19 January 2014

Jodoh Itu (Kadang) Sederhana Saja

Kalau dipikir-pikir (halah), jodoh itu adalah perkara yang memusingkan. Ada yang rumit seperti rumus fisika. Dan ada pula yang sederhana. Sesederhana mengatakan bahwa hari minggu itu hari libur, jadi seluruh sekolah tutup. Beberapa fakta di lapangan yang saya saksikan juga menunjukkan demikian. Dua orang bertetangga. Satu kuliah di Makassar, satu kuliah di Jogja. Nyaris tidak pernah bertemu semasa kuliah. Setelah pulang kampung, bertemu secara tidak sengaja di sebuah toko, bulan depannya undangan sudah disebar.

Sepupu saya seorang pelaut. Bertahun-tahun hidup di tengah air asin dengan cuaca yang berubah-ubah, kadang cerah kadang badai. Mengingatkan saya pada kehidupan di anime One Piece. Dia sudah berkali-kali ganti kapal dan menginjakkan kaki di berbagai negara dan benua. Dan berkali-kali mengajukan “proposal” ke ibunya. Proposal pertama berisi calon istri asal India. Tante sebenarnya membolehkan, tapi diberi pertimbangan begini, “Ibu sudah tua dan tidak kuat bepergian jauh. Ibu berharap kamu menikah dengan orang yang tidak jauh dari rumah.”

Proposal pun batal, diganti dengan proposal lain yang beberapa tahun berikutnya masih terus berganti. Seingat saya, yang terakhir adalah seorang perempuan asal Sumatera. Tante mengiyakan. Tapi entah kenapa yang itu pun tidak jadi. Suatu ketika tante berpapasan dengan teman lama. Tiba-tiba pembicaraan berbelok ke persoalan anak yang belum menikah. Teman tante yang merupakan guru sejarah saya semasa SMP ternyata punya anak perempuan yang juga belum menikah dan sudah bertahun-tahun bekerja di sebuah instansi di Jawa.

Dari pembicaraan tersebut timbullah rencana menikahkan keduanya. Percaya atau tidak, hanya dalam hitungan hari rencana itu terwujud. Saya bahkan tidak yakin apa sepupu saya dan calonnya itu dipertemukan terlebih dahulu atau hanya sekadar dikabari lewat telepon. Tapi bukan masalah karena sebenarnya mereka teman seangkatan sewaktu SMA walau hampir tidak pernah bertukar sapa. Sejak kelas satu si perempuan sudah menduduki kelas ekslusif untuk orang-orang pintar. Dan sesuai dengan doa ibunya, jodoh sepupu saya bukan orang yang jauh. Jarak antara kedua rumah mereka bila dihitung-hitung tidak sampai dua kilometer. Jodoh memang (kadang) sederhana ya.

Dan kali ini giliran si Arai wannabe. Saya masih tidak habis pikir. Orang ini tidak pernah serius, suka berkelakar dan sering sarkastis. Orang sini mengistilahkannya dengan maccalla. Kanjeng Mami sendiri bilang, siapapun yang berteman dengan makhluk antik ini harus siap-siap sakit hati :D. Btw, orang ini disebut antik karena di tengah gempuran media sosial, dia tidak tertarik bergabung di dunia twitter, facebook, line, whatsapp, wechat, BBM dll. Orang ini hanya bisa ditemui di dua tempat : yahoo messenger dan blog.

Orang ini suka maccalla. Sewaktu masih di China, sempat ditanya kenapa tidak memilih Jepang saja ? Dia menjawab : Jepang ? Apa tuh, negara kecil. Eh, beberapa bulan kemudian dia kena batunya. Harus ke Jepang dan tinggal di sana selama setengah tahun. Persoalan jodoh juga dia tidak pernah serius. Sampai berbusa mulut temannya menasihati orang ini. Inti nasihatnya hanya dua : lupakan perempuan itu dan cari yang lain. Tak disangka, jodohnya datang dengan cara yang terlalu sederhana. Tepatnya di sebuah warung. Warung jenis apa dia tidak mau bilang. Tapi karena disebut warung, bukan restoran atau rumah makan, pikiran saya jadi mengarah ke warung sari laut yang banyak ditemui di pinggir jalan.

Karena minimnya info yang diberikan, dia pun didemo. Kisahmu itu berliku-liku, masa cuma segitu ? Masa sesederhana itu ? Masa endingnya begitu ? Dia mengelak. Katanya kisahnya tidak berliku-liku, lurus-lurus saja. Hanya berisi satu orang tapi panjang dan lama. Dan sabtu kemarin, si Arai wannabe pun melangsungkan akad nikah. Sudah resmi ganti status. Untuk resepsi pernikahan di kampung, katanya nanti diselenggarakan setelah dia kembali dari India. Mungkin sekitar tiga atau empat bulan ke depan. Sebenarnya di hari pernikahannya saya ingin memposting tulisan yang dia tulis dalam sebuah buku harian sewaktu menjelang kelulusan SMA. Tapi izin terbit belum tembus jadi batal, deh. 

Iya, perkara jodoh memang (kadang) sederhana saja. Ada banyak kisah semacam ini di sekitar kita. Entah kita saksikan sendiri atau diceritakan lewat lisan orang lain. Tapi saya teringat dengan kicauan seorang teman pada suatu hari di dunia twitter. Persisnya bagaimana saya lupa, tapi intinya begini, jangan terburu-buru mencantumkan nama seseorang sebagai bagian dari masa depanmu, sebab belum tentu orang yang bersangkutan mencantumkan namamu sebagai bagian dari masa depannya. Dan teringat pula nasihat murabbi, tempuhlah jalan yang diridhai Allah. Teruslah belajar memperbaiki diri. Jangan lupa berdoa meminta kekuatan. Sebab, orang yang berilmu pun tidak ada yang aman dari perkara hati.
 
;