04 November 2011

Yang Tidak Bertarget

Baru saja saya selesai sms-an dengan seorang senior yang beberapa hari lagi akan menyempurnakan separuh diennya. Bulan ini undangan menikah datang beruntun dari teman dan senior-senior saya. Sekarang saja sudah ada tiga undangan. Bulan depan akan menyusul dua teman. Entah siapa lagi bulan berikutnya. Undangan pernikahan adalah berkah tersendiri bagi saya. Bisa menjadi ajang silaturahim sekalian wisata kuliner dari makanan berat sampai pencuci mulut. Selain itu juga bisa dibungkus untuk dibawa pulang. :D

Menikah adalah sunnah Rasulullah, sepertinya semua orang juga tahu. Tapi ternyata ada segelintir manusia yang lebih memilih hidup sendiri. Saya pernah membaca kisah seorang ulama yang sampai akhir hayatnya tidak menikah. Saya juga dibesarkan oleh seseorang yang memilih hidup sendiri. Sejak kecil saya diasuh oleh nenek yang merupakan tante ayah saya. Ibu pernah bercerita bahwa dulu banyak pemuda yang datang melamar nenek tapi tak satupun yang diterimanya. Saya tidak pernah menyakan alasannya karena kupikir itu adalah urusan pribadi. Tapi apapun alasannya itu adalah pilihan nenek. Dan lagi nenek sendiri tidak pernah mempermasalahkan kesendiriannya. Bedanya dengan para ulama, adalah mereka tidak menikah karena terlalu sibuk menuntut ilmu. Jangankan menikah, untuk makan saja mereka tidak ingat. Kalau yang lain mungkin punya alasan sendiri kenapa memilih untuk tidak menikah.

Belakangan ini saya juga sering terjebak pembicaraan atau diskusi seputar pernikahan. Mungkin karena pengaruh undangan-undangan tadi, jadi kalau sedang ngumpul dengan teman-teman tanpa disadari topiknya berubah haluan. Yang awalnya membahas masalah rencana lanjut studi, atau tentang buku yang baru dibeli, atau tentang rencana jalan-jalan tiba-tiba berpindah ke area pernikahan. Kalau sudah begitu saya cuma nyengir dengar mereka bercerita. Kadang saya salut dengan beberapa teman saya yang sudah punya rencana atau setidaknya bayangan akan kehidupan pribadinya. Bahkan ada seorang teman yang menargetkankan menikah paling lambat dua tahun ke depan. Persoalan dengan siapa dia menikah itu tidak penting, yang difokuskan adalah dia berani menargetkan akan membangun rumah tangga dua tahun lagi. Bahkan dia sudah berencana mempersiapkan diri menjadi seorang ibu di usianya yang masih muda itu. Wow...

Sementara saya, jangankan mempersiapkan diri menjadi ibu, menikah saja adalah hal yang belum pernah saya masukkan dalam target rencana hidup. Saya bukannya tidak ingin menikah tapi belum ada keinginan untuk itu. Entah kenapa tapi rasanya itu adalah hal yang sangat...sangat...jauh. Lebih jauh dari target jangka panjang. Pertama, saya baru dua putaran di usia kepala dua, bagi saya itu terlalu cepat. Terserah orang mau bilang saya tidak punya persiapan atau bagaimana. Terserah, itu benar. Kedua, saya masih menyukai kesendirian saya. Saya masih ingin belajar dan bepergian. Saya tidak mengatakan bahwa menikah membuat orang terkekang tapi tak bisa dipungkiri bahwa setelahnya, semua tidak akan lagi sama.

Ada yang bilang, nikmatilah hidupmu saat ini karena akan datang masa ketika kau menginginkan waktu berputar kembali. Jadi mari nikmati masa ini. Nikmati saja kesendirian ini.
 
;