Di dunia ini kita sering menemukan hal-hal yang tidak masuk di akal, termasuk pilihan manusia. Banyak yang bilang, hidup itu pilihan. Benar. Dalam hidup kita selalu dihadapkan pada pilihan. Mau masuk Universitas, kita harus memilih universitas mana dan jurusan apa yang kita inginkan. Belanja di pasar kita selalu dihadapkan pada pilihan. Memilih sepatu, baju, buku atau apapun. Bahkan untuk naik angkot pun kita harus memilih. Intinya pilihan itu selalu ada. Entah itu benar atau salah, baik atau buruk, dan hitam atau putih. Tapi yang sering tidak masuk akal adalah alasan dibalik pemilihan itu. Anggap saja begini, kau akan melewati sebuah jalan yang sangat gelap dan bahkan saking gelapnya kau tidak bisa melihat jalan tersebut. Di sisi kanan kiri jalan terdapat jurang yang menganga dan setiap saat kau bisa tergelincir masuk ke dalam. Jika seseorang datang menawarkan lentera padamu sebagai penerang atau penunjuk jalan, apa yang akan kau lakukan ? Menerima atau menolak lentera itu. Apa kau bisa menerima alasan jika seseorang menolak lentera itu karena takut melihat jurangnya? Bukankah dia justru akan jatuh lebih cepat dan juga mati konyol jika mencoba melangkah dengan hanya meraba-raba tanpa penerang dibanding orang yang mau menggunakan lentera itu sebagai penunjuk jalannya. Meski dengan lentera itu dia akan melihat jurang yang mengerikan, tapi bukankah dengannya akan ditunjukkan arah yang benar. Lebih konyol lagi kalau orang yang telah diberi lentera dan sudah tahu mana jalan yang seharusnya dilewati, malah memutuskan melompat ke dalam jurang, tempat yang awalnya ia ingin hindari. Kalau ingin mengatakan bahwa itu adalah pilihannya, memang benar. Tapi pilihan yang kita ambil adalah penentu siapa diri kita dan apakah hidup yang kita jalani berarti atau hanya sekedar jasad kosong yang meraba-raba dalam kegelapan.
Setiap manusia pernah mengambil pilihan yang salah. Tapi sebaik-baik orang yang melakukan kesalahan adalah orang yang memperbaikinya.