Lincoln masih belum percaya bahwa pekerjaannya sekarang adalah
membaca E-mail orang lain. Saat melamar pekerjaan sebagai petugas
keamanan internet, pemuda itu mengira ia akan membangun firewall dan
melawan hacker, bukannya memberi peringatan pada karyawan yang mengirim
E-mail berisi lelucon jorok seperti sekarang.
Beth dan Jennifer tahu bahwa ada seseorang di kantor yang
memonitor E-mail mereka. hal itu adalah kebijakan kantor. Namun, mereka
tidak menganggapnya serius. mereka bertukar E-mail tentang hal-hal
paling pribadi.
Saat Lincoln menemukan E-mail Beth dan Jennifer, pemuda itu tahu
ia harus melaporkan mereka berdua. Namun ia tidak bisa. E-mail mereka
terlalu menarik untuk dilewatkan. Hanya saja, saat Lincoln sadar ia mulai jatuh hati pada salah
satunya, sudah terlalu terlambat untuk memulai perkenalan. Lagipula, apa
yang bisa ia katakan ?
Pengalaman membaca Eleanor & Park membuat saya mencari lagi novel Rainbow Rowell yang lain. Suka cara bertuturnya, karakter tokoh-tokohnya dan juga humornya. Attachments adalah novel pertama yang ia tulis dan lagi-lagi mengambil latar 90-an, masa sebelum smartphone melipat jarak. Tapi masa Attachments sudah lebih canggih dibanding Eleanor & Park karena internet sudah eksis dan orang-orang mulai berkirim pesan lewat E-mail.
“Kalau seorang cowok berani menikah, berarti dia adalah orang dewasa.”
(Beth, hal. 15)
Novel ini bercerita tentang dua sahabat, Beth dan Jennifer, yang
rutin berkirim E-mail di sela-sela jam kerja mereka. Keduanya bekerja di
surat kabar The Courier dan ditempatkan di bagian yang berbeda. Beth di bagian redaksi yang bekerja meresensi film sementara Jennifer adalah copy editor yang ditempatkan di bagian feature.
Adapun Lincoln masih terbilang pegawai baru yang ditempatkan sebagai
petugas keamanan internet. Awalnya ia berpikir akan melindungi surat
kabar itu dari serangan hacker. Nyatanya, pekerjaannya hanya memantau E-mail para karyawan dan mengirimkan memo pada mereka yang kedapatan melanggar aturan.
Pelaggarannya macam-macam mulai dari E-mail yang berisi lelucon
jorok, pegawai yang berjudi online atau pegawai yang menghabiskan jam
kerja mengisi kuis kepribadian online. Jadi ada semacam program bernawa
WebShark yang dibangun untuk mengawasi apapun yang dilakukan oleh pegawai di
internet dan jaringan internet. Semuanya, setiap E-mail, setiap website
dan setiap kata. Jika ada E-mail yang bermuatan kasar, rasis atau kata
yang dicurigai, maka WebShark akan memberi tanda bendera merah
dan menyimpan E-mail tersebut. Pekerjaan Lincoln-lah membaca semua
E-mail berbendera merah itu dan melaporkannya jika dianggap sudah
keterlaluan. Kedengarannya membosankan yah. Lincoln pun berpikir begitu.
“Masalahnya, digaji untuk tidak melakukan apa-apa terus-menerus mengingatkanku bahwa aku tidak melakukan apa pun.”
(Lincoln, hal. 42)
Nah, suatu ketika Lincoln membaca E-mail Beth dan Jennifer yang
bertanda bendera merah. Kedua wanita itu sepertinya tidak peduli bahwa
ada seseorang di suatu tempat dalam kantor yang terus memantau E-mail
mereka. Mereka membahas banyak hal, termasuk hal-hal yang bersifat
pribadi. Lincoln tahu ia harus mengirim peringatan, tapi setelah membaca
sekitar setengah lusin E-mail yang bertanda merah, peringatan tak
kunjung dilakukan. Boleh dibilang, Lincoln penasaran untuk terus membaca
E-mail tersebut. Ia menyukai keduanya, terutama Beth.
Melalui rangkaian E-mail itu, Rainbow Rowell menceritakan kehidupan
Beth dan Jennifer. Ceritnya selang-seling tiap bab antara kisah Beth dan
Jennifer dalam E-mail, dengan kisah Lincoln. Jennifer dan suaminya,
Mitch, terlihat seperti pasangan suami istri lainnya. Kecuali bahwa
Jennifer tidak menginginkan anak. Ia punya semacam ketakutan mempunyai
anak. Mungkin trauma masa lalu. Ayahnya pergi saat ia masih kecil.
Jennifer dan ibunya kemudian hidup menumpang dari satu rumah ke rumah
lain.
“Ibuku tidak berjuang untuk persamaan hak. Dia bahkan tidak tahu
peristiwa itu pernah terjadi. Ayahku pergi dua puluh tahun yang lalu,
dan ibuku masih terus-menerus mengatakan bahwa seorang laki-laki adalah
kepala keluarga.”
(Jennifer, hal. 147)
Sementara Beth tinggal bersama Chris, seorang gitaris band. Mereka
sudah bersama selama tujuh tahun (kalau tidak salah). Dan hal yang
paling diimpikan Beth adalah suatu saat Chris akan melamarnya. Suatu
saat yang entah kapan karena Chris, seperti gitaris pada umumnya, adalah
tipe orang yang tidak mau terikat komitmen. Chris ini menimbulkan
banyak tanya bagi saya. Mungkin karena porsinya terlalu sedikit. Tapi
saya sedikit paham, bahwa ada orang-orang yang tidak ingin memenuhi
kepalanya akan seseorang, tidak ingin perasaannya terlalu besar dan
tidak mau membuat dirinya bergantung pada orang itu. Kesannya tokoh ini
seperti menyimpan banyak rahasia. Pembaca tidak tahu asalnya dari mana, masa lalunya bagaimana, apa yang
ia suka dan tidak suka, atau apa yang bisa membuatnya bahagia.
“Kurasa kadang memang dia seperti itu. Merasa
perlu menarik diri. Aku menganggapnya seperti musim dingin. Selama musim
dingin, bukannya matahari menghilang. Kau masih bisa melihatnya di
langit. Tapi matahari terlihat lebih jauh di musim dingin.”
(Beth, hal. 174)
Kehidupan Lincoln lain lagi. Setelah lulus kuliah dan kembali bekerja
di kota kelahirannya, Lincoln memilih tetap tinggal bersama ibunya.
Lincoln punya kakak perempuan yang jarang akur dengan ibunya. Kakaknya
sering mendesak Lincoln untuk tinggal sendiri, agar ia punya kehidupan
sendiri seperti orang-orang normal seharusnya. Rutinitas harian Lincoln
agak monoton, pekerjaannya hanya membaca E-mail sepanjang hari kerja.
Akhir pekan dihabiskan dengan main game bersama teman-teman semasa
SMAnya atau menyewa film dan menonton sendirian. Tokoh ini kikuk dan
pemalu. Tapi jujur, ramah dan selalu siap membantu. Benar-benar baik
hati. Dia senang berbasa-basi dengan orang yang lebih tua. Saya suka
bagian persahabatannya dengan Doris. Sewaktu SMA, Lincoln pernah lama
bersama Sam, gadis yang pertama baginya dan yang dia anggap sempurna.
Lincoln berniat kuliah di mana pun Sam Kuliah. Dia malah berencana
menikahi Sam. Tapi di tahun kedua perkuliahan, Sam mencampakkannya demi
seorang yang menjadi lawan mainnya di teater kampus. Lincoln pun hancur.
“Cinta pertama selalu berakhir. Semua cinta pertama selalu
berakhir. Tidak ada yang menikah dengan cinta pertama mereka. Cinta
pertama hanya sebatas itu. Yang pertama. Itu artinya akan ada yang lain
setelah itu.”
(Sam, hal. 190)
Awalnya karakter Lincoln biasa saja. Polos dan cenderung naïf. Saya
tertawa waktu sampai di bagian Lincoln yang menangis seperti anak kecil
ketika dicampakkan Sam. Antara lucu dan merasa kasihan. Lebih cenderung
ke Chris sebenarnya. Biasalah pemirsa, pembaca tuh penasaran sama yang
misteriyuz-misteriyuz begitu. Yang setiap masuk bagiannya seolah-olah
suhu turun ke titik nol derajat celcius. Dingin. Pertanyaanku selalu
untuk Chris adalah, akankah ia berubah ? Apakah ia mau komitmen dengan
Beth di akhir cerita? Chris langsung menjawab,
“Aku selalu mencintaimu, tapi aku ingin kau tahu bahwa aku tidak akan pernah menikahimu.”
(Chris, hal. 359)
Aigoo…sungguh teganya dirimu..teganya…teganya…teganya…
Ini kalimat paling melegenda dalam novel. Kata-katanya ibarat
tendangan seribu bayangan (halah). Tapi demikian akhir kisah Chris, dia walkout dari kehidupan Beth. Benar-benar karakter yang tidak tertolong.
Btw, yang membuat pembaca gregetan adalah kapan Lincoln dan Beth akan
bertemu. Sebab selama membaca rangkaian E-mail itu, Lincoln belum
pernah melihat sosok Beth. Sebenarnya boleh dibilang dia sengaja tidak
ingin melihatnya. Ini jadi pertanyaan juga, bisakah seseorang jatuh hati
pada orang lain karena tulisannya, padahal belum pernah melihat
orangnya secara langsung ?
“Ada sesuatu yang sangat romantis tentang hal itu. Semua wanita
menginginkan seorang pria yang jatuh cinta pada jiwanya, selain juga
penampilannya.”
(Christine, hal. 238)
Yang paling terasa adalah kemampuan Rainbow Rowell membuat karakter
Lincoln yang dari biasa saja, pelan-pelan berubah menjadi karakter
yang disukai. Pembaca akan menyadari betapa manisnya tokoh ini. Satu
lagi yang saya suka -dan itulah kenapa cenderung memilih novel
terjemahan- karena banyaknya karakter yang diceritakan dalam satu novel.
Kekurangan dari novel-novel romance yang pernah saya baca
adalah minimnya eksplorasi berbagai karakter. Seolah-olah dunia hanya
milik dua tokoh utama saja. Yang lain cuma nempel. Padahal banyak hal
yang bisa diceritakan, tentang ayah-ibu tokoh utama, tentang adik-kakak
tokoh utama, tentang sahabat-sahabat tokoh utama, tetangga, guru,
atasan, rekan kerja, tentang buku, tentang sains, seni, macam-macamlah.
Jadi pembaca tidak melulu terpaku pada dua tokoh saja sementara tokoh
lain sekadar numpang lewat. Banyaknya karakter membuat pembaca lebih
bisa memilih tokoh mana yang akan ia sukai.