Pada rentang waktu entah kapan, ketika ucapan selamat harus terlisan,
seseorang hanya perlu menambahkan kata “tinggal”. Mungkin dengan tangan
terkepal atau senyum yang tak lekang. Kemudian langkah-langkah akan
saling menjauh. Memberi ruang di tengah kisah dan mengizinkannya terisi
hal lain sebagai pemenuh kekosongan.
Hingga saat itu tiba,
Huruf-huruf mulai terangkai dari tangan-tangan gemetar. Seumpama anak
kecil menyusun puzzle. Dan pengelana mengumpulkan mozaik. Ketika huruf
terangkai dalam bingkai kata. Ketika kata menyatu membentuk makna.
Segalanya menjadi berbeda, tak lagi sama. Hujan takkan kembali mampir.
Musim mungkin akan berakhir.
Hingga saat itu tiba,
Mereka belajar memahami arti singgah atau memahami makna pulang
dengan cara masing-masing. Di titik manapun ia berpulang, di belahan
manapun ia pernah singgah, tak jadi soal. Di ujung waktu mereka mungkin
tak menyadari. Dari mana awalnya atau sejak kapan mulanya.
Hingga saat itu tiba,
Titik akan mendekam. Terganti dengan koma. Ia akan menanti waktu
untuk mengakhiri. Mengakhiri apa yang pernah termulai. Tak perlu sebaris
penutup seperti dalam dongeng pengantar tidur. Mereka tidak nyata.
Mereka terlahir dari lisan manusia, sebagai angan hidup yang terlampau
singkat dan ingin yang tak pernah mufakat. Mereka adalah tempat manusia
menembus realita dan merebahkan mimpi pada jendela utopia.
Hingga saat itu tiba,
Pemilik langkah akan menarik garis. Menutup kotak teka teki yang belum
selesai. Menatap dari jauh. Lalu terlelap bersama sepotong puzzle
terakhir dalam genggaman.