Tiba-tiba saja saya teringat masa-masa kelas 3 SMP, sekitar 8 tahun yang lalu. Waktu itu hanya beberapa yang menyukai komik di kelas. Boleh dibilang saya yang menularkan virusnya (hehehe). Saat itu saya duduk di kelas 3 A, kelas dengan penduduk yang memegang nilai tertinggi dan paling bernafsu belajar. Entah nasib apa yang menimpa, saat melihat papan pengumuman kenaikan kelas, ternyata saya naik dari kelas 2B ke kelas 3A. Mereka rajin belajar sementara saya rajin baca komik. mereka rajin kerja tugas sementara saya rajin nonton anime. Tapi setelah sering bawa komik ke kelas, beberapa teman mulai tertarik ikut membaca.
Mereka lalu rutin meminjam komik mulai serial misteri, detektif sampai serial cantik. Pernah suatu pagi, teman saya yang bernama Asma (namanya memang mirip nama penyakit tapi percayalah, dia sangat sehat) datang ke sekolah dengan mata bengkak. Saat saya tanya dia bilang gara-gara komik Lady Mitsuko. Oalaah...saya kira apa. Dia bilang kalau semalam dia nangis-nangis membaca komik itu karena tokoh Henry, suami Mitsuko, meninggal disaat Mitsuko mulai diterima dalam lingkungan istana. Kasihan Mitsuko, kata Asma. Beberapa hari kemudian Asma muncul lagi sambil tertawa lebar. Karena heran, jadi saya tanya, “Kamu kenapa senyum-senyum begitu ?” Dia bilang sedang senang karena semalam baca komik Girls-nya Hikawa Kyoko. Katanya, komik itu seru dan endingnya manis. Ooh...Saya nyengir.
Mereka lalu rutin meminjam komik mulai serial misteri, detektif sampai serial cantik. Pernah suatu pagi, teman saya yang bernama Asma (namanya memang mirip nama penyakit tapi percayalah, dia sangat sehat) datang ke sekolah dengan mata bengkak. Saat saya tanya dia bilang gara-gara komik Lady Mitsuko. Oalaah...saya kira apa. Dia bilang kalau semalam dia nangis-nangis membaca komik itu karena tokoh Henry, suami Mitsuko, meninggal disaat Mitsuko mulai diterima dalam lingkungan istana. Kasihan Mitsuko, kata Asma. Beberapa hari kemudian Asma muncul lagi sambil tertawa lebar. Karena heran, jadi saya tanya, “Kamu kenapa senyum-senyum begitu ?” Dia bilang sedang senang karena semalam baca komik Girls-nya Hikawa Kyoko. Katanya, komik itu seru dan endingnya manis. Ooh...Saya nyengir.
Begitulah, kehidupan saya yang kaku di kelas baru itu mencair karena komik. Saya mulai akrab dengan beberapa teman yang punya hobi sama. Saat ujian pelajaran seni, Asma berencana memainkan drama. Padahal kelompok lain semuanya memilih bernyanyi. Tapi dengan percaya diri Asma bilang, bahwa kami harus tampil beda dari yang lain. Saat saya tanya drama apa yang akan kami tampilkan, Asma cuma bilang,
“Bawa semua komikmu ke rumahku nanti sore. Kita akan memainkan drama dari komik-komik itu”.
Saya melongo, drama dari komik ? Bagaimana caranya ? Tapi saya ikuti saja kemauannya. Sore hari kami berkumpul di rumah Asma. Jumlah semua personil ada tujuh orang dan Asma adalah leader-nya. Saya meletakkan komik-komik itu di atas meja. Asma mulai serius memilah-milah komik dari serial misteri sampai serial cantik. Setelah berjam-jam berkutat dengan komik, dia jadi pusing sendiri. Awalnya dia berencana mementaskan komik Lady Mitsuko, tapi membawa suasana Jepang dan Eropa beberapa abad lalu ke dalam kelas yang berukuran sempit rasanya mustahil. Apalagi setting-nya adalah kerajaan. Saya menyarankan untuk mementaskan drama horor, tapi ditolak mentah-mentah. Mereka maunya drama diambil dari serial cantik. Tiba-tiba pandangan Asma tertumbuk pada komik Girls-nya Hikawa Kyoko. Ia lalu sibuk membolak-balik komik itu sambil menatap kami satu per satu. Akhirnya dia memutuskan, komik itulah yang akan dipentaskan. Saat saya tanya alasannya, dia jawab begini,
“Tak perlu properti apapun, cukup pakai seragam sekolah”
Saya melongo, iya ya, komik itu kan bercerita seputar kehidupan anak SMA jadi propertinya paling barang-barang sekolah. Akhirnya, jadilah kami mengambil dan memodifikasi beberapa bagian dalam komik itu. Saya kebagian peran antagonis. Dalam drama itu saya harus berakting lari-lari keliling kelas karena dikejar Asma yang membawa sapu untuk ditimpuk ke kepala saya. Sambil berlari saya sempat melirik teman-teman yang terbungkuk-bungkuk menahan tawa melihat saya lari seperti dikejar garong. Oh ibu...mengapa nasibku jadi begini ? Mengapa...?? Mengapa....??