“Belum dapat dikatakan sebagai orang yang berakal,
apabila ia hanya dapat membedakan yang baik dari yang buruk, tetapi orang yang
benar-benar berakal adalah yang dapat membedakan yang lebih baik dari dua
keburukan.”
~Ùmar bin Khattab~
Ada dua alasan kenapa saya membeli buku ini dua tahun lalu di
Grahamedia. Pertama, stok yang tersisa tinggal satu. Sepertinya ada hubungan yang
terbalik antara stok buku dengan keinginan membeli. Semakin sedikit stok buku
apalagi tersisa satu, semakin kuat pula keinginan untuk membeli. Semacam
pemaksaan yang dilakukan secara halus. Kedua, buku ini ditulis oleh ulama besar
Ibnu Qayyim al-Jauziyah, satu dari segelintir buku-buku yang dijual, yang
membahas masalah cinta dari sudut pandang agama.
Tetapi, buku ini dikhatamkan nanti setelah setahun lebih mendekam dalam
lemari. Dengan ketebalan 464 halaman, buku ini agak sulit dibawa ke mana-mana.
Jadi sebaiknya memang dibaca di rumah saja. Selain itu belum ada faktor yang
mendorong saya untuk benar-benar serius membacanya. Hingga suatu ketika, ada
yang bertanya mengenai masalah ini. Dan saya diliputi kebingungan menjawabnya.
Terlebih dengan tema yang seperti itu. Bila temanya menyangkut aqidah, fiqh,
atau hal-hal yang bersiat teknis, jawaban bisa ditunda sampai mendapat
penjelasan yang rinci dari ustadz atau orang yang lebih paham. Karena harus ada
landasan kuat agar tidak terjadi kekeliruan dalam menyampaikan suatu ilmu.
Tetapi berbeda kondisinya bila masalah itu berkaitan dengan hati atau
perasaan. Terlebih bila orang tersebut sudah menangis di depanmu. Paling tidak
kau bisa memberi sedikit nasihat yang berguna untuk menenangkannya. Dalam kondisi
kebingungan, saya hanya teringat nasihat sederhana seorang murabbiyah yang
sangat berkesan buat saya. Yaitu, apabila engkau meninggalkan sesuatu karena
Allah, maka Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik. Hanya sedikit yang
saya sampaikan, selebihnya saya membantu dengan menawarkan buku. Dia termasuk
orang yang suka membaca, jadi kusodorkan buku Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan karya Salim A. Fillah dan Taman Orang Jatuh Cinta-nya Ibnul
Qayyim. Dia memilih yang pertama. Beberapa hari kemudian buku itu dikembalikan.
Wajahnya tampak lebih ceria dibanding terakhir kali bertemu. Sepulangnya, tak
sengaja saya membolak-balik buku itu dan tersenyum menemukan lipatan penanda di
hal.59.
Selama ini saya memang lebih tertarik pada hal-hal yang bertema
pemikiran (Ghazwul fikr). Tapi setelah kejadian tersebut, saya jadi tergerak
membaca buku Ibnu Qayyim yang sudah sekian lama mendekam dalam lemari. Penasaran
juga kenapa ada yang bisa sakit, menderita bahkan sampai gila gara-gara lima
huruf itu. Awanya kupikir hanya dilebih-lebihkan. Ternyata memang ada dijelaskan
dalam buku termasuk faktor penyebabnya.
Raudhatul Muhibbin wan Nuzhatul
Musytaqin adalah judul asli buku karya Ibnu Qayyim al-Jauziyah. Sebelum memasuki
materi, terlebih dahulu penulis membahas pentingnya akal bagi manusia.
Dikisahkan ketika Allah menurunkan nabi Adam ke muka bumi, Jibril datang
membawa tiga hal : agama, budi pekerti dan akal. Nabi Adam diperintahkan
memilih salah satu di antara ketiganya. Beliau lalu mengulurkan tangannya dan
memilih akal serta meminta dua hal yang tidak dipilihnya untuk naik ke langit. Kedua
hal tersebut kemudian berkata bahwa mereka diperintahkan untuk menyertai akal
di manapun berada. Maka, tiga hal itu pun menjadi milik nabi Adam.
Ketiga hal ini : agama, budi pekerti dan akal merupakan anugerah
teragung yang diberikan Allah kepada hamba-Nya. Dan Allah juga menjadikan tiga
lawan sebagai musuhnya yaitu hawa nafsu, setan dan nafsu amarah. Apabila
kekuasaan ada di tangan akal, maka hawa nafsu akan tunduk dan mengikutinya.
Sebaliknya, bila kekuasaan berada di tangan nafsu, akal akan menjadi tawanan
dan mengikutinya. Manusia tidak akan pernah luput dari hawa nafsu, karena nafsu
adalah bagian integral dari dirinya. Ibnu Qayyim menyusun buku ini dengan mempertimbangkan
keseimbangan antara nafsu dan akal tadi. Ada 29 bab yang keseluruhannya
membahas mengenai cinta mulai dari istilah-istilah cinta dan maknanya, benih-benih
lahirnya cinta, cinta buta, kadar cinta, kelompok pemuja dan pencerca cinta, tanda-tanda
cinta, cemburu, tentang pandangan mata, dialog antara mata dan hati, tentang
mabuk asmara, tentang pelanggaran-pelanggaran yang diharamkan serta pembahasan
apakah cinta itu takdir atau pilihan. Cinta yang dibahas dalam buku ini bukan
hanya antar manusia, tetapi juga cinta kepada Allah. Bab-bab terakhir membahas
tentang pengganti yang lebih baik bagi orang-orang yang meninggalkan sesuatu
karena Allah. Disertakan pula kisah orang-orang yang lebih memilih siksa dunia
daripada melakukan hal-hal yang diharamkan. Pembahasan ditutup dengan kiat-kiat
bagaimana mengendalikan hawa nafsu.
Membaca
buku ini menyadarkan saya kalau masalah cinta memang berat. Betapa orang yang
sudah berlabel ahli ibadah pun bisa terjerumus karenanya. Sisi menarik buku ini
adalah penulis banyak mencantumkan kutipan syair-syair. Juga mengkritisi
pendapat-pendapat filsuf Yunani seperti Plato dan Aristoteles. Selain itu saya
suka metode yang dipakai bila membahas dua atau lebih kelompok yang
bertentangan satu sama lain. Setiap kelompok atau pendapat dibahas satu per
satu beserta dalil yang digunakan. Setelah itu penulis menarik kesimpulan dari
keduanya. Terakhir, mohon maaf tidak bisa berpanjang lebar menguraikan isi buku.
Cakupan materinya luas jadi lebih baik bila dibaca secara keseluruhan.