Saya termasuk salah satu manusia yang ribet memakai dompet. Maksudnya dompet yang model lipat dan memiliki banyak sekat-sekat. Umumnya model dompet kebanyakan sama, yaitu model lipat yang mempunyai sekat khusus untuk uang receh, kartu, uang kertas dan juga khusus tempat foto. Model seperti ini yang membuat saya kerepotan karena terlalu banyak ruang dalam satu dompet. Saya lebih nyaman memasukkan semuanya dalam satu tempat tanpa harus memisahkan barang satu dengan lainnya. Selain itu, model dompet lipat umumnya menebal jika telah terisi, jadi sering tidak muat masuk saku rok. Terus-menerus memegang dompet selama belanja adalah hal yang merepotkan. Jika sedang sibuk memilih barang atau saat khusyuk membaca di Gramedia, saya sering lupa menaruh dompet di sembarang tempat. Karena itulah beberapa dompet yang pernah saya beli atau hadiah dari teman hanya menjadi pajangan di lemari.
Untuk mengatasinya, saya mengalihfungsikan tas tempat pulpen menjadi dompet. Ini lebih gampang. Saya hanya perlu menarik res tanpa harus membuka lipatan-lipatan yang merepotkan. Walaupun sekarang sudah banyak dompet yang simpel (bukan lagi model lipat), tapi saya belum berniat mengganti tas tempat pulpen tadi. Selain tidak ribet, tas ini juga bisa menjadi penyamar yang baik. Tak jarang pencopet yang sering menyantroni angkot terkecoh karena mengira isinya hanya alat tulis menulis. Tapi ini juga yang sering membuat saya ditegur ibu. Katanya, barang-barang itu harus dipakai sesuai fungsinya. Memang sih, saya sering mengubah fungsi beberapa barang, tapi tidak ekstrim-ekstrim amat. Hanya gelang diubah jadi ikat rambut, guling dijadikan bantal tidur, sendal gunung dipakai ke acara nikahan, baju kaos dipakai saat ujian meja atau jilbab dijadikan gorden. Untunglah, sampai sekarang belum ada dan sepertinya tidak akan ada undang-undang yang mengatur perihal model dompet yang dipakai rakyat. Pemerintah belum kurang kerjaan mengurus itu.
Untuk mengatasinya, saya mengalihfungsikan tas tempat pulpen menjadi dompet. Ini lebih gampang. Saya hanya perlu menarik res tanpa harus membuka lipatan-lipatan yang merepotkan. Walaupun sekarang sudah banyak dompet yang simpel (bukan lagi model lipat), tapi saya belum berniat mengganti tas tempat pulpen tadi. Selain tidak ribet, tas ini juga bisa menjadi penyamar yang baik. Tak jarang pencopet yang sering menyantroni angkot terkecoh karena mengira isinya hanya alat tulis menulis. Tapi ini juga yang sering membuat saya ditegur ibu. Katanya, barang-barang itu harus dipakai sesuai fungsinya. Memang sih, saya sering mengubah fungsi beberapa barang, tapi tidak ekstrim-ekstrim amat. Hanya gelang diubah jadi ikat rambut, guling dijadikan bantal tidur, sendal gunung dipakai ke acara nikahan, baju kaos dipakai saat ujian meja atau jilbab dijadikan gorden. Untunglah, sampai sekarang belum ada dan sepertinya tidak akan ada undang-undang yang mengatur perihal model dompet yang dipakai rakyat. Pemerintah belum kurang kerjaan mengurus itu.