Kalau dipikir-pikir
(halah), jodoh itu adalah perkara yang memusingkan. Ada yang rumit seperti rumus
fisika. Dan ada pula yang sederhana. Sesederhana mengatakan bahwa hari minggu itu
hari libur, jadi seluruh sekolah tutup. Beberapa fakta di lapangan yang saya
saksikan juga menunjukkan demikian. Dua orang bertetangga. Satu kuliah di
Makassar, satu kuliah di Jogja. Nyaris tidak pernah bertemu semasa kuliah.
Setelah pulang kampung, bertemu secara tidak sengaja di sebuah toko, bulan
depannya undangan sudah disebar.
Sepupu saya seorang
pelaut. Bertahun-tahun hidup di tengah air asin dengan cuaca yang berubah-ubah,
kadang cerah kadang badai. Mengingatkan saya pada kehidupan di anime One Piece.
Dia sudah berkali-kali ganti kapal dan menginjakkan kaki di berbagai negara dan
benua. Dan berkali-kali mengajukan “proposal” ke ibunya. Proposal pertama
berisi calon istri asal India. Tante sebenarnya membolehkan, tapi diberi pertimbangan
begini, “Ibu sudah tua dan tidak kuat bepergian jauh. Ibu berharap kamu menikah
dengan orang yang tidak jauh dari rumah.”
Proposal pun
batal, diganti dengan proposal lain yang beberapa tahun berikutnya masih terus
berganti. Seingat saya, yang terakhir adalah seorang perempuan asal Sumatera.
Tante mengiyakan. Tapi entah kenapa yang itu pun tidak jadi. Suatu ketika tante
berpapasan dengan teman lama. Tiba-tiba pembicaraan berbelok ke persoalan anak
yang belum menikah. Teman tante yang merupakan guru sejarah saya semasa SMP
ternyata punya anak perempuan yang juga belum menikah dan sudah bertahun-tahun bekerja
di sebuah instansi di Jawa.
Dari pembicaraan
tersebut timbullah rencana menikahkan keduanya. Percaya atau tidak, hanya dalam
hitungan hari rencana itu terwujud. Saya bahkan tidak yakin apa sepupu saya dan
calonnya itu dipertemukan terlebih dahulu atau hanya sekadar dikabari lewat
telepon. Tapi bukan masalah karena sebenarnya mereka teman seangkatan sewaktu
SMA walau hampir tidak pernah bertukar sapa. Sejak kelas satu si perempuan sudah
menduduki kelas ekslusif untuk orang-orang pintar. Dan sesuai dengan doa
ibunya, jodoh sepupu saya bukan orang yang jauh. Jarak antara kedua rumah mereka
bila dihitung-hitung tidak sampai dua kilometer. Jodoh memang (kadang) sederhana
ya.
Dan kali ini
giliran si Arai wannabe. Saya masih tidak habis pikir. Orang ini tidak pernah
serius, suka berkelakar dan sering sarkastis. Orang sini mengistilahkannya
dengan maccalla. Kanjeng Mami sendiri
bilang, siapapun yang berteman dengan makhluk antik ini harus siap-siap sakit
hati :D. Btw, orang ini disebut antik karena di tengah gempuran media sosial,
dia tidak tertarik bergabung di dunia twitter, facebook, line, whatsapp, wechat,
BBM dll. Orang ini hanya bisa ditemui di dua tempat : yahoo messenger dan blog.
Orang ini suka maccalla. Sewaktu masih di China, sempat
ditanya kenapa tidak memilih Jepang saja ? Dia menjawab : Jepang ? Apa tuh, negara
kecil. Eh, beberapa bulan kemudian dia kena batunya. Harus ke Jepang dan
tinggal di sana selama setengah tahun. Persoalan jodoh juga dia tidak pernah
serius. Sampai berbusa mulut temannya menasihati orang ini. Inti nasihatnya hanya
dua : lupakan perempuan itu dan cari yang lain. Tak disangka, jodohnya datang
dengan cara yang terlalu sederhana. Tepatnya di sebuah warung. Warung jenis apa
dia tidak mau bilang. Tapi karena disebut warung, bukan restoran atau rumah
makan, pikiran saya jadi mengarah ke warung sari laut yang banyak ditemui di
pinggir jalan.
Karena minimnya info yang diberikan, dia pun didemo. Kisahmu itu
berliku-liku, masa cuma segitu ? Masa sesederhana itu ? Masa endingnya begitu ?
Dia mengelak. Katanya kisahnya tidak berliku-liku, lurus-lurus saja. Hanya berisi
satu orang tapi panjang dan lama. Dan sabtu kemarin, si Arai wannabe pun melangsungkan
akad nikah. Sudah resmi ganti status. Untuk resepsi pernikahan di kampung,
katanya nanti diselenggarakan setelah dia kembali dari India. Mungkin sekitar
tiga atau empat bulan ke depan. Sebenarnya di hari pernikahannya saya ingin
memposting tulisan yang dia tulis dalam sebuah buku harian sewaktu menjelang
kelulusan SMA. Tapi izin terbit belum tembus jadi batal, deh.
Iya, perkara
jodoh memang (kadang) sederhana saja. Ada banyak kisah semacam ini di sekitar
kita. Entah kita saksikan sendiri atau diceritakan lewat lisan orang lain. Tapi
saya teringat dengan kicauan seorang teman pada suatu hari di dunia twitter. Persisnya
bagaimana saya lupa, tapi intinya begini, jangan terburu-buru mencantumkan nama
seseorang sebagai bagian dari masa depanmu, sebab belum tentu orang yang
bersangkutan mencantumkan namamu sebagai bagian dari masa depannya. Dan teringat
pula nasihat murabbi, tempuhlah jalan yang diridhai Allah. Teruslah belajar
memperbaiki diri. Jangan lupa berdoa meminta kekuatan. Sebab, orang yang
berilmu pun tidak ada yang aman dari perkara hati.