Kami bertemu secara kebetulan. Ah, tapi tidak ada yang kebetulan di dunia ini, semua sudah ditakdirkan. Aku pertama kali melihatnya di sebuah toko, berhubung aku memang sering mampir ke sana. Tapi saat itu aku hanya melihatnya sekilas dan waktu berlalu. Selanjutnya, beberapa kali aku mampir ke toko itu, dia juga selalu hadir di sana, atau masih ada di sana. Aku hanya tahu nama dan beberapa partikel kecil tentang dirinya. Tapi pernah selama satu bulan dia tidak pernah muncul di toko itu. entah dia menghilang kemana.
Hingga suatu hari aku kembali bertemu dengannya di pelataran lantai 1 perpustakaan umum kampusku. Sepertinya saat itu dia sedang jalan-jalan ke sana. Aku melihatnya duduk bersandar di koridor yang agak agak remang-remang. Dari jauh aku sudah bisa mengenalinya tapi di koridor itu dia tampak seperti siluet. Dia memang selalu memakai pakaian berwarna gelap dan bergambar baju yang berlumuran tinta atau mungkin cat. Tapi dia hanya diam. Selalu diam. Dia terlihat angkuh dan tak peduli pada lalu lalang manusia di hadapannya. Dan dia juga terlihat kotor, kulihat debu-debu menempel di bajunya. Entah darimana atau apa yang dia lakukan sampai begitu. Dia menikmati duduk bersandar di koridor, dia terlihat kusut dan kelelahan. Dia hanya duduk dalam diam, tak sedikitpun meminta orang lain untuk melihat apalagi memperhatikannya.
Sebenarnya aku ingin melihatnya dari jarak dekat dan bermaksud menyapanya tapi berhubung aku sudah terlambat masuk kuliah dan saat itu temanku sudah menyeretku menjauh jadi kupikir mungkin dia masih akan di sana sampai kuliahku selesai. Sayangnya, kuliahku selesai jam empat sore lewat dan ketika kembali ke sana, dia sudah pergi.
Kemudian suatu hari, entah angin apa yang membawanya tapi tiba-tiba saja dia sudah berdiri di depan kosku. Dia datang bersama tetangga kamarku. Aku hanya melongo melihatnya. Kau percaya takdir ? Yah, aku percaya, jodoh memang takkan kemana. Akhirnya dia pun mulai bercerita tentang banyak hal. Tentang arti hidup, tentang semangat, tentang pengorbanan, tentang mimpi, tentang penderitaan, tentang dendam dan tentang memaafkan.
Tepat detik terakhir dia bercerita, aku bergumam dalam hati, “astaga, aku jatuh cinta”. Tolong, tolong jangan menghakimi dulu. Saya akan menjelaskannya. Mungkin ini aneh atau bahkan konyol. Tapi adakah yang lebih aneh dari cinta ? Aku hanya jatuh cinta padanya. Hanya itu. Dan setiap orang punya perasaan semacam itu. Meski apa yang kurasakan memang sedikit berbeda. Aku seakan bisa melihatnya menangis meski ketika bercerita dia bersikap biasa. Juga bisa kurasakan dia tertawa bebas meski dia menceritakannya dengan sangat-sangat datar, tanpa ekspresi hanya terlihat hitam dan putih. Tapi aku senang mendengar kisahnya. Sekarang dia sudah pergi tapi aku masih selalu mengingatnya, mengingat kisah yang dia ceritakan padaku. Dia bernama Story dan dia adalah sebuah BUKU. (sampai di sini silakan tertawa)
Yah, intinya kawan-kawan, saya hanya sedang jatuh cinta (lagi) pada sebuah buku. Begitulah, saya kadang gampang jatuh cinta pada...buku. Selama menurut saya buku itu menginspirasi maka saya bisa jatuh cinta entah itu tulisan Aidh Al Qarni, Salim A. Fillah, Andrea Hirata, Rizki R, Tere Liye atau Arthur Conan Doyle dan inilah yang bisa membuat saya bangkrut di awal bulan untuk membeli buku atau bisa membuat saya menjadi perompak (memaksa pinjam meski yang punya buku keberatan) Huhuhu...
Begitulah, makanya kubilang tadi jangan menghakimi dulu. Dan oh ayolah, jangan terlalu serius begitu dong. Santai...oke...santai. Peace !