09 October 2011

Laut Bukan Tempat Sampah

Apa itu romantis ? Bunga, lilin, malam, atau kado ? Bagiku, salah satu hal yang romantis adalah duduk berdua dengan buku di tengah laut kala langit di ambang sore, sebelum senja. Perjalanan lewat laut ketika pulang kampung selalu menjadi perjalanan yang paling kutunggu-tunggu. Selalu ada sensasi tersendiri dalam setiap putaran roda bus yang merayapi jalanan. Dimulai dari terminal Mallengkeri kemudian melewati lima kabupaten dan akhirnya bertemu dengan laut. Karena perjalanan melewati lima kabupaten tadi bisa memakan waktu empat jam, sehingga waktu sudah menjelang sore saat Feri mulai berlayar.

Dan inilah bagian yang paling kusukai, yaitu duduk di kursi paling pinggir dekat dinding kapal yang terbuka sambil membaca buku. Angin bebas, langit jingga dan teman duduk yang menyenangkan di tengah-tengah laut adalah hal yang sangat...romantis. Jika mata mulai agak lelah membaca, maka perhatian kualihkan sejenak ke laut. Suara angin dan bunyi jutaan buih air laut yang pecah ditabrak badan kapal adalah alunan pengusir kebosanan. Kadang kutemukan sebagian diriku masih percaya pada kisah fantasi dalam buku atau film bahwa di dalam laut berwarna biru gelap itu, ada monster yang senantiasa memburu kapal yang melintas di atasnya atau putri duyung cantik yang gemar menggoda para pelaut kemudian menyantap tubuh mereka.


Oke, kembali ke topik. Sayangnya, keromantisan yang kusebutkan tadi akan berakhir menyebalkan karena sekantong sampah. Lebih tepatnya sampah yang dibuang ke laut. Bagi sebagian orang mungkin ini terdengar remeh, toh sampah yang dibuang akan jadi makanan bagi penghuni laut. Teori mana yang menyebutkan bahwa ikan makan plastik dan botol minumam ? Rasanya sungguh menjengkelkan ketika kau sedang asyik menikmati riak-riak laut dan ikan yang berenang di sisi kapal lalu tiba-tiba melintas sekantung sampah, kaleng, bungkus rokok dan botol-botol minuman. Anak kesehatan lingkungan bisa mencak-mencak melihat ini. Lagipula di dinding kapal sudah ditulis dengan huruf arial bold warna merah berbunyi “DILARANG MEMBUANG SAMPAH KE LAUT”. Kupikir setiap orang yang tahu baca tulis dan juga sopan santun, seharusnya bisa mematuhinya. Kogoro Mouri bilang, peraturan dibuat untuk dipatuhi bukan untuk dilanggar.


Bayangkan saja bagaimana rasanya jika suatu hari kau sedang asyik lari-lari pagi atau sedang khusyuk makan siang tiba-tiba sebuah sampah ruang angkasa jatuh di atap rumah dan menimpa kepalamu. Itu karena sekumpulan alien di luar sana sedang menikmati camilan sambil berkendara mengunjungi teman sesama alien di planet lain. Lalu tanpa sengaja bungkusan camilannya jatuh di planetmu, dan dengan keakuratan yang mengerikan, mengenai kepalamu. Yah, tidak apa-apa, kau bisa memaafkannya toh si alien tidak sengaja. Tapi bagaimana jika setiap kali lewat, alien itu melakukan hal yang sama. Beberapa tahun kemudian planetmu tidak ada lagi bedanya dengan tempat pembuangan akhir.


Terserah ilustrasi ini mau dibilang berlebihan atau bagaimana tapi menurutku seperti itulah kondisi penghuni laut. Dan kita, manusia yang melewati wilayahnya, tak ubahnya makhluk asing yang menyeberang ke galaksi lain. Rasanya kurang ajar jika orang asing seenaknya mengotori daerah penduduk asli bahkan menganggap sampahnya adalah makanan bagi mereka. Laut adalah elemen penting dalam keseimbangan ekosistem. Tidak perlu berpanjang lebar tentang teori-teori lingkungan dan betapa pentingnya laut yang telah membuat bumi ini dijuluki planet biru. Di samping itu, tidak sedikit dari kita yang menggantungkan hidupnya bahkan makanan kita pun berasal dari hasil laut. Jadi berhubung kita sangat membutuhkan laut dan isinya, maka kita pun harus ikut menjaga dan melestarikannya. Caranya sangat mudah, minimal, JANGAN BUANG SAMPAH KE LAUT.
 
;