. Gaun mereka robek tak karuan. Wig yang dipakai pun hancur terinjak-injak. Kekacauan baru berakhir ketika panitia acara turun tangan melerai. Benar-benar konyol. Lucu sekaligus miris melihatnya. Kondisi manusia saat ini seakan ingin mengulang kembali sejarah mengerikan bangsa Luth. Suatu kaum dengan perilaku yang belum pernah dilakukan oleh kaum-kaum sebelumnya. Mereka diazab dengan cara dijungkirbalikkan. Kisah kaum ini diabadikan dalam Al Qur’an sebagai pelajaran bagi generasi berikutnya bagaimana kesudahan orang-orang yang menjauhi fitrah. Maka, janganlah kita memancing laknat Allah, karena bencana terjadi tidak lain disebabkan oleh perbuatan kita sendiri.
***
 Sulit menahan diri untuk tidak tertawa melihat sosok mungil di depan saya. Usianya sekitar 3 tahun, memakai baju panjang warna hitam, lengkap dengan jilbab bunga-bunga yang menutup sampai tangan. Dia sedang shalat di samping umminya. Setiap gerakan shalat dia ikuti dengan tenang. Tidak menengok kiri kanan. Hingga ketika sampai pada bagian tasyahud, dia juga ikut menggerak-gerakkan telunjuknya. Haduh, gemasnya. Pengen betul mencubit pipi tembemnya. Anak hebat tentulah hasil didikan dari ibu yang hebat pula. Mendidik anak bukanlah pekerjaan mudah. Itu adalah tugas yang berat sekaligus -menurut pendapat pribadi- menakutkan. Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Untuk bisa membentuk pribadi shaleh dan shalehah pada diri anak, tentulah ibu yang pertama kali wajib membekali diri. Seperti nasihat seorang murabbiyah, bahwa untuk menjadi ibu, seorang wanita harus mempersiapkan diri sejak sepuluh tahun sebelumnya. 
***
Di malam tanggal 18 Sya’ban, saya melihat fenomena yang sudah sekian lama saya tunggu. Saat itu saya dan sepupu baru pulang dari sebuah rumah makan. Rumah sepupu saya berada di area Antang. Sebelum memasuki kompleks rumah, kami singgah di mini market membeli minuman. Belakangan ini dia rutin minum susu lima kotak sehari. Katanya untuk jaga daya tahan tubuh. Sementara saya cuma membeli sebotol air putih. Karena dia kelamaan kasak kusuk di kasir, jadi saya memilih menunggu di luar. Sambil membuka penutup botol, saya duduk di atas motor memperhatikan segerombolan anak yang baru pulang dari masjid. Saat minum, saya mendongak ke langit dan hampir tersedak melihat benda bulat keemasan menggantung di sana. Butuh beberapa detik untuk menyadari bahwa benda itu adalah bulan. Seumur-umur, pertama kalinya saya melihat bulan sebesar itu. Padahal saya tidak terlalu berharap karena supermoon sudah lewat sehari sebelumnya. Tapi malam itu bulan benar-benar besar. Langit yang jadi latarnya pun hitam pekat. Memberi batas tegas dengan warna emas bulan. Saat sadar, sepupu sudah berada di samping saya, ikut-ikutan melihat bulan. Saya melempar senyum penuh arti. Dia angkat bahu, sudah tahu kebiasaan saya. Kami pun pasang jaket, memutar kunci dan melarikan motor mencari tempat yang lebih tinggi. Kami berhenti di tepi jalan menanjak yang terletak di depan pertigaan. Motor diparkir dan sepupu saya berjaga di sana. Dia membiarkan saya menyendiri sambil mengangkat jam tangannya sebagai peringatan. “Lima menit saja, oke ? Kita sudah melanggar jam malam”. Saya angkat jempol. Oke. Dan, lima menit waktu yang diberikan saya gunakan untuk diam menatap langit. Jika melihat bulan saja sudah sebahagia ini, bagaimana ya rasanya bila diberi kesempatan melihat wajah Penciptanya ?
***
Ngomong-ngomong, barusan si Valentino Rossi menang tuh di arena MotoGP. Saya tegang nontonnya, sampai tidak sadar sudah gigit bantal. Hehehe *gak penting*
 
;