09 December 2012

Random (3)

Kalau sedang kerja tugas, saya bisa duduk sampai membusuk di satu titik kamar tanpa berpindah-pindah. Selalu saja ada sudut-sudut yang jarang bahkan tidak pernah disentuh. Maksudnya, dalam kamar yang berbentuk kotak dan punya empat sisi sebagai dinding, biasanya saya hanya bersandar pada dua sisi saja, sementara dua sisi lainnya hanya disentuh untuk dibersihkan. Padahal, saya bisa bebas untuk duduk, tidur dan bersandar di sudut atau di sisi manapun yang saya mau. Tapi entah kenapa, sudah menjadi kebiasaan hanya memilih beberapa bagian saja dan membiarkan yang lainnya tidak tersentuh. Begitu juga jalan yang sehari-hari selalu dilewati sampai tempat makan yang sering dikunjungi. Selalu ada bagian darinya yang saya pisahkan, tak ingin menyentuhnya. Dan dalam skala hidup yang lebih luas, ternyata saya pun seperti itu. Ah, rumit juga.

*****
Jika ingin menitipkan barang berharga, kepada siapa kita menjatuhkan pilihan ? Kerabat, saudara, atau sahabat ? Kejadian sederhana belakangan ini mengingatkan saya akan satu hal penting yang sedikit terlupakan. Beberapa waktu lalu saya sempat uring-uringan setiap kali akan keluar rumah karena mendapati motor telah dihiasi tiga kotoran ayam. Mau tidak mau saya harus mencucinya dulu dan menunggu sampai kering baru kemudian dipakai. Kejadian itu berulang sampai tiga kali. Saking jengkelnya, saya sampai mengancam ayam-ayam yang berkeliaran di sekitar situ. Tapi sepertinya mereka tidak paham bahasa manusia. Dan saya juga tidak tahu bahasa ayam. Selepas shalat maghrib, saya membuka-buka sebuah majalah islam edisi terbaru. Ada sebuah kisah yang menyentuh di salah satu rubriknya. Kisahnya tidaklah terlalu nyambung dengan kejadian yang saya alami, tapi itu cukup untuk menjadi pengingat.

Ada banyak penjelasan masuk akal mengapa kotoran ayam tadi hanya nangkring di atas motor saya padahal ada beberapa motor lain yang juga terparkir di sana. Entah karena posisi motor yang diparkir, entah jumlah dan kebiasaan ayam atau pun alasan lainnya. Tapi saya lupa bahwa segala hal, sampai pada sehelai daun yang gugur pun, tidak akan lepas dari pengawasan dan kehendak Allah. Kehendak ciptaan tidak akan mengalahkan kehendak Penciptanya. Allah adalah sebaik-baik Pelindung, sebaik-baik tempat menitipkan. Saya lupa bahwa jika ingin menitipkan atau meminta sesuatu, Allah-lah yang pertama kali harus saya hubungi, bukan yang terakhir. Keesokan harinya sepulang kuliah, setelah memarkir motor, ada doa yang tertitip. Dan memang benar, Allah adalah sebaik-baik pelindung. Alhamdulillah, motor saya juga baik-baik saja. 

*****
Belakangan ini saya juga menyadari bertambahnya jumlah dosen yang menghentikan sejenak perkuliahan karena menjawab adzan. Seingat saya, sebelumnya hanya sekitar satu atau dua orang yang seperti itu. Dan kini jumlahnya bertambah. Lagi-lagi ini mungkin terdengar sederhana. Tapi untuk ukuran sebuah kampus, terlebih di zaman ini, berapa persen orang yang mengamalkannya ? Berapa banyak orang yang tahu bahwa salah satu sunnah yang diajarkan Rasulullah saat adzan berkumandang adalah menjawabnya ? Karena itulah, rasanya senang sekali jika dosen memerintahkan untuk diam dan menjawab saat terdengar panggilan adzan. Seperti saling mengingatkan satu sama lain.

*****
Suatu sore setelah gerimis mereda, tepat di penghujung garis horizon, matahari berhasil meloloskan diri dari awan. Bumi pun berubah warna menjadi jingga. Menyilaukan dan hangat.
 
;