24 November 2016

Lost Islamic History


“Sebuah buku sejarah peradaban Islam popular yang lincah dan mampu membuka mata kita. Buku ini berusaha ‘memulihkan kelalaian’ buku-buku sejarah tentang kontribusi besar para pemikir Muslim, ilmuwan teolog, para penguasa, negarawan dan tentara. Karya ini juga mencakup potret tokoh-tokoh kunci, penemuan dan bongkahan sejarah yang hanya sedikit diketahui”
-Standbooks.com-

Berawal dari akun Lost Islamic History di twitter, saya pun mengenal buku ini. Dan menjadi urutan teratas buku-buku Islam yang ingin saya koleksi. Yang saya suka dari buku ini adalah karena membacanya serasa nonton film dokumenter. Emosi yang keluar dari gaya bahasanya benar-benar kuat. Terima kasih untuk penerjemah yang membuat buku ini nyaman dibaca.

Penulis mengawali dengan memperkenalkan kondisi bangsa Arab pada zaman pra-islam (era jahiliah). Lanskap yang keras dan iklim kering tak bersahabat membuat bangsa Arab hidup berpindah-pindah. Kata “Arab” sendiri berakar dari bahasa Semit yang berarti “mengembara”. Dalam masyarakat nomaden yang menjunjung tinggi kesukuan, sulit untuk mengungkapkan jiwa artistik sebab mereka tidak punya daya dan waktu menciptakan patung atau lukisan seperti masyarakat Mesir atau Yunani Kuno (jadi ingat kata-kata Dr. Adian Husaini bahwa Islam memang bukan peradaban batu sehingga yang diwariskan bukanlah bangunan batu melainkan ilmu). Sebagai gantinya masyarakat Arab menciptakan seni yang berbeda, yaitu bahasa. Bahasa Arab memiliki struktur kata dan kalimat yang luwes, banyak cara berbeda bagi seseorang untuk mengungkapkan satu gagasan yang sama. Oleh karena itu syair merupakan seni de facto-nya khazanah Arab. Tapi walaupun merupakan masyarakat sastra yang maju, kepenulisan jarang ada di semenanjung Arab. Mereka sudah merasa puas hanya dengan hafalan. Mereka mampu menghafal syair berjumlah ribuan baris di luar kepala. Kemampuan hafalan ini terbukti menjadi kemampuan vital ketika Islam muncul pada tahun 600-an.

Bab kedua membahas seputar kehidupan Rasulullah Shallalhu ‘alaihi wasallam sejak lahir, menerima wahyu pertama, mengalami penindasan, hijrah ke Madinah, peperangan, kemenangan dan akhir kenabian beliau. Bab ini sangat ringkas, hanya 16 halaman. Tapi buku ini memang tidak ditujukan untuk fokus pada kehidupan Nabi tapi lebih kepada menyambungkan benang sejarah Islam dari masa kenabian sampai ke masa kini. Adapun kehidupan Rasulullah secara lengkap dapat dibaca dalam buku Sirah Nabawiyah karya Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri.

Bab ketiga membahas kepemimpinan para Khulafaa’ur Raasyidinin Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali Radiyallahu ‘anhu. Pada masa ini Islam semakin berkembang pesat lewat penaklukan dan meluas ke berbagai belahan dunia. Puncaknya terjadi pada masa pemerintahan Umar bin Khattab. Terjadi ledakan besar dalam kegiatan perekonomian. Untuk pertama kalinya dalam sejarah Islam, kekayaan besar datang ke tangan pemerintah muslim.

Bab keempat menguraikan awal pendirian Negara Islam. Akhir Khulafaa’ur Rasyidiin (khalifah yang mendapat petunjuk) ditandai dengan meninggalnya Ali dan diangkatnya Muawiyah sebagai khalifah. Pemerintahan Muawiyah menjadi awal kekhalifahan Umayyah yang juga mengawali jabatan yang bersifat herediter. Artinya pengangkatan khalifah didasarkan pada garis keturunan, sistem yang sangat berbeda dari masa Khulafaa’ur Rasyidiin. Pada masa ini muncul berbagai konflik internal yang terutama dipicu oleh perebutan kekuasaan. Jika di bab 3 pembaca dibuat semangat dan terkagum-kagum pada pribadi dan kepemimpinan Khulafaa’ur Rasyidiin, maka di bab ini pembaca akan banyak merenung betapa silau kekuasaan dan cinta dunia sungguh menjadi faktor utama keretakan dalam tubuh umat Islam. Meski begitu, pada masa ini pula ekspansi Muslim semakin meluas hingga ke benua Eropa. Sementara di bagian Timur, dataran Asia Tengah mulai bergabung dalam peradaban Islam melalui migrasi pada tahun 800-an. Masa ini menjadi akhir era penaklukan militer. Sebagai gantinya, penaklukan intelektual muslim dimulai.

Bab kelima diberi judul Zaman Keemasan Intelektual sebab selain menjadi jembatan antara pengetahuan kuno dan Renaisans Eropa, masa ini juga merupakan dasar bagi dunia ilmiah modern. Beberapa hal menarik dari buku ini adalah trivia yang tersebar di banyak halaman. Salah satunya adalah bahwa Universitas tertua di dunia, Universitas Al-Qarawiyyin ternyata didirikan oleh seorang wanita muslim di Maroko tahun 859. Khalifah Al Makmun mendirikan lembaga pendidikan di Baghdad yang dikenal dengan Bait Al-Hikmah, Rumah Kebijaksanaan. Ruang lingkupnya yang sangat luas benar-benar menyindir instansi pendidikan modern saat ini. Bagaimana tidak, Bait Al-Hikmah merupakan Universitas, perpustakaan, lembaga terjemahan dan sekaligus laboratorium penelitian, semuanya dalam satu kampus. Konon, cendekiawan yang berhasil menerjemahkan buku apa pun ke dalam bahasa Arab akan mendapatkan emas seberat bobot buku tersebut. Bab ini juga membahas kontribusi muslim terhadap berbagai bidang ilmu mulai dari matematika ada Al-Khawarizmi, Omar Khayyam dan Al-battani. Di bidang astronomi ada Al-Biruni dan Al-Majriti. Bidang geografi ada Muhammad Al-Idrisi dan Al-Mas’udi. Bidang kedokteran ada Ar-Razi dan Ibnu Sina, bidang fisika ada Ibnu Haitham, begitu pula di bidang fiqh, hadits dan teologi. Bagian tengah buku dilengkapi foto-foto dengan kertas ekslusif.

Selanjutnya masuk ke pergolakan yang muncul saat terjadi perang salib dan invasi bangsa Mongol di bawah pimpinan Jenghis Khan. Invasi bangsa Mongol mengawali periode kehancuran peradaban Islam di Persia, Irak dan Suriah. Bukhara hancur total. Ribuan naskah dibuang ke sungai Oxus dan lebih dari 3,7 juta jiwa tewas dibantai. Bagian ini benar-benar bikin ngeri membayangkan kebengisan bangsa Mongol.
Bagian berikutnya membahas pendirian Islam di Granada, Spanyol. Terjadi flukutasi kejayaan Islam di masa ini. Namun akhirnya runtuh juga setelah raja Ferdinand dan Ratu Isabella, monarki Katolik yang terkenal menyatukan kekuatan mereka sehingga amir yang menjabat saat itu, Muhammad XII terpaksa menyerahkan kunci kota dan Alhambra kepada para penakluk pagi-pagi buta ketika penduduk masih tidur kemudian meninggalkan kota itu sambil berurai air mata. 

Bab selanjutnya membahas dunia islam yang terabaikan atau yang disebut wilayah tepian seperti Afrika Barat, Afrika Timur, Tiongkok, India dan Asia Tenggara. Umumnya wilayah ini menjadi bagian peradaban islam lewat jalur perdagangan dan asimilasi budaya. Hingga kemudian Islam mengalami kebangkitan kembali dengan berdirinya Khalifah Utsmaniyah di Turki. Khalifah Utsmaniyah sempat melewati masa keemasan, kemudian pelan-pelan mengalami kemunduran terlebih sejak diberlakukannya reformasi liberal. Para wazir dan sultan mereorganisasi pemerintah dengan mengikuti gaya eropa dan mulai menanggalkan identitas islam. Pendidikan disesuaikan dengan standar Eropa, surban dan jubah yang menjadi pakaian pegawai selama berabad-abad diganti dengan celana, jaket dan sepatu bot kulit, pengetahuan ilmiah mulai dipisahkan dari pengetahuan agama, bahasa Arab yang telah berabad-abad menjadi lingua franca diubah ke bahasa Turki. 

Puncaknya terjadi saat khilafah terakhir jatuh pada tahun 1924. Setelah itu diberlakukan pelarangan jilbab, larangan adzan di masjid dan secara resmi mencabut hukum syariah. Umat Islam benar-benar mengalami kemunduran. Di saat yang sama Israel yang baru berdiri menggunakan perang untuk mengusir ratusan ribu muslim Arab dan Kristen keluar dari tanah air mereka, Palestina. Mereka mengungsi ke negara tetangga seperti Yordania, Mesir, Suriah dan Lebanon. Demikianlah akhir buku ini. Bagaimana pun kondisi umat Islam saat ini, penulis tetap optimis bahwa suatu saat Islam akan kembali mencapai masa kejayaannya. Sebab memang kemenangan dan kekalahan itu dipergilirkan. Tergantung pada bagaimana umat ini menghadapi dikotomi sekularisme dan politik Islam yang terjadi di seluruh dunia. Apakah syariat Islam akan kembali memainkan peran utama atau nasionalisme dan sekularisme yang menjadi arus utama? Jawaban itu akan menentukan era baru bagi Dunia Islam di masa yang akan datang.
 
;