16 May 2012

Random (2)

Assalamu’alaikum warahmatullah wabaraktuh

Postingan kali ini akan membahas tentang apa saja yang terjadi setelah hampir sepekan saya berada di kampung. Tidak penting memang, tapi saya rasa perlu untuk mempublikasikannya kepada teman wartawan sekalian. Oke deh, prolog nggak usah panjang-panjang. Let’s bekicot.
  1. Pertama-tama izinkanlah saya jengkel sejenak. Kejengkelan ini saya bawa sejak masih di Makassar. Bukan apanya, Supermoon sudah dua kali muncul tapi penampakannya yang superbesar itu tidak pernah kelihatan di atas langit rumah dan mungkin juga di seluruh kawasan Indonesia. Padahal seumur-umur, salah satu obsesi saya adalah bisa melihat bulan yang super besaaaaarrr, seperti yang digambarkan dalam anime Inuyasha. Tapi yah apa boleh buat, saya cuma bisa lihat gambarnya di internet. Dari beberapa gambar yang dimuat, yang paling bagus adalah gambar yang diambil di Yunani, kalau nggak salah di reruntuhan Acropolis. Bulannya besar sekali, merah pula. Huhuhu...pengen nangis rasanya. Tapi nggak apa-apalah, setidaknya masih bisa lihat efek ‘halo’. Itu lho, yang seperti lingkaran pelangi di sekeliling bulan. 
  2. Terjadi paradoks waktu di sini. Biasanya, selama di kampung waktu serasa berjalan lambat karena kesibukan lebih sedikit dibanding saat di Makassar, jadi kebanyakan santainya. Tapi kali ini sebaliknya. Waktu cepat sekali berlalu. Kalau di Makassar, porsi ngulet-ngulet setelah bangun pagi bisa makan waktu beberapa menit, tapi selama di sini hampir tidak pernah lagi ngulet-ngulet. Pokoknya begitu mata melek, kucek-kucek sebentar, langsung deh serbu kamar mandi.
  3. Cuaca di sini kacau, tidak bisa ditebak. Sepuluh menit cerah, menit berikutnya hujan. Lalu cerah lagi, lalu hujan lagi. Cerah lagi, hujan lagi, cerah lagi, hujan lagi. Cerah lagi, hujan lagi. Cerah lagi, hujan lagi. Cerah lagi, hujan lagi. Cerah lagi, hujan lagi. Kalian pasti capek membacanya, apalagi saya yang menulis dan mengalami langsung. Pernah saat lagi khusyuk-khusuknya di atas motor menyebar polusi pagi-pagi untuk berburu kue, cuaca masih cerah. Matahari masih kelihatan. Tapi baru separuh perjalanan, belum sampai ke penjual kuenya, eh tiba-tiba mendung. Tidak sampai lima detik kemudian saya sudah basah kuyup di atas motor sambil terbengong-bengong. Kemarin malam hujan deras, mati lampu dan kilat melukis langit (tsaah...bahasanya dong, melukis langit). Kalau kilat muncul, ruang tamu jadi terang benderang. Cocok banget syuting film horor saat itu. Atau adegan sinetron yang pelakonnya menampilkan ekspresi terkejut karena mendengar berita kecelakaan. Biasanya adegannya seperti ini : Pelakon 1 : "Mama..Mama...gawat, papa kecelakaan. Mobilnya masuk jurang.".  Pelakon 2 : "APAAAAAA???!!!" (diiringi backsound jreng...jreng...jreng...plus suara petir dan cahaya kilat. Wajah pelakon 2 dishoot lebih dekat)
  4. Selama di sini saya jarang keluar rumah. Paling cuma ke perpus, mini market atau hunting kue jajanan kalau pagi. Selebihnya, bertapa di rumah. Padahal biasanya di hari kedua berada di kampung, saya sudah mengukur jalan pakai penggaris 30 cm (nggak ding). Maksudnya, saya mulai menyantroni rumah teman-teman semasa SMA, menjarah apa saja yang ditemui di sana. Tapi kali ini, sudah hampir sepekan berlalu dan saya belum mengunjungi siapapun. Prok...prok...prok...ini rekor buat saya. Nah, tahukah kalian apa musababnya ? Semua itu adalah ulah benda mini ini. Apakah itu ? Jreng jreng jreng...Modem. Yep, benda mini yang bisa membawa saya main sepatu roda -bukan berselancar- di dunia maya ini adalah tersangka utamanya. Selengkapnya, baca point lima.
  5. Saya adalah penikmat fasilitas gretongan. Ada beberapa titik di kota ini yang menyediakan hotspot gratis, salah satunya Perpustakaan Pusat. Saya bisa berjam-jam menghabiskan waktu membaca buku baru sambil internetan di tempat ini. Tapi di sinilah dilemanya. Main ke perpus berarti harus meninggalkan rumah. Meninggalkan rumah berarti meninggalkan pekerjaan rumah. Meninggalkan pekerjaan rumah berarti melalaikan amanah. Melalaikan amanah berarti dosa. Jadi main ke perpus itu sama dengan dosa. Samakah ? Ah, tidak usah diambil pusing. Intinya, karena tidak memungkinkan bagi saya untuk selalu berkunjung ke perpus jadi saya ambil jalan tengah, beli modem. Modem adalah solusi mutakhir permasalahan saya. Dengan adanya modem, saya bisa internetan sambil nyapu, ngepel, masak atau sambil cuci piring. Bisa posting tulisan kapan aja kayak sekarang ini. Sementara untuk baca bukunya, tinggal pinjam di perpus. Hanya butuh waktu kurang dari 15 menit. Caranya : Ngebut ke perpus, isi buku tamu, langkahi dua-dua anak tangga ke lantai atas, langsung ke rak buku bertuliskan “Sastra”, ambil dua atau tiga buku, bukunya dicatat di bagian peminjaman, loncati lagi dua anak tangga ke lantai bawah dan ngebut pulang. Yup, masalah saya bisa diatasi dengan modem. Karena itu sebelum pulang kampung saya bela-belain beli modem yang bikin dompet tambah tipis. Anyway, saya puas.
  6. Walau sudah berada di rumah, saya jarang nonton TV. Ini karena saya pulang dengan membawa setumpuk buku dari Makassar. Selain agar tidak mati gaya, saya juga kasihan melihat buku-buku itu menumpuk karena belum dikhatamkan. Jadinya, di saat senggang saya lebih memilih berkhalwat dengan mereka. Kalau pun nonton, acara TV yang saya ikuti hanya seputar berita terkini jatuhnya pesawat Sukhoi dan serial animasi Shaun The Sheep.
  7. Kalau diperhatikan, cara remaja naik motor di kota ini belum berubah sejak saya masih SMA, masih invalid. Jadi begini, ada semacam gaya atau tren naik motor yang menurut saya aneh. Mereka mengendarai motor dengan membengkokkan pinggangnya ke salah satu sisi, biasanya ke sisi kiri. Sehingga badan pengendaranya terlihat tidak seimbang kiri dan kanan. Pernah saya tanyakan ke salah satu teman yang juga mengadopsi gaya invalid ini dan dia menjawab bahwa mengendarai motor dengan gaya itu membuat angle-nya terlihat keren.
  8. Saya menemukan lagi sebuah blog yang lumayan seru. Biasalah, kalau lagi keluyuran di dunia maya, saya paling suka baca blog-blognya orang walau jarang meninggalkan jejak di sana. Nah, kemarin malam saya nyasar ke blognya dia. Awalnya cuma baca satu postingan, tapi lama-lama jadi tertarik baca tulisannya yang lain. Desain blognya paduan warna hitam-merah. Dark banget kelihatan, mengingatkan pada game vampire yang pernah saya mainkan dulu. Tapi isi blognya tidak sesuram desainnya. Sebaliknya, tulisannya seru dan informatif. Kebanyakan tulisannya membahas seputar Jepang gitu. Mulai dari dorama, viskei, anime sampai kehidupan sehari-hari. Pssttt...selain itu sepertinya kami punya satu persamaan. Apakah itu ? Kami sama sama......apa coba ?? Ah...lupakan saja. *Botol-botol melayang*
  9. Saya tambah sering memamah emping dan kripik pisang. Soalnya di rumah cuma itu camilan yang tersedia. Apalagi kalau sudah khusyuk di depan laptop, tanpa terasa toples empingnya sudah kosong.
  10. Pagi-pagi buta saya dapat sms dari salah satu personil istiqomers. Sepertinya pagi hari telah menjadi waktu paten sms curcol masuk ke hape saya. Dia sms kalau dia itu shock karena baru tahu si Kibo -kucing peliharaan Istiqomers- telah berpulang beberapa pekan lalu. Katanya dia sampai nangis pagi-pagi mengingatnya. Kibo adalah kucing yang kami pelihara karena si Mika -ibunya- tidak mau mengurus anaknya. Kucing ini akhlaknya baik, tidak suka menggarong seperti kucing luar. Dan karena terbiasa dengan manusia, bagian hitam matanya jadi bulat penuh, tidak runcing seperti mata kucing pada umumnya. Mata hitam yang bulat penuh menandakan kucing itu merasa aman. Luculah pokoknya si Kibo. Sebenarnya saya bukan penyuka binatang, tapi si Kibo adalah pengecualian. Rest in peace, Kibo-chan...!
  11.  Langit di kota ini keren. Bintangnya lebih banyak dibanding yang ada di makassar.
  12. Terakhir, terima kasih telah sudi membaca postingan ini, walau isinya cuma selusin curcol nggak penting. Well, see you in the next post. Salam Ultraman. Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh
 
;