18 October 2013

Idul Adha 1434 H

Alhamdulillah, lagi-lagi lebaran idul adha tahun ini bisa saya rayakan bersama keluarga di kampung. Ada lima hari waktu libur yang diberikan tapi kalau dihitung bersih hanya tiga hari karena hari pertama dan terakhir sebagian besar habis diperjalanan. Belakangan ini saya sulit menulis. Tak tahu kenapa. Padahal di kepala sudah bertumpuk berbagai hal yang ingin saya tuliskan. Tapi begitu membuka laptop, tiba-tiba tumpukan itu hilang begitu saja. Seperti tulisan di atas pasir yang dihapus air laut. Jejak samar-samarnya memang masih ada, tapi itu tidak cukup untuk membuat saya lanjut menulis. Kalau sudah begitu saya memilih beralih membaca atau melakukan hal lain.

Lebaran Idul adha tidak begitu ramai seperti halnya idul fitri, karena beberapa orang tak punya waktu libur tambahan jadi tidak bisa kembali ke kampung halaman. Barisan jamaah laki-laki yang biasanya memenuhi setengah lapangan saat idul fitri kini berkurang beberapa shaf. Beberapa anggota sepupu juga tidak pulang sehingga silaturahim tidak seheboh biasanya. Untunglah ada para keponakan yang cerewet jadi suasana sepi tidak terlalu terasa.



Selepas shalat ied di lapangan, saya ikut orangtua ke rumah tante, tempat para hewan kurban menunggu giliran eksekusi. Setelahnya saya diserahi tugas berkeliling mengantar daging tersebut sesuai alamat rumah yang diberikan. Lewat tengah hari tugas saya sudah selesai. Siang hari cuaca di kampung panas. Duduk diam saja tanpa melakukan apa-apa keringat tetap bercucuran. Rasanya ingin nyemplung ke kolam berisi air dingin.

Menjelang maghrib sekitar pukul lima lewat saya pergi berburu matahari sore di pinggir pantai, karena keesokan harinya sudah harus kembali lagi ke Makassar. Pantai yang di hari-hari biasa ramai oleh penjual ikan mendadak sepi. Hanya dua tiga orang terlihat berjalan sambil memotret senja. Beberapa anak terlihat sibuk bermain perahu dan berenang di laut. Di pantai saya bertemu teman yang juga melakukan hal yang sama : berburu matahari sore karena besok pagi harus kembali lagi ke kota. Sunset di Selayar memang yang paling keren, kata teman saya. Tentu ada banyak tempat di dunia yang menjadi spot melihat matahari terbenam. Ada banyak tempat di dunia yang lebih bagus dibanding kampung saya. Tapi dibandingkan tempat-tempat yang sudah dikunjungi, saya setuju dengan pendapat teman saya. Saya belum mendapati tempat di mana matahari terbenam begitu indah selain di tempat itu. Yah, mungkin saya harus lebih sering bepergian mencarinya. Tapi untuk sementara, tempat itulah yang terbaik.



Ngomong-ngomong, tak tahu kenapa tapi sepertinya langit di kota saya terlihat lebih dekat dari bumi. Sudah lama saya perhatikan begitu. Seolah-olah bila naik ke atas pohon kelapa dan mengangkat tangan, kau sudah bisa menyentuh gumpalan awan. Sementara langit di kota daeng berwarna pucat kelabu dan terlihat sangat jauh. Mungkin karena kampung saya dikelilingi bukit sehingga bila matahari atau bulan muncul dari baliknya, langit jadi kelihatan lebih dekat. Sementara di kota ada banyak gedung tinggi, jadinya langit terlihat sangat jauh.

Sore ini saya sempat memotret langit di belakang rumah kos. Membara seperti api.

 
;