Rindu,
Jadilah boomerang
Lukai aku, lukai
dia
Belakangan, haiku semacam ini sering masuk ke inbox hp
saya. Waktunya pun tidak lihat-lihat, kadang menjelang shalat subuh,
kadang sebelum
maghrib dan kadang dini hari saat ayam-ayam di pekarangan masih
mendengkur. Dia sedang dihimpit pilihan yang sulit. Bahwa tak jarang
memilih untuk
menerima atau menjadi egois dipisahkan oleh garis yang sangat tipis.
Cukup dengan sebaris kalimat. Saya bukannya
tidak paham. Tapi sulit menentukan sikap pada pilihan terakhirnya yang
terbilang nekat. Di satu sisi saya menilainya egois dan gegabah. Di sisi
lain
saya memberi nilai lebih pada sikapnya yang jujur dan apa adanya. Tapi
bukankah
niat dan tujuan yang baik hanya akan tercapai bila dilalui dengan cara
yang
baik-baik pula. Sebaik apapun sebuah tujuan, bila ditempuh dengan jalan yang
tidak baik, masih beranikah meminta keridhaan Allah. Kenapa tidak
mencoba
merenungkannya kembali ? Ribuan kali pun tak masalah. Tanyakan secara
jujur
pada hati, benarkah cara ini ? Masih dalam koridorkah jalan ini ?
Berdoalah dengan jernih, Kawan. Jangan mendikte.
Karena apa yang baik menurut kita belum tentu baik menurut Allah. Boleh
jadi
Allah mengabulkan, namun dengan cara dilempar begitu saja ke hadapan
kita.
***
Sepekan ini saya berusaha menamatkan serial ‘Umar bin
Khattab. Di sela perampungan tugas kuliah, ada jam-jam yang dicuri demi menyelesaikan
tiap episode. Banyak pelajaran yang bisa diambil dari serial ini. Mulai dari
kesabaran seorang Abu Bakar, Ketegasan seorang Umar, Kebijaksanaan
seorang Ali, Keberanian seorang Khalid dan Abu Ubaidah, ketangguhan para
muslimah di medan perang dan berbagai keutamaan dari para shahabat Nabi. Mereka adalah menara-menara kebaikan. Lihat
saja bagaimana sikap Khalid yang setelah menaklukkan Persia dan Syiria justru
dipecat oleh Umar. “Aku berjihad karena Allah, bukan karena ‘Umar”, kata
Khalid. Dan lihatlah bagaimana upaya ‘Umar meredam benih-benih kemusyrikan
yang mulai timbul di tengah ummat karena taqlid akan kepahlawanan seorang
Khalid. Seperti inilah bentuk kasih sayang ’Umar kepada Khalid dan bentuk penjagaannya
terhadap kaum muslimin. Kesempurnaan ikhlas yang sulit ditemukan saat ini. Pun
sikap keras ‘Umar terhadap anaknya setelah melihat ternak
anaknya lebih gemuk dibanding ternak lain padahal digembalakan di tempat yang
sama. Umar khawatir anaknya mendapat perlakuan istimewa mengingat dia adalah anak
seorang Amirul Mukminin. Kita dapat belajar berbagai ilmu lewat serial ini mulai
dari sejarah, aqidah, adab sampai bahasa. Kadang saya bengong sendiri bila berada di
tengah-tengah akhwat yang lancar bercakap-cakap menggunakan bahasa Arab. Kosa
kata yang saya pahami hanya berkisar pada Syukran, Afwan, La Adri, Hayya dan
Thayyib. Serial ini membantu saya mengenal kosa kata baru berhubung niat untuk
belajar privat di Culdesac belum kesampaian karena sulitnya menentukan
waktu dengan jadwal kuliah yang berubah-ubah. Ada sepotong doa
‘Umar yang menyentuh saat hari pertama menjabat sebagai khalifah : “Ya Allah, aku adalah orang kaku, maka
lunakkanlah. Aku adalah orang yang lemah, maka kuatkanlah."
***
Hari ini sudah memasuki tanggal 2 Sya’ban. Jarak kita
dengan Ramadhan tinggal sebulan lagi. Semoga umur sampai di bulan
mulia itu. Semoga kita diberi kekuatan untuk meraih berbagai keutamaan di
dalamnya. Dan semoga kita keluar darinya sebagai pemenang-pemenang
Ramadhan.