Dan Beranikah dirimu membuktikan kebenaran yang paling kau benci ?”
~Byron~
~Byron~
Selama ini sosok Drcula hanya dianggap imajinasi Bram Stoker dalam novelnya, makhluk yang berada antara ada dan tiada. Padahal sejarah hidup Dracula adalah kisah banjir darah yang belum ada tandingannya hingga kini. Dan semua itu tak bisa dipisahkan dengan perang salib serta jatuhnya Konstantinopel ke tangan kerajaan Turki Ottoman.
Ayah Dracula bernama Vlad II. Nama aslinya Basarab. Basarab kemudian bergabung dengan kerajaan Honggaria dan direkrut sebagai pasukan elit garda depan perang salib. Tahun 1431 istri Basarab mengandung anak kedua mereka. Mereka kemudian pindah ke Transylvania, tepatnya di Benteng Sighisoara. Di tempat inilah istri Basarab melahirkan anak keduanya, Dracula. Vlad III atau Vlad Tepes (nama asli Dracula) dilahirkan pada bulan November atau Desember 1431 M. Asal-usul kata Dracula adalah karena ayahnya (Vlad II) merupakan anggota orde naga dan selalu membawa lencana orde tersebut kemana-mana. Orang-orang Wallachia kemudian memanggilnya dengan sebutan “Vlad Dracul” dalam bahasa Rumania, “Dracul” artinya Naga, sehingga Vlad Dracul berarti Vlad Sang Naga. Sementara akhiran “ulea” dalam bahasa Rumania berarti “anak dari”. Dari kata tersebut Vlad III atau Vlad Tepes dipanggil dengan nama Vlad Draculea (dalam bahasa inggris dilafalkan menjadi Dracula) yang berarti anak dari Vlad Dracul.
Karena ayahnya sering terjun ke medan perang dan kehidupannya hanya mengenal sosok ibu, Dracula tumbuh menjadi sosok tertutup dan inferior. Situasi politik membuat ia dan adiknya, Randu dikirim ke Turki sebagai jaminan dari ayahnya. Dracula tumbuh menjadi remaja pembangkang dan pendendam. Untuk menghibur rasa kesepiannya, Dracula sering menangkap tikus dan burung kemudian ditusuk-tusuk dengan tombak kecil. dia sangat girang melihat hewan-hewan tersebut menggelepar sekarat. Selama berada di Turki, Dracula memeluk agama Islam tapi hanya untuk tujuan politik. Di sana ia belajar memainkan segala jenis senjata dan strategi perang. Dia mempunyai satu kelebihan yang sulit dicari tandingannya, yaitu naluri membunuh. Semakin dewasa kegemaran Dracula menonton hukuman mati semakin menjadi. Boleh dikata ia kecanduan jerit korban yang sekarat, darah yang muncrat etika pedang ditebaskan. Bibit kekejaman itu ia dapatkan sewaktu masih di Wallachia. Di kota itu pembantaian sudah menjadi tontonan sehari-hari. Udara kota itu selalu anyir bau darah.
Tahun 1448 kerajaan Turki Ottoman membebaskan Dracula. Setelah bebas, Ia dan pasukannya kemudian berhasil merebut Wallachia. Selanjutnya, masa pemerintahan Dracula merupakan masa-masa teror yang mengerikan. Naluri kekejamannya benar-benar tersalurkan setelah ia menjadi penguasa di Wallachia. Hanya dalam waktu kurang dari setahun ia telah membunuh ribuan orang dengan cara yang kejam yaitu disula. Bagian ke III buku ini menggambarkan penyiksaan ala Dracula. Boleh dikata Dracula adalah seorang kreator penyiksaan. Mulai dari penyulaan, pemotongan dan perusakan organ seksual, merebus korban hidup-hidup, menguliti kepala dan bagian tubuh lainnya, mencekik, memotong otot-otot tertentu, memotog hidung dan telinga, membutakan mata, membakar hidup-hidup, memaku kepala, memangsakan si korban pada binatang buas, menarik korban dengan dua kuda, memendam tubuh korban dan memanggang. Saya tidak perlu ceritakan secara mendetail karena bagi saya itu terlalu sadis. Kesadisan Dracula melebihi kesadisan suku-suku paling primitif yang ada di muka bumi.
Pembantaian Dracula terhadap umat islam juga tak bisa dipisahkan dari perang salib. Sebagai salah satu panglima perang salib di daerah Transylvania, Dracula bertugas mencegah pasukan Turki Ottoman menuju Eropa Timur dan Barat. Ia memakai segala cara, salah satunya dengan meneror umat islam yang ada di Wallachia. Dracula juga berusaha mencari sekutu dari kerajaan yang sama besarnya dengan Turki, yaitu Honggaria. Langkah pertamanya untuk mendapat simpati dari Honggaria adalah dengan pindah agama. Ia memeluk Katolik. Langkah ini berhasil, ia diterima sebagai bagian dari pasukan salib bahkan dinikahkan dengan saudara raja Honggaria. Setelah itu, ia baru berani secara terbuka menyatakan bahwa dirinya adalah musuh kerajaan Turki Ottoman. Ia mulai meneror dan membantai umat islam di wilayah sekitarnya. Sejarah mencatat sekitar 300.000 umat islam dibantai oleh Dracula sepanjang masa pemerintahannya. Dracula menjemput ajalnya di tepi Danau Snagov setelah tak sanggup melawan pasukan Turki Ottoman yang jumlahnya tiga kali lipat lebih besar. Namun kekejamannya tidak pernah terungkap secara terbuka karena beberapa sebab :
Seperti itulah politik sejarah. Negara adidaya akan memaksakan kebenaran sejarah menurut selera mereka. jika tidak jeli, kita akan terjebak pada kebenaran yang sebenarnya adalah kebohongan. Dengan kemampuan keuangan dan teknologi mereka berupaya untuk memelintir sejarah. Contohnya adalah perang Vietnam. Sejarah mencatat bahwa dalam perang itu Amerika harus menerima kekalahan telak. Banyak prajurit yang tewas dan tidak sedikit yang cacat seumur hidup. Amerika pun menciptakan sosok super hero lewat film. Mereka memproduksi film Rambo dengan berbagai judul dan variasi untuk menunjukkan bahwa merekalah pemenang di perang Vietnam. Rambo adalah mitos baru untuk menyembunyikan fakta sebenarnya. Dan Dracula tak ubahnya seperti Rambo. Bedanya, kalau Rambo adalah sosok fiksi yang seolah-olah dibuat nyata, maka Dracula sebaliknya, yaitu sosok nyata yang diubah menjadi fiksi.
Selain itu, tujuan lain dari penjajahan sejarah adalah menghilangkan pahlawan dari pihak musuh. Superoritas barat menginginkan bahwa hanya merekalah yang memiliki pahlawan. Dalam mitos Dracula, sosok Sultan Mehmed II atau yang lebih dikenal dengan Muhammad Al Fatih dihilangkan sama sekali. Padahal sejarah resmi mencatat peran sang sultan dalam mengakhiri kekejaman Dracula dalam dua kali gempuran besar-besaran. Serangan pertama membuat Dracula kehilangan tahta dan serangan kedua membuat Dracula terbunuh. Tapi semua fakta itu telah dihapus oleh barat. Sosok sultan Mehmed II memang sangat dibenci kerena telah berhasi merebut konstantinopel dan membuat barat kehilangan muka. Karena itulah mereka berusaha untuk menghapus nama Sultan Mehed II dalam sejarah. Harus diakui usaha itu cukup berhasil. Buktinya, bahkan umat islam sendiri pun jika ditanya tentang sultan Mehmed II akan menggelengkan kepala namun jika ditanya tentang Dracula, mereka bisa memberikan penjelasan panjang lebar. Hanya segelintir sejarawan yang mengetahui sosoknya.
Bila suatu umat tidak mengenal pahlawannya maka mereka tidak akan bangga terhadap umatnya sendiri. Mereka akan memilih berkiblat pada bangsa lain yang dianggap lebih superior. Gejalanya bisa dilihat dari pemujaan secara berlebihan terhadap budaya barat. Kondisi seperti ini yang diinginkan barat karena negara yang tidak lagi bangga pada bangsanya sendiri akan dengan mudah diarahkan. Inilah bentuk penjajahan gaya baru. Begitu halus, tak ada perang, tak ada penguasaan wilayah. Tapi tanpa terasa kekayaan sebuah negara tersedot habis, dan otak masyarakatnya telah dicuci.
- Pembantaian Dracula terhadap umat islam tidak bisa dilepaskan dari perang salib. Negara-negara barat yang menjadi pendukung pasukan salib tidak mau tercoreng wajahnya. Mereka yang getol mengore-ngorek kekejaman Hitlet dan Polpot enggan membuka aib sendiri.
- Dracula, betapapun kejamnya adalah pahlawan pasukan salib sehingga nama baiknya selalu dilindungi. Dan sampai saat ini, di Rumania, Dracula dianggap sebagai pahlawan.
Seperti itulah politik sejarah. Negara adidaya akan memaksakan kebenaran sejarah menurut selera mereka. jika tidak jeli, kita akan terjebak pada kebenaran yang sebenarnya adalah kebohongan. Dengan kemampuan keuangan dan teknologi mereka berupaya untuk memelintir sejarah. Contohnya adalah perang Vietnam. Sejarah mencatat bahwa dalam perang itu Amerika harus menerima kekalahan telak. Banyak prajurit yang tewas dan tidak sedikit yang cacat seumur hidup. Amerika pun menciptakan sosok super hero lewat film. Mereka memproduksi film Rambo dengan berbagai judul dan variasi untuk menunjukkan bahwa merekalah pemenang di perang Vietnam. Rambo adalah mitos baru untuk menyembunyikan fakta sebenarnya. Dan Dracula tak ubahnya seperti Rambo. Bedanya, kalau Rambo adalah sosok fiksi yang seolah-olah dibuat nyata, maka Dracula sebaliknya, yaitu sosok nyata yang diubah menjadi fiksi.
Selain itu, tujuan lain dari penjajahan sejarah adalah menghilangkan pahlawan dari pihak musuh. Superoritas barat menginginkan bahwa hanya merekalah yang memiliki pahlawan. Dalam mitos Dracula, sosok Sultan Mehmed II atau yang lebih dikenal dengan Muhammad Al Fatih dihilangkan sama sekali. Padahal sejarah resmi mencatat peran sang sultan dalam mengakhiri kekejaman Dracula dalam dua kali gempuran besar-besaran. Serangan pertama membuat Dracula kehilangan tahta dan serangan kedua membuat Dracula terbunuh. Tapi semua fakta itu telah dihapus oleh barat. Sosok sultan Mehmed II memang sangat dibenci kerena telah berhasi merebut konstantinopel dan membuat barat kehilangan muka. Karena itulah mereka berusaha untuk menghapus nama Sultan Mehed II dalam sejarah. Harus diakui usaha itu cukup berhasil. Buktinya, bahkan umat islam sendiri pun jika ditanya tentang sultan Mehmed II akan menggelengkan kepala namun jika ditanya tentang Dracula, mereka bisa memberikan penjelasan panjang lebar. Hanya segelintir sejarawan yang mengetahui sosoknya.
Bila suatu umat tidak mengenal pahlawannya maka mereka tidak akan bangga terhadap umatnya sendiri. Mereka akan memilih berkiblat pada bangsa lain yang dianggap lebih superior. Gejalanya bisa dilihat dari pemujaan secara berlebihan terhadap budaya barat. Kondisi seperti ini yang diinginkan barat karena negara yang tidak lagi bangga pada bangsanya sendiri akan dengan mudah diarahkan. Inilah bentuk penjajahan gaya baru. Begitu halus, tak ada perang, tak ada penguasaan wilayah. Tapi tanpa terasa kekayaan sebuah negara tersedot habis, dan otak masyarakatnya telah dicuci.
“Pada akhirnya, perjuangan melawan lupa merupakan perjuangan manusia melawan dirinya sendiri”