28 January 2013

Segigih Arai, Setragis Ikal


“Di dunia ini, ada hal-hal yang tidak bisa diubah”

Berita yang baru saja sampai ke telinga saya rasanya seperti mendengar berita bahwa nenek berhasil memasukkan benang ke lubang jarum tanpa bantuan kacamata. Tidak mungkin. Tapi demikianlah adanya berita, yang kata teman saya, paling cetarrr membahana badai di awal tahun 2013 ini. Sebuah berita yang membahagiakan bagi sebagian orang sekaligus menyedihkan bagi sebagian yang lain. Penggemar novel Andrea Hirata pasti tahu bagaimana Arai bertahan menunggu satu perempuan, Zakiah Nurmala, sejak kelas satu SMA dalam novel Sang Pemimpi, yang kisahnya kemudian berakhir manis di novel Maryamah Karpov.

Kisah Ikal juga tidak kalah seru dibanding Arai. Dia melintasi separuh bumi, menjelajah berbagai negeri sampai menyeberang ke benua tandus Afrika demi mencari A Ling, perempuan dengan senyum dan paras kuku yang telah membuatnya senewen menderita berbagai macam penyakit gila. Kisah itu dituangkan dalam novel Edensor, yang berbeda dengan Arai-Zakiah, kisah Ikal berakhir menyedihkan di Maryamah Karpov. Di belahan bumi lain, sebuah perpaduan kisah Arai-Ikal, yang tidak pernah dibukukan, juga terjadi hal serupa. Kisah itu seperti dongeng pengantar tidur, tapi dongeng yang belum berakhir karena tak ada kalimat penutup “Hidup bahagia selamanya”. Kisah itu masih menggantung seperti kabut dengan akhir yang tak tertebak, sampai berita itu tiba.

Pada zaman dahulu, tidak dulu-dulu amat, terkumpullah sekitar 30 pelajar pilihan dari berbagai negeri dan dari berbagai tingkat status sosial ekonomi. Mereka akan belajar bersama-sama selama setahun. Detik berganti menit, menit berganti jam, jam berganti hari dan hari yang lama berganti dengan hari yang baru. Tanpa terasa keakraban di antara puluhan pelajar itu terjalin semakin erat. Dan seperti layaknya kehidupan remaja umumnya, selalu ada romansa yang mengintip di balik tawa dan hangat kebersamaan. Tersebutlah seorang pemuda jelata yang sangat cerdas di bidang matematika dan bahasa asing tapi amat benci dengan biologi, terkena anak panah yang tanpa sengaja terlepas dari busur seorang perempuan anggun kalangan kelas atas. Tapi kisah ini bukan kisah klasik  Romeo dan Juliet atau Siti Nurbaya yang bertema “perbedaan yang tidak dapat disatukan” atau “cinta yang dibawa mati”. Tidak, sama sekali bukan itu. Temanya, seperti kata Andrea Hirata dalam Sang Pemimpi, adalah tentang indifferent love. Seseorang yang bertahun-tahun menyukai satu orang dan selama itu pula ia ditampik berkali-kali. Arai bahkan sukses menuai penolakan sebanyak delapan puluh tujuh kali.

Pemuda Cerdas itu, kisahnya sangat mirip Arai. Belasan tahun bertahan hanya untuk menunggu seseorang. Menurutku ini adalah hal yang, entah bagaimana menyebutnya, luar biasa hebat sekaligus luar biasa bodoh. Si Pemuda, walau sudah berkali-kali dijodohkan dengan perempuan lain, tak ada yang berhasil. Sampai habis akal teman-teman terdekatnya menarik dia keluar dari bayang-bayang Perempuan itu. Si Pemuda tetap pada pendiriannya. Dia lebih memilih mundur duluan dari perjodohan itu. Berhenti di titik yang sama dan menunggu. Selalu begitu.

Menunggu. Kata ini melelahkan, sangat melelahkan. Tak perlu bilangan tahun, menunggu dosen yang tak kunjung datang, meski telah ada janji sebelumnya, membosankan bukan main. Apalagi belasan tahun menunggu satu orang yang tak pernah ada janji apapun sebelumnya. Itu sunggguh melelahkan. Tapi tidak bagi Pemuda itu. Dia seoptimis dan serasional Arai. Selama belum ada kabar bahagia datang dari Perempuan itu, dia tidak akan menyerah. Yang jelas, katanya, dia tidak akan pernah memulai “kabar bahagia” sebelum Perempuan itu yang memulainya. Jika suatu saat nanti, kabar bahagia itu harus datang dari si Perempuan dan si Pemuda ternyata bukanlah bagian di dalamnya, maka saat itulah dia akan menghapus kata menunggu yang sudah melekati hampir separuh hidupnya.

Sebenarnya saya agak heran dengan kisah ini. Kalau tidak salah, ini kalau tidak salah ya, teori mengatakan bahwa menunggu adalah hal yang paling tidak bisa dilakukan oleh makhluk Mars. Kenyataan yang saya lihat di kehidupan orang-orang sekitar saya juga membenarkan teori itu. Sangat jarang, walau juga tak bisa dikatakan tidak ada, mendapati spesies ini melakukan pekerjaan yang disebut menunggu. Kata teman saya, mereka adalah makhluk yang bebas. Tidak membiarkan diri hidup dengan mengejar bayang satu orang saja. Namun bila ada yang mampu melakukannya, maka orang itu termasuk jenis manusia langka, seperti spesies burung dodo yang diberitakan hampir punah dari muka bumi.

Kisah Pemuda yang kegigihannya seperti Arai ini harus berakhir semenyedihkan Ikal. Berita yang disebut-sebut cetar membahana badai di awal tahun 2013, tak lain adalah “Kabar bahagia” yang datang dari si Perempuan. Undangan telah disebar. Dan Si Pemuda bukanlah bagian di dalamnya. Si Pemuda sendiri sedang tidak berada di bawah naungan burung garuda. Dia sedang dalam perjalanan memenuhi obsesinya berkeliling dunia. Setelah menjelajahi Turki, Cina, Rusia dan negeri-negeri Timur Tengah, kini dia terdampar di Jepang. Semoga ketika mendengar berita cetar membahana badai itu, dia tidak nekat melakukan harakiri di sana. Semoga tidak ada adegan konyol ala film India yang saya temui nanti. Walau beberapa hal tidak akan lagi sama, semoga semuanya baik-baik saja.
 
;