07 April 2012

Si Kecil

Setiap manusia memiliki keunikan karakter dan sifat yang berbeda satu dengan lainnya. Dari sekian banyak orang-orang yang pernah saya temui, baru kali ini saya menemukan keunikan yang berbeda dari seseorang. Saya sering memanggilnya “Si Kecil” karena tinggi badannya memang imut, mengingatkan saya akan tokoh Kugy dalam novel Perahu Kertas. Saya mengenalnya baru setahun belakangan ini. Usianya empat tahun lebih muda dari saya. Dia anak yang penurut dan suka menolong. Jika ia berbicara, saya tidak menemukan titik pemberhentian kalimat-kalimat yang keluar dari mulutnya, lancar tanpa henti. Pun ketika bercerita, dia sering memperagakan apa yang ia ceritakan. Sehingga melihatnya berbicara tak ubahnya seperti menonton teater. Ia sering menceritakan teman-temannya pada saya seolah-olah saya juga mengenal mereka. Dia anak yang ceria tapi sangat gampang menangis. Banyak hal-hal biasa atau bahkan remeh di mata saya tapi justru bisa membuatnya menangis.

Dia termasuk salah satu korban Korean Wave. Drama City Hunter yang bergenre action  itu justru membuatnya terisak-isak. Entah bagian mananya yang membuat dia sampai menangis-nangis. Jika seseorang mengeluarkan suara yang agak keras padanya, dia pasti menangis. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana jika ia dibentak-bentak seniornya saat ospek mahasiswa baru. Untungnya, ospek di fakultasnya dihapuskan. Yang paling aneh adalah kejadian pada suatu sore. Ia tinggal sekamar dengan dua orang temannya. Hari itu giliran ia piket membersihkan kamar. Sore harinya, teman sekamarnya pulang kuliah dan mencari-cari headphone hp-nya namun tidak ketemu. Si Kecil langsung panik karena hari itu adalah hari piketnya dan ia merasa bersalah jika headphone temannya hilang. Kepanikannya tidak beralasan, toh saat membersihkan kamar, headphone itu memang sudah tidak ada. Tapi ia tetap merasa bersalah. Sambil tergopoh-gopoh ia mendatangi saya dan bertanya berapa harga sebuah headphone. Saya geleng-geleng kepala melihat tingkahnya. Saya pun bertanya, apa memang dia yang menghilangkan headphone itu, ia jawab tidak. Saya tanya lagi, apa temannya minta digantikan headphone baru, ia menjawab tidak. Saya menarik napas panjang, ya ampun anak ini benar-benar, deh. Sambil menahan jengkel, saya bilang bahwa ia tidak perlu sepanik itu apalagi sampai berniat menggantinya karena bukan dia yang menghilangkannya. Melihat saya yang memasang raut wajah jengkel, eh dia malah nangis. Astaga...*jidat nempel ke tembok*

Sifatnya yang seperti itu menimbulkan rasa ingin melindungi dari orang-orang di sekitarnya. Ia bisa membuat orang tertawa sekaligus kasihan di saat yang bersamaan. Uniknya, ia tidak pernah menyimpan dendam pada orang yang membuatnya menangis. Menangis telah menjadi semacam penawar baginya. Ia bisa menangis 10 menit lamanya lalu kembali berbicara pada orang yang membuatnya menangis seperti tidak terjadi apa-apa sebelumnya. Hal yang hebat menurut saya, karena jarang ada bisa seperti itu. Tidak juga saya.
 
;