15 January 2013

Sepotong Puzzle


Pada rentang waktu entah kapan, ketika ucapan selamat harus terlisan, seseorang hanya perlu menambahkan kata “tinggal”. Mungkin dengan tangan terkepal atau senyum yang tak lekang. Kemudian langkah-langkah akan saling menjauh. Memberi ruang di tengah kisah dan mengizinkannya terisi hal lain sebagai pemenuh kekosongan.

Hingga saat itu tiba,

Huruf-huruf mulai terangkai dari tangan-tangan gemetar. Seumpama anak kecil menyusun puzzle. Dan pengelana mengumpulkan mozaik. Ketika huruf terangkai dalam bingkai kata. Ketika kata menyatu membentuk makna. Segalanya menjadi berbeda, tak lagi sama. Hujan takkan kembali mampir. Musim mungkin akan berakhir.

Hingga saat itu tiba,

Mereka belajar memahami arti singgah atau memahami makna pulang dengan cara masing-masing. Di titik manapun ia berpulang, di belahan manapun ia pernah singgah, tak jadi soal. Di ujung waktu mereka mungkin tak menyadari. Dari mana awalnya atau sejak kapan mulanya.

Hingga saat itu tiba,

Titik akan mendekam. Terganti dengan koma. Ia akan menanti waktu untuk mengakhiri. Mengakhiri apa yang pernah termulai. Tak perlu sebaris penutup seperti dalam dongeng pengantar tidur. Mereka tidak nyata. Mereka terlahir dari lisan manusia, sebagai angan hidup yang terlampau singkat dan ingin yang tak pernah mufakat. Mereka adalah tempat manusia menembus realita dan merebahkan mimpi  pada jendela utopia.

Hingga saat itu tiba,

Pemilik langkah akan menarik garis. Menutup kotak teka teki yang belum selesai. Menatap dari jauh. Lalu terlelap bersama sepotong puzzle terakhir dalam genggaman.
 
;