Cara ini kemudian lebih kita kenal dengan istlah curhat. Di sinilah letak masalahnya. Terkadang perempuan terlalu banyak berbicara sampai-sampai hal yang sebenarnya tidak boleh diceritakan dikeluarkan juga tanpa menimbang terlebih dahulu manfaatnya. Hal ini terlihat terutama jika sesama perempuan berkumpul. Orang yang curhat bisa menjadi begitu transparan dalam hal apapun. Dia tidak memikirkan bahwa apa-apa yang ia curhatkan memang benar-benar membutuhkan masukan atau pendapat dari orang lain. Bahkan terkadang orang curhat bukan untuk mencari solusi tapi karena memang ia hanya ingin berbicara dan hanya ingin didengar sehingga apa-apa yang ia sampaikan bisa jadi adalah aib yang hanya dia dan Allah yang tahu. Ujung-ujungnya, tidak ada yang ia dapatkan dari curhat. Yang ada adalah orang-orang menjadi tahu aibnya. Aib yang mungkin Allah telah berbaik hati untuk menutupinya, namun justru dibuka sendiri oleh pemiliknya.
Yang salah juga adalah mereka menceritakan aibnya sendiri di tempat yang tidak seharusnya, misalnya di angkot seseorang berkata kepada temannya “eh, tadi saya tidak shalat subuh, lho. Habisnya bangun pagi nanti jam 10”. See ? tiga kesalahan besar sekaligus. Sudah tidak shalat subuh, diceritakan pula, di angkot lagi. Akhirnya semua penumpang angkot tahu bahwa dia tidak shalat subuh hari ini. Tidak jarang pula kesalahan-kesalahan di masa lalu yang telah tertutup malah dibuka kembali oleh pemiliknya. Contohnya “Dulu waktu bulan ramadhan saya diam-diam buka sebelum waktunya. Habis tidak tahan lapar, sih...hehehe”. Orang seperti ini lebih parah karena menganggap dosa adalah bahan tertawaan.
Rasulullah sendiri mencela ucapan pelaku maksiat yang mencemari dirinya sendiri dan membuka tutupan Allah terhadapnya, beliau bersabda :
“Setiap umatku dimaafkan kecuali orang yang terang-terangan (melakukan maksiat). Dan termasuk terang-terangan adalah seseorang yang melakukan perbuatan maksiat di malam hari, kemudian di pagi harinya -padahal Allah telah menutupnya-, ia berkata: wahai fulan, kemarin aku telah melakukan ini dan itu –padahal Allah telah menutupnya- dan di pagi harinya ia membuka tutupan Allah terhadapnya."
Adalah suatu kebodohan jika seseorang terlalu transparan di hadapan orang lain terutama yang menyangkut dosa-dosanya karena itu merupakan sikap kurang ajar kepada Allah yang telah menutupi aib tersebut namun dengan entengnya dibuka kembali oleh pemilik aib. Toh tanpa bersikap transparan dihadapan manusia, kita memang sebenarnya adalah makhluk transparan di hadapan Allah. Adakah yang bisa kita sembunyikan dari-Nya ? sementara baru niat saja yang terbersit dalam hati kita, Allah-lah yang paling pertama mengetahuinya.
“Dan Dialah yang berkuasa atas sekalian hamba-hamba-Nya. dan Dialah yang Maha Bijaksana lagi Maha mengetahui.” (QS. Al-An’am:18)
Wallahua’lam