31 December 2013

Taman Orang Jatuh Cinta


“Belum dapat dikatakan sebagai orang yang berakal, apabila ia hanya dapat membedakan yang baik dari yang buruk, tetapi orang yang benar-benar berakal adalah yang dapat membedakan yang lebih baik dari dua keburukan.” 
~Ùmar bin Khattab~ 

Ada dua alasan kenapa saya membeli buku ini dua tahun lalu di Grahamedia. Pertama, stok yang tersisa tinggal satu. Sepertinya ada hubungan yang terbalik antara stok buku dengan keinginan membeli. Semakin sedikit stok buku apalagi tersisa satu, semakin kuat pula keinginan untuk membeli. Semacam pemaksaan yang dilakukan secara halus. Kedua, buku ini ditulis oleh ulama besar Ibnu Qayyim al-Jauziyah, satu dari segelintir buku-buku yang dijual, yang membahas masalah cinta dari sudut pandang agama.

Tetapi, buku ini dikhatamkan nanti setelah setahun lebih mendekam dalam lemari. Dengan ketebalan 464 halaman, buku ini agak sulit dibawa ke mana-mana. Jadi sebaiknya memang dibaca di rumah saja. Selain itu belum ada faktor yang mendorong saya untuk benar-benar serius membacanya. Hingga suatu ketika, ada yang bertanya mengenai masalah ini. Dan saya diliputi kebingungan menjawabnya. Terlebih dengan tema yang seperti itu. Bila temanya menyangkut aqidah, fiqh, atau hal-hal yang bersiat teknis, jawaban bisa ditunda sampai mendapat penjelasan yang rinci dari ustadz atau orang yang lebih paham. Karena harus ada landasan kuat agar tidak terjadi kekeliruan dalam menyampaikan suatu ilmu.

Tetapi berbeda kondisinya bila masalah itu berkaitan dengan hati atau perasaan. Terlebih bila orang tersebut sudah menangis di depanmu. Paling tidak kau bisa memberi sedikit nasihat yang berguna untuk menenangkannya. Dalam kondisi kebingungan, saya hanya teringat nasihat sederhana seorang murabbiyah yang sangat berkesan buat saya. Yaitu, apabila engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik. Hanya sedikit yang saya sampaikan, selebihnya saya membantu dengan menawarkan buku. Dia termasuk orang yang suka membaca, jadi kusodorkan buku Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan karya Salim A. Fillah dan Taman Orang Jatuh Cinta-nya Ibnul Qayyim. Dia memilih yang pertama. Beberapa hari kemudian buku itu dikembalikan. Wajahnya tampak lebih ceria dibanding terakhir kali bertemu. Sepulangnya, tak sengaja saya membolak-balik buku itu dan tersenyum menemukan lipatan penanda di hal.59. 

Selama ini saya memang lebih tertarik pada hal-hal yang bertema pemikiran (Ghazwul fikr). Tapi setelah kejadian tersebut, saya jadi tergerak membaca buku Ibnu Qayyim yang sudah sekian lama mendekam dalam lemari. Penasaran juga kenapa ada yang bisa sakit, menderita bahkan sampai gila gara-gara lima huruf itu. Awanya kupikir hanya dilebih-lebihkan. Ternyata memang ada dijelaskan dalam buku termasuk faktor penyebabnya. 

Raudhatul Muhibbin wan Nuzhatul Musytaqin adalah judul asli buku karya Ibnu Qayyim al-Jauziyah. Sebelum memasuki materi, terlebih dahulu penulis membahas pentingnya akal bagi manusia. Dikisahkan ketika Allah menurunkan nabi Adam ke muka bumi, Jibril datang membawa tiga hal : agama, budi pekerti dan akal. Nabi Adam diperintahkan memilih salah satu di antara ketiganya. Beliau lalu mengulurkan tangannya dan memilih akal serta meminta dua hal yang tidak dipilihnya untuk naik ke langit. Kedua hal tersebut kemudian berkata bahwa mereka diperintahkan untuk menyertai akal di manapun berada. Maka, tiga hal itu pun menjadi milik nabi Adam.

Ketiga hal ini : agama, budi pekerti dan akal merupakan anugerah teragung yang diberikan Allah kepada hamba-Nya. Dan Allah juga menjadikan tiga lawan sebagai musuhnya yaitu hawa nafsu, setan dan nafsu amarah. Apabila kekuasaan ada di tangan akal, maka hawa nafsu akan tunduk dan mengikutinya. Sebaliknya, bila kekuasaan berada di tangan nafsu, akal akan menjadi tawanan dan mengikutinya. Manusia tidak akan pernah luput dari hawa nafsu, karena nafsu adalah bagian integral dari dirinya. Ibnu Qayyim menyusun buku ini dengan mempertimbangkan keseimbangan antara nafsu dan akal tadi. Ada 29 bab yang keseluruhannya membahas mengenai cinta mulai dari istilah-istilah cinta dan maknanya, benih-benih lahirnya cinta, cinta buta, kadar cinta, kelompok pemuja dan pencerca cinta, tanda-tanda cinta, cemburu, tentang pandangan mata, dialog antara mata dan hati, tentang mabuk asmara, tentang pelanggaran-pelanggaran yang diharamkan serta pembahasan apakah cinta itu takdir atau pilihan. Cinta yang dibahas dalam buku ini bukan hanya antar manusia, tetapi juga cinta kepada Allah. Bab-bab terakhir membahas tentang pengganti yang lebih baik bagi orang-orang yang meninggalkan sesuatu karena Allah. Disertakan pula kisah orang-orang yang lebih memilih siksa dunia daripada melakukan hal-hal yang diharamkan. Pembahasan ditutup dengan kiat-kiat bagaimana mengendalikan hawa nafsu. 

Membaca buku ini menyadarkan saya kalau masalah cinta memang berat. Betapa orang yang sudah berlabel ahli ibadah pun bisa terjerumus karenanya. Sisi menarik buku ini adalah penulis banyak mencantumkan kutipan syair-syair. Juga mengkritisi pendapat-pendapat filsuf Yunani seperti Plato dan Aristoteles. Selain itu saya suka metode yang dipakai bila membahas dua atau lebih kelompok yang bertentangan satu sama lain. Setiap kelompok atau pendapat dibahas satu per satu beserta dalil yang digunakan. Setelah itu penulis menarik kesimpulan dari keduanya. Terakhir, mohon maaf tidak bisa berpanjang lebar menguraikan isi buku. Cakupan materinya luas jadi lebih baik bila dibaca secara keseluruhan.
 
;